SAKSI
Dipandanginya pria kerdil tersebut. Melihat gerak-gerik dan cara menjawab pertanyaan dan memperhatikan pandangan kedua mata pria tersebut. Itu bukan sepasang mata pembunuh, melainkan sorot mata ketakutan. Carla langsung menarik Carlton, karena kemungkinan interogasi akan berlangsung lama dan tidak tahan melihat pria kerdil itu di interogasi.
“Hei, kau ini kenapa?” Carlton bersuara.
“Kalian membuang-buang waktu," jawab Carla.
“Carla, bukankah kau tadi berjanji tidak akan menggangguku untuk bekerja?" Carlton mengingatkan.
"Ih, kau ini! Aku sedang membantu bukan mengganggumu," jawab Carla.
"Kukatakan sekali lagi, dia bukan pembunuhnya, periksa IQ-nya! Pria itu sepertinya mengalami keterbelakangan mental, memiliki daya pikir anak-anak meski usianya sudah dewasa. Lagipula tidakkah kau lihat respons dan tatapan matanya ketika melihat foto-foto para korban, itu seperti anak berusia tujuh tahun yang ketakutan melihat hantu," jelasnya lagi.
Carlton bergeming…
"Coba kau pikirkan, dengan daya nalar seperti itu apakah mungkin dia tahu cara menghabiskan darah para korban?" Carla bersuara lagi.
Lelaki itu memikirkan perkataan gadis di hadapannya beberapa menit dan ternyata itu ada benarnya. "Kau tunggu di sini!" Dia segera masuk ke ruang interogasi dan menghentikan kegiatan interogasi Gregory, lalu memerintahkan untuk membawa Tuan Murrad ke tempat tes intelegensi.
"Bawa Tuan Murrad untuk di tes intelegensi!"
Carla yang melihat Gregory membawa pria kerdil tersebut ke luar dari ruangan interogasi bisa merasakan kesedihan dari sorot matanya. "Kau akan baik-baik saja," ujarnya dari jauh dan Murrad bisa membaca gerak bibir itu, lalu tersenyum.
"Kau pulanglah!" ujar Carlton kepada Carla. "Aku tidak bisa mengantar, masih banyak pekerjaan yang harus kukerjakan."
"Tentang keluarga Vlad, kapan kita akan menanyai mereka?" Carla bertanya dengan nada ingin sebuah kepastian.
"Akan kukabari nanti," jawab Carlton.
"Baiklah jika begitu. Aku akan menunggumu menjemputku, Sayang." Carla sedikit menggoda Carlton dan bergegas pergi sambil meniupkan ciuman selamat tinggal dari tangannya.
Beberapa pegawai yang mendengarnya, segera saja berbisik-bisik. Bos dingin mereka sudah mulai berkencan.
"Lihat apa kalian? Kembali bekerja!" Suara Carlton menggema.
Carlton kembali masuk ke ruangan dan membolak balik berkas-berkas pembunuhan berantai yang telah terjadi, mencari petunjuk yang mungkin saja terlewatkan.
Hari-hari berlalu dan masih dengan kesibukan yang sama. Perkembangan hasil penyelidikan dan hasil tes pun masih seperti sebelumnya. Seperti perkiraan Carla. Daya intelegensi Tuan Murrad termasuk rendah dan akhirnya dia dibebaskan.
"Tuan," panggil Murrad dengan berbisik kepada Carlton. "Wanita itu masih berkeliaran, aku takut. Sangat takut," ujarnya dengan ekspresi anak-anak yang seperti baru saja melihat hantu.
"Wanita?" tanya Carlton.
"Aku ... aku ...," ujar Murrad terbata. "Dia membunuh malaikatku. Wanita itu membuat malaikatku ... wanita itu membuat malaikatku berlumur darah," lanjutnya sambil menangis.
"Siapa malaikatmu?"
Tentu saja Carlton memiliki rasa ingin tahu yang besar. Murrad menunjuk ke salah satu foto yang ditempel di papan penyelidikan dan membuat lelaki di hadapannya terkejut. Orang yang baru dibebaskan ini bukanlah pelaku, melainkan saksi.
"Gregory!"
Carlton mengajak Murrad ke sebuah ruangan, pria kerdil itu pernah melihat lelaki tersebut pernah bersama dengan Carla, wanita yang pernah memberi semangat dengan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Karena itu dia percaya dan bersedia menceritakan apa yang dilihat langsung di hari itu.
"Tuan Murrad, bisakah kau ceritakan tentang malaikatmu ini?" pinta Carlton seraya meletakkan foto Nona Fanning di atas meja.
Melihat foto Nona Fanning, Murrad segera mengambil dan memeluknya sambil
menangis, "Aku ... aku selalu menemuinya beberapa hari sekali, karena dia yang meminta. Dia selalu membawakan makanan kesukaanku dan juga uang saku untuk membeli lolipop." Jeda sejenak, "Hari itu, tiba-tiba saja aku ingin pergi menemuinya, tetapi aku melihat dia sedang menolong seorang wanita. Aku mengikuti dan melihat dia mati begitu saja di tangan wanita itu," jelasnya sambil terisak menangis.
"Mengapa kau tidak menolong Nona Fanning?" tanya Gergory.
"Aku ingin menolong dan keluar dari tempat persembunyianku, tetapi Nona Fanning melihatku dan mengatakan 'tidak' dengan menggelengkan kepala, sehingga aku pun menurut dan tetap bersembunyi," jawab Murrad.
Gregory dan Carlton saling memandang, dalam pikiran mereka memang merasa jika Nona Fanning memang malaikat tak bersayap, mengorbankan nyawa demi seseorang seperti Murrad.
“Nona Fanning memang benar-benar malaikat,” puji Carlton.
"Tuan, bukankah malaikat memiliki kekuatan spesial? Mereka tidak bisa mati bukan?" Murrad bertanya dengan tatapan mata yang polos.
Carlton dan Gregory saling memandang, lalu Carlton bersuara, "Tuan Murrad, tugas malaikat Nona Fanning di dunia sudah selesai. Sekarang dia bekerja di kerajaan langit bersama malaikat yang lain untuk melindungi kita dari atas sana," jawabnya seraya berusaha menghibur.
"Ah, begitu. Jika seperti itu, maka aku tidak akan bersedih lagi," jawab Murrad
"Dan, kau tahu, Tuan Murrad? bahkan sekarang Nona Fanning sedang menjagamu. Mereka meminta kami untuk menempatkan kau di rumah aman," ujar Carlton.
"Benarkah?" Mata Murrad langsung berbinar.
"Ya, di sana kau akan dijaga oleh pengawal terbaik dan akan banyak lolipop untukmu," jawab Carlton.
"Jika begitu aku bersedia pergi ke sana," jawab Murrad.
Gregory pun segera mengatur rumah aman yang diperuntukan bagi saksi untuk menjamin keamanannya.
"Apa kau mengingat rupa wanita tersebut?" Carlton bersuara lagi. "Dia memiliki wajah yang aneh dan juga pincang."
"Apa kau masih mengingat wajahnya?"
Carlton pun memilih untuk menyudahinya, karena meskipun berusia dewasa, tetapi pemikiran Murrad dalam kelompok pemikaran anak berusia tujuh tahun. Berdasarkan keterangan dari lelaki itu, profil pelaku semakin dipersempit menjadi mengarah hanya ke satu gender saja, yakni perempuan.
Setelah mendapatkan profil tambahan untuk pelaku pembunuhan berantai ini, Carlton segera saja meminta timnya untuk mengumpulkan berkas-berkas residivis wanita yang mengalami cacat bawaan.
Jika pria itu bersibuk menganalisa, maka Carla tengah disibukan oleh Nyonya Seymour yang kini mengundangnya untuk makan malam. Tanpa curiga, gadis itu pun memenuhi undangan tersebut.
Sementara itu, selain meminta berkas-berkas, Carlton juga meminta semua rekaman CCTV di tempat kejadian mayat ditemukan. Melihat rekaman dengan teliti dan serius, dari sebelum kejadian dan sesudah kejadian. Ponselnya menerima notifikasi pesan, balasan pesan dari Carla, yang mengabarkan saat ini sedang bersama Nyonya Seymour untuk makan malam bersama.
Di ruang rapat, Carlton memijit-mijit pelipisnya, lalu memandangi lagi rekaman CCTV dan tiba-tiba berdiri dari kursi, "Berhenti disitu!" ujarnya seraya menunjuk ke layar datar itu.
"Perjelas lagi!" perintah Carlton. "Nyonya Seymour?" gumamnya.
Untuk memastikan prasangkanya, dia meminta kepada operator video agar mencari satu wanita yang sama dalam rekaman CCTV baik sebelum kejadian atau setelah kejadian. Nyonya Seymour datang beberapa kali di lingkungan itu, dan setelah kejadian wanita itu ada di sana, hanya untuk melihat pengevakuasian mayat yang menjadi korban.
