Bab 10 Kiara Dan Motor
Bab 10 Kiara Dan Motor
"Di dunia ini, ada orang yang saat kau tunggu, dia akan kembali. Tapi ada juga yang mati-matian kau tunggu, dia takkan pernah kembali."
-Nice Guy-
"Apa yang terjadi pada mereka semalam? Katakan padaku? Tidak! Jika aku mendengarnya, hatiku akan merasa sakit ... tapi aku penasaran ..." Allen terus saja menggerutu, berjalan bolak-balik lalu mengguncang bahu Naraka sekuat tenaga sambil memarahi Naraka yang tiba-tiba saja bilang kalau semalam terjadi sesuatu pada Kiara dan Raskal.
"Apa yang terjadi pada mereka semalam?" Allen kembali bertanya, menatap Naraka serius. "Apa mereka ..."
"Tidak ada yang terjadi," jawab Naraka pelan, dia menatap Kiara yang asik bermain gitar di atas panggung kecil. "Hanya kejadian kecil."
"Iya tapi apa?!"
Tatapan Naraka berubah dingin. "Raskal ..." Mata Naraka menatap leher Allen. "Tidak sengaja mencium leher Kiara, lalu mereka berpelukkan cukup lama ... lima menit ... tidak, satu jam. Bukan, semalaman."
Sontak saja kaki Allen merasa lemas, dia memegangi dadanya yang tiba-tiba saja terasa sesak. "Kenapa cinta pertamaku semenyakitkan ini?!"
Naraka berdecak. "Kurasa Kiara bukan cinta pertamamu."
"Kamu tidak tahu apa-apa, Naraka! Hanya hatiku yang tahu siapa yang menjadi cinta pertamaku."
Naraka tidak memedulikan Allen, dia berjalan menghampiri Kiara. Mengamati perempuan itu yang asik bermain gitar hingga tidak menyadari keberadaan Naraka sampai lelaki itu ikut mengambil gitar dan mengiringi lagu yang sedang dimainkan oleh Kiara.
Kiara menatap Naraka terkejut, yang ditatap malah asik memainkan beberapa nada yang Naraka tahu. Sejak kapan Naraka bisa bermain gitar? Bukankah di Another Naraka hanya bermain drum.
"Aku tidak tahu kalau kamu bisa bermain gitar."
"Aku bisa memainkan alat musik apa pun."
Kiara melengos, dia bertanya bagaimana bisa Naraka mengendarai taksi tadi padahal Naraka bukan warga negara Indonesia. Kiara pikir; tidak mungkin Raskal memesan taksi yang dikendarai Naraka, maka dari itu Kiara heran, kenapa malah Naraka yang datang.
Sambil bermain gitar Naraka menjawab, "Aku punya SIM internasional. Aku juga bisa meng-hack beberapa akun media sosial."
"APA?!"
"Kamu bisa memainkan lagu One milik Depapepe?" tanya Naraka tidak menghiraukan seruan Kiara. "Kamu bagian melodinya."
"Kamu lihat? Saya sudah bisa bermain gitar." Lelaki itu tersenyum lebar. "Meski tidak terlalu lancar."
Kiara menggeleng, tidak kuasa untuk tertawa. "Iya, kamu memang sudah bisa."
Lelaki itu mendekat. "Aku juga bisa mainin lagu One punya Depapepe."
"Benarkah?"
"Iya. Dengerin ya." Lalu lelaki itu mulai memainkan nada awal, diikuti oleh Kiara. Mereka bermain dengan penuh semangat.
Kiara memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa sakit.
"Kia, kamu baik-baik saja? Tangan kamu berdarah!"
"Kiara kamu baik-baik saja?"
"AL!" seru Kiara begitu saja. Dia menatap tangannya lalu mengerjap, menatap Naraka yang juga sedang menatapnya bingung. Kiara mendesah kesal, kenapa bisa-bisanya dia memanggil seseorang yang sama sekali tidak Kiara kenal.
Bahkan Kiara tidak tahu siapa itu Al. Tetapi kenapa, sosok lelaki bernama Al selalu muncul dalam kepalanya tanpa henti.
Apa mungkin Al itu seseorang yang Kiara lupakan?
"Kiara? Kamu baik-baik saja?"
Kiara mengerjap, tersenyum canggung. Apa Naraka tahu apa yang sedang dia pikirkan mengingat ucapan Allen dan Jared yang mengatakan kalau Naraka bisa mengetahui pikiran setiap orang.
"Aku baik-baik saja."
Naraka hanya mengangguk, dia kembali bertanya; bisakah Kiara memainkan lagu One milik Depapepe.
"Tentu saja. Aku bagian melodinya."
Naraka tersenyum kecil, mulai memainkan gitarnya lalu diikuti oleh Kiara.
Suasana hati Kiara mulai cair kembali, dengan riang dia bermain gitar hingga beberapa pelanggan yang baru datang langsung menatap mereka penuh minat. Lalu, saat lagi berakhir, semua orang berdiri dan bertepuk tangan untuk Kiara dan Naraka.
Kiara tersenyum sangat lebar, mereka turun bersama. Kemudian Kiara menatap Naraka lama. "Naraka, boleh aku bertanya sesuatu?"
"Ya."
"Aku penasaran, kenapa kamu tiba-tiba saja mendekatiku?" Kiara tersenyum kecil. "tidak mungkin orang terkenal dan sesibuk kamu, mau menjadi teman dan membantuku banyak hal. Pasti ada sesuatu, kan."
Belum sempat Naraka menyahut ponsel Kiara berbunyi, dia shock saat melihat siapa yang menelepon.
"Kamu tidak pergi ke mana-mana, kan?" tanya Raskal.
Kiara memutar bola mata, tidak mungkin dia jawab sedang ada di kafe bersama para personil Another. "Tentu saja, aku sedang baca buku."
"Kamu bisa bawain berkas yang saya taruh di meja kerja?"
"Apa?" Kiara melongo. "Tapi-"
"Tolong, ya. Yang warna merah."
Kiara mengeluh, berarti dia harus pulang dahulu ke rumah lalu pergi ke kantor. Kenapa Raskal selalu membuatnya kesusahan.
"Allen, Naraka, aku pulang dulu. Makasih buat hari ini," kata Kiara. "Sampaikan salam juga sama Jared." Setelah itu Kiara berlari keluar, berharap ada taksi yang lewat.
"Aku udah sampai ... pakai motor biar cepat ... astaga, kamu pikir aku anak kecil?!" bentak Kiara saat Raskal terus mengomelinya.
Kiara melepas helm, sengaja tidak memakirkan motornya di basement karena dia pikir tidak akan lama. Hanya perlu mengantarkan berkas yang dibutuhkan Raskal lalu pulang lagi. Dia mengangguk pada satpam yang menyapa dengan ramah lalu berjalan menuju meja resepsionis.
"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya sang resepsionis bername-tag Vina.
"Saya ingin menyerahkan berkas ini pada Pak Raskal."
Vina mengamati Kiara lalu tersenyum lebar. "Anda Bu Kiara? Pak Raskal sudah menunggu Anda. Bu Kiara bisa langsung menyerahkan berkas tersebut pada Pak Raskal. Kantor beliau di lantai enam."
Kiara langsung menggeleng tidak mau. "Tidak perlu, saya masih ada urusan. Kalau bisa Anda saja yang memberikan berkasnya pada Pak Raskal."
"Tetapi ... nah itu Pak Raskal sudah datang."
Kiara hanya bisa mendesah kesal.
"Kiara, sudah saya bilang jangan mengendarai motor!" kata Raskal menghampiri Kiara, memegang bahu perempuan itu, memeriksa setiap inchi tubuh Kiara.
Kiara memutar bola mata. "Aku baik-baik saja, astaga. Kenapa kamu berubah jadi menyebalkan?"
Raskal mendengus. "Nanti pulangnya bareng saya. Saya tidak akan biarkan kamu mengendarai motor lagi."
"Terus, motornya."
"Mana kuncinya? Biar saya suruh Pak Amin yang bawa motornya."
Kiara tidak mau memberikan kunci motor tapi melihat tatapan Raskal yang menakutkan, dia terpaksa memberikan kunci motornya. Menggerutu mengenai sikap Raskal yang seenaknya tanpa memikirkan keadaan Kiara.
Ke mana sikap dinginnya Raskal yang dahulu, sikap Raskal yang sekarang membuat Kiara ingin mencincangnya dan melempar potongan tubuhnya ke kutub utara biar dimakan sama beruang.
"Saya ada rapat sepuluh menit lagi, kamu tunggu di ruangan saya."
"Memangnya aku mau."
"Kiara!"
Kiara hendak mengatakan sesuatu saat seorang wanita berpenampilan seksi menghampiri mereka, tanpa memedulikan Kiara, wanita itu memegang tangan Raskal dan bersikap manja.
Kiara melongo kaget, mengamati wanita seksi dan ber-make up tebal. Keningnya berkerut samar. Apa wanita itu selingkuhannya Raskal? Kiara patut curiga.
"Kamu ke mana saja? Aku cari kamu di ruangan kamu tapi tidak ada."
Raskal menepis tangan Salsa, tapi Salsa kembali memegang tangan Raskal. "Saya pergi ke bawah."
"Pantes saja. Berkasnya sudah ada, kan?" Tatapan Salsa beralih pada Kiara. "Dia siapa?" Jelas-jelas Salsa sedang mengejek Kiara.
Kiara mendengus, melihat Salsa bersikap genit pada Raskal berarti Salsa tidak tahu kalau Raskal sudah menikah.
"Kiara, dia istri saya."
Namun Salsa tampak tidak percaya. "Wanita culun seperti dia istrimu? Jangan bercanda deh, Sayang. Kamu bahkan belum menikah."
Raskal menarik Kiara dan menunjukkan cincin Kiara. "Kiara istri saya, kami menikah. Dan kamu tidak perlu ganggu saya lagi. Atau istri saya akan ..." Raskal menatap Kiara yang bengong melihat mereka. "Pokoknya, kamu harus hati-hati. Istri saya sedikit menakutkan."
Salsa melongo, begitu juga dengan Kiara. Bisa-bisanya lelaki itu menganggap Kiara menakutkan.
Kiara menarik napas lalu tersenyum, dia menginjak kaki Raskal sekilas lalu menatap Salsa garang. "Saya Kiara, istri sahnya Raskal. Jika Anda berani menyentuh suami saya sedikit saja." Kiara berdecak. "Saya tidak akan tahu, harus pakai cara apa untuk menyingkirkannya."
Raskal tersenyum sedangkan Salsa melongo. Perlahan Salsa pergi dengan alasan harus menghadiri rapat. Setelah Salsa pergi, Kiara langsung menuduh Raskal yang menggunakan kesempatan dalam kesempitan.
"Terserah kamu saja. Saya pergi dulu. Kamu masuk saja ke ruangan saya. Jangan ke mana-mana. Ingat?!"
Kiara hanya berdecak, menatap punggung Raskal yang perlahan menghilang dari pandangannya. Entah mengapa, dia merasa Raskal mirip dengan seseorang.
"Hei, kamu, Kiara, kan?" tanya seseorang menepuk bahu Kiara."Masih ingat sama saya? Saya Sendi, temannya Raskal."
Kiara mengerutkan kening, mengamati lelaki di hadapannya dengan teliti. "Ohh, kamu yang menyuruh Raskal menciumku, kan?" tuduh Kiara.
Sendi tertawa. "Ahh, pantas Raskal menyukaimu. Maafkan saya untuk hal itu. Saya hanya ingin menggoda Raskal."
"Apa?"
Sendi menggeleng, bibirnya berkedut menahan tawa. "Bukan apa-apa." Sendi melihat ke sekitar. "Raskalnya lagi rapat, ya? Kamu mau nunggu Raskal di ruangannya? Atau ikut saya saja ke kantin." Sendi menunjukan kotak bekal. "Manda telat ngasih makan siang, kalau tidak dimakan dia pasti memarahi saya."
Karena Kiara tidak mau berdiam diri di ruangan Raskal yang pastinya tidak beda jauh dengan ruang kerjanya di rumah. Dengan senang hati dia ikut Sendi ke kantin, lelaki itu menawari makan siangnya tapi ditolak secara halus karena Kiara baru saja makan.
"Jam setengah tiga, dan kamu baru makan siang? Sungguh suami yang setia."
Sendi mengangkat bahu. "Saya memilih cari aman. Mending kelaparan daripada dimarahi istri."
Kiara tertawa, menilai sikap Sendi yang sangat berbeda dengan Raskal. "Meski nanti dimarahi sama bos juga, ya."
Sendi ikut tertawa. "Untungnya hari ini bosnya lagi keluar kota, kerjaan sayanya udah beres dari tadi." Sendi menatap Kiara. "Kenapa kamu juga tidak buatin makan siang buat Raskal?"
Kiara mengerutkan kening, membuatkan makan siang untuk Raskal? Mana Kiara mau.
"Raskal jarang sekali makan siang, apalagi kalau dia ngajar full di kampus."
"Maksudmu, Raskal sering melewatkan makan siangnya?"
Sendi mengangguk. "Iya, Raskal tidak cerita sama kamu? Dia sering sekali ngelewatin makan siangnya. Dia terlalu bekerja keras, katanya dia mesti cari uang yang banyak biar kamu senang. Dia mengatakannya sambil tertawa. Dasar aneh, bahkan akhir-akhir ini Raskal sering ketawa tidak jelas. Saya kira Raskal sudah gila."
Kiara tersenyum, pantas saja setiap kali Kiara memasak makan malam Raskal makan dengan lahap, karena Raskal jarang makan siang. Tapi akhir-akhir ini Raskal sering lembur, berarti Raskal juga tidak sempat makan malam.
Kemudian Kiara ingat ketika Raskal bilang, dia masih punya banyak uang untuk Kiara habiskan. Rupanya uang Raskal berkurang banyak sampai bekerja keras seperti sekarang.
"Harusnya Raskal tidak ngelakuin semua itu."
"Tapi dia akan tetap melakukannya, sekeras apa pun kamu atau orang lain melarangnya."
"Raskal bodoh."
Sendi menggeleng. "Memang sedikit bodoh, tapi Raskal memang harus melakukannya. Jika dia ingin bahagia."
Kiara menyipitkan mata, Sendi terlihat sangat mencurigakan. Kenapa ucapannya seperti mengandung sesuatu yang sangat berarti.
"Oh, iya. Tumben kamu mau ke sini?"
"Oh itu. Tadi Raskal menyuruhku membawa berkas yang ketinggalan." Kiara berdecak. "Aku heran, bagaimana bisa Raskal kerja kantoran sambil mengajar. Meski kelas yang diajarnya tidak banyak. Memangnya Raskal itu robot apa!"
Sendi terdiam sesaat, dia meminum air dengan wajah murung. "Raskal memang harus tetap mengajar meski dia kerja kantoran seperti sekarang."
"Kenapa?"
Sendi terlihat ragu mengatakannya. "Itu syarat dari ayahnya. Kalau Raskal mau kerja seperti yang diinginkan Raskal, dia harus tetap mengajar di kampus."
"Jangan-jangan, kampus itu punya keluarga Raskal?"
Sendi tersenyum lebar. "Yepp, kamu benar."
Kiara menggeleng, rupanya hidup Raskal memang sangat berat. Tapi kenapa Raskal selalu berpura-pura baik-baik saja? Mungkin karena Raskal tidak ingin membuat Farah khawatir. Kiara sama sekali tidak tahu dan tidak bisa menebak jalan pikiran Raskal.
