Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab. 5 Teman Lama

"Banyaknya kenangan yang ada, kadang menyadarkan kita kalau sudah tua."

- Ghea -

Pagi-pagi, Ghea sudah mandi dan berpakaian rapi. Seluruh keluarga sampai bertakbir dan sujud syukur, mengira Ghea rajin mandi karena akan dinikahi Yandi. Padahal, Ghea melakukannya karena Novita, teman baik di SMA, yang sudah lama tidak ada kabar mendadak muncul dan berkata akan bermain ke rumah Ghea hari ini.

"Kak, sedang kesambet ya?" Royyan, siswa kelas 2 SMP itu tak kuasa menahan diri. Ghea yang ditanya hanya mengambil tempe di meja makan, menggigitnya dua kali lalu menelannya dengan santai.

"Iya, kesambet tuyul dan mbak Yul. Jangan ngawur, deh. Daripada julid, mending kamu belajar yang bener. Nggak ada gunanya sarjana kalau cuma nganggur. Ujung-ujungnya kamu disuruh nikah, kata lain dari diusir dari rumah secara halus. Paham, Brother?" Ghea meluapkan uneg-unegnya.

Gaza, ayah Ghea, hanya diam mematung, membaca koran, berpura-pura tidak mendengar omelan anak perempuannya. Hardi, si Bungsu mendekat, berbisik ke telinga ayahnya.

"Yah, kak Ghea lagi PMS?"

Gaza hanya mengangguk setuju.

"Kagak! Kakak nggak PMS! Nggak datang bulan!" Ghea tegas membantah.

"Kak Ghea hamil?" Celetukan polos Hardi membuat Royyan dan Gaza cekikikan. "Kata Bu Guru, salah satu ciri perempuan hamil adalah tidak datang bulan."

Ghea menatap Hardi dengan tatapan macan. Walau tidak makan biskuat, dia juga bisa berubah menjadi macan. Namun, dia tidak tega berkelahi dengan adiknya yang masih kelas 3 SD. Nanti dia bakal diusir paksa oleh Fara, ibunya. Bagaimanapun keberadaan anak lelaki di keluarganya, dianggap memiliki kelas dan tahta tertinggi darinya. Meskipun Ghea adalah anak pertama, teraniaya oleh keluarga sudah biasa.

"Kagak usah ngawur, masih pagi. Setan-setan masih belum keluar. Novita, teman SMA kakak bakal datang. Kamu beliin minuman dan camilan, Roy!" Ghea memberikan perintah.

"Uangnya mana, Kak?" tanya Royyan sembari mengulurkan tangan.

"Minta Bunda. Kamu lupa? Kakakmu ini pengangguran. Uang kagak punya, tapi harga diri bertaburan!" Ghea berdecak sebal lalu pergi ke teras, berniat menunggu kedatangan Novita.

Tak lama kemudian, Royyan keluar. Sepertinya Fara sudah memberinya uang sehingga anak itu segera ke warung untuk menjalankan mandat dari kakaknya, Ghea.

Sebuah motor matic memasuki pekarangan rumah Ghea. Seorang perempuan dengan setelan casual, celana jeans biru dengan baju kemeja putih polos turun dari sepeda motornya. Setelah melepas helm Doraemon miliknya, dia berjalan mendekati Ghea yang tidak repot-repot mendekat.

"Halo, Guys. Novita is coming!" Perempuan dengan rambut sebahu bergelombang tersebut menyapa dengan nada khasnya, sedikit centil, tapi kocak. "Udah bunting, Ghe? Kok, aku nggak disambut?"

Senyuman Ghea yang nyaris terkembang, layu kembali. Novita memang suka bercanda, tapi perkataannya barusan termasuk tidak sopan, apalagi untuk Ghea yang masih perawan.

"Sembarangan! Kawin aja belum." Ghea mendengus, lantas memeluk dan cipika-cipiki dengan teman lamanya tersebut.

Kedua pun duduk di sofa.

"Kamu, kok, nggak ada kabar, sih? Dari grup juga keluar, kenapa emang? Sibuk?"

"Iya, sibuk ngurusin masalah hidup yang nggak kelar-kelar!" Ghea mendelik sebal.

"Hah? Jangan bilang kalau kamu nganggur? Orang nganggur biasanya sensi mulu." Tebakan Novita sama sekali tidak salah, meskipun ucapannya sedikit nyelekit di hati Ghea.

"Ya, Allah, Ghea! Serioulsy? Kamu pengangguran?" Seruan Novita tidak bisa slow. Ghea menjadi makin sensi.

"Itu mulut apa toa masjid? Nyaring amat volumenya," protesnya.

Novita cengir, "Sorry. Shock aja. Siswa terbaik seangkatan dan selalu ranking 1 pas sekolah dulu nggak jadi apa-apa. Rasanya, kayak kamu nyia-nyiain otak aja."

Anggapan yang tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Namun, tidak bisa dibenarkan juga. Sebab, kadang orang pintar kalah dengan orang beruntung. Ghea mungkin pintar, tapi soal keberuntungan sepertinya tidak sebesar Novita. Sahabatnya tersebut dulu selalu berada di bawahnya dalam soal kecerdasan, tapi berhasil menjadi pengusaha sukses. Dia menjalankan bisnis makanan yang sudah memiliki cabang di lima kota.

"Kamu nggak jualan otak sekalian? Kayaknya, otakmu kurang!" Ghea berkata judes, tersinggung.

Novita hanya terkekeh pelan, "Nggak bermaksud menyinggung kenyataan, just opini. Kalau pekerjaan nggak beruntung, asmara lain cerita, dong?" Perempuan itu duduk dengan manis, bersiap mendengarkan kabar baik.

"Ho'oh. Bentar lagi aku bakal nikah," ucap Ghea membuat Novita berseru gembira. Reaksinya lebih heboh daripada reaksi gembira keluarganya. Agak lebay.

"Akhirnya, hidupmu nggak ngenes banget, Ghe. Aku turut bahagia." Novita berpura-pura menyeka air matanya yang tidak keluar. "Siapa calonnya? Ganteng? Dokter, polisi apa anak pejabat?"

Novita terlalu berekspektasi tinggi. Ghea menjadi tidak tega memberitahu siapa calon suaminya.

"Kak Yandi." Royyan datang, selain membawakan makanan dan minuman, juga mewakili Ghea memberikan jawaban. "Silakan, Kak!" Royyan menawarkan dengan sopan.

Novita hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Setelah Royyan pergi, perempuan dengan tahi lalat di bibir sebelah kanan itu menoleh pada Ghea.

"Yandi?" Alisnya tertaut sempurna. "Maksudnya Yandi tetangga dan sahabat kecil kamu itu? Yang dulu, kamu bilang najis buat suka sama dia?" Novita memastikan dugaannya.

Ghea terpaksa mengangguk, sudah terlambat untuk mengelak. Kenyataan memang selalu menyakitkan.

"What? Buahhaaa..." Tawa Novita pecah di udara. Ghea hanya mengelus dada, beristighfar agar tidak menjambak dan mengusir paksa Novita dari rumahnya sekarang juga.

"Puas ketawanya?" Ghea berdecak sebal.

Novita berusaha mati-matian meredakan tawanya. "Emang ya, kalau jodoh nggak ke mana. Dulu kamu bilang najis dan amit-amit, tahu-tahu kamu embat juga."

Ghea mendesah kasar. Entah kenapa kesal.

"Gimana ceritanya bisa mau nikah sama dia? Kamu pelet apa gimana? Dia kan, kayaknya anti wanita. Nggak kamu tes dulu, dia nikah sama kamu karena cinta apa nutupin aib kalau homo?" Novita memang suka ceplas-ceplos kayak telur mata sapi dikasih garam kebanyakan.

"Sembarangan! Yandi normal. Dia cinta mati sama aku." Ghea tidak terima Yandi dituduh yang tidak-tidak. Walaupun, dia memang tidak pernah melihat Yandi memacari siapapun.

"Darling!!!" Ghea berteriak sembari memanggil Yandi saat melihat lelaki itu keluar dari rumahnya.

Yandi hanya mematung, sepertinya dia muncul di saat tidak tepat. Bulu kuduknya meremang saat Ghea memanggilnya dengan darling.

"Udah sembuh ya? Mau ke mana? Cintamu di sini, nih!" Ghea sama sekali tidak bisa membaca situasi.

Yandi tidak menjawab, hanya masuk ke rumahnya lagi.

"Lah, kok, dia kabur?" tanya Novita.

"Dia malu mungkin, kemarin, kan, aku jenguk ke rumahnya. Dia sakit rindu padaku!" Ghea nyengir dengan penuh percaya diri membuat Novita mendadak mules.

"Toilet mana? Mendadak pengen boker," ujar Novita jujur.

Ghea hanya tergelak sembari dalam hati berdoa agar Yandi nggak keluar dari rumahnya lagi. Dia juga mules setelah ngomong kayak barusan. Sumpah, jijik! Meski mereka berteman sejak kecil dan berencana menikah, mencoba kasmaran padahal tidak, benar-benar membuatnya mual.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel