Pustaka
Bahasa Indonesia

PARTNER IN LOVE

42.0K · Tamat
Catatan Ayra
40
Bab
829
View
9.0
Rating

Ringkasan

Carla seorang dekteftif swasta dan Carlton seorang komisaris polisi, menjadi dekat karena satu kasus lama yang belum bisa terungkap. Bersama-sama ingin mengungkap kasus tersebut, pada akhirnya membawa mereka kepada pertualangan-pertualangan seru lainnya di dalam menangkap para kriminal, baik yang serampangan ataupun kriminal berdasi putih. Akankah keduanya bisa salinh jatuh cinta pada akhirnya?

RomansaBillionaireDewasaPernikahanSweetThrillerWanita CantikSalah Pahamactionpembunuhan

COUNT DRACULA

Carla masih berdiri di pemakaman yang sepi, walaupun sedang hujan deras membuat tanah pemakaman semakin licin untuk dipijak. "Ya, Tuhan, mengapa hujan derasnya harus malam ini?" bergumam sambil membenarkan jas hujannya.

Di salah satu desa terpencil dekat pegunungan Transylvania, ada rumor yang mengatakan bahwa di sini ada count dracula. Area pemakaman ini dekat dengan hutan paling seram di dunia.

"Ah, sial! Harusnya aku tidak mengambil pekerjaan ini!" Carla sedikit menyesal karena mengambil keputusan untuk menyelidiki kasus ini hanya demi mendapatkan bayaran besar, yang akan digunakan untuk penyelidikan kematian sang ibu.

Entah berapa lama gadis tersebut menyelidiki kasus kematian sang ibu, tetapi semua seperti berhenti di jalan buntu. Namun, karena sudah bertekad, dia pun tetap akan melanjutkan penyelidikan sampai semua itu terungkap. Tak berselang lama, beberapa orang membawa peti mati datang dan memasukannya ke lubang yang telah digali dari kemarin.

"Akhirnya ... setidaknya aku mendapatkan gambar untuk dilaporkan." Carla sedikit senang, karena dapat mengambil gambar dengan kamera tahan air miliknya.

Namun, tiba-tiba ada tangan kekar yang membekap dan menggendongnya seperti memikul karung beras, lalu menjatuhkan ke tanah basah di dekat area pemakaman itu.

"Hei, kau!” seru Carla sambil mencoba berdiri dengan benar, "Kau ... " Dia terdiam ketika melihat Carlton yang sedang memandang ke arahnya.

Ya, orang yang tiba-tiba membekap dan menggendongnya tadi adalah Carlton. Mereka sudah saling mengenal sejak Carla remaja. Gadis yang dikenal mempunyai gaya penyelidikan yang serampangan. Satu hal yang paling mengikat mereka adalah kasus lama yang sampai saat ini belum juga terungkap.

"Kau ini nakal sekali!" ujar Carlton sembari mendesis.

"Hei! Aku hanya mengerjakan tugas dari klienku," jawab Carla.

"Tugas apa? Berburu drakula?" tanya Carlton sinis. "Ciiih!" gumamnya setengah menyindir. "Apa kau bodoh?" Lelaki itu mengetuk-ngetuk kepala Carla dengan jari tengah dan jari telunjuknya.

"Hei, apa kau ini seorang Komisaris Polisi? Mengapa kau pandai sekali menggertak seorang gadis?" balas Carla bersungut-sungut kesal.

"Gadis?" Carlton seraya memandangi Carla dari ujung kepala sampai ujung kaki, "Apa kau tidak pernah bercermin? Mana ada gadis serampangan sepertimu!" ujarnya sambil mentertawai wajah Carla yang sedikit terkena lumpur.

Akhir pekan adalah waktu untuk berkencan dan hang out dengan teman, atau bahkan sekedar menghabiskan waktu dengan keluarga. Namun, Carla lebih memilih pergi ke pemakaman di pegunungan dan itu untuk menyelidiki suatu hal yang belum pasti. Sungguh miris!

"Carla," panggil Carlton. "Di sini adalah area pemakaman pribadi, menerobos paksa itu sama saja melanggar hukum." Dia memberikan peringatan dengan nada serius.

"Tunggu dulu, mengapa aku merasa kau seperti sedang melindungi keluarga count dracula tersebut?" Carla menatap lelaki di hadapannya.

"Dengar, tidak ada count dracula dan aku bisa menjamin itu. Sekarang kau pulanglah!" perintah Carlton.

"Mereka meminta perlindunganmu, bukan?"

"Mayat-mayat itu tidak ada hubungannya dengan mereka. Jadi, kau pulanglah!" perintah Carlton lagi. "Pulang atau ikut aku ke penjara?"

Tanpa menunggu jawaban Carla, lelaki itu mengambil kamera gadis tersebut dan langsung menghapus foto-foto yang baru saja diambilnya tadi.

"Hei, mengapa kau semena-mena seperti ini?" teriak Carla.

"Aku? Semena-mena?" Carlton berbalik tanya. "Kau ini benar-benar, ya!" Dia menaikan nada suara sembari mengeluarkan borgol dari sakunya.

“Oke, aku akan pergi!” jawab Carla bersungut kesal.

Carla dengan kesal membuka jas hujannya, seraya menyerapahi Carlton dan melajukan mobil sambil tersungut-sungut, "Mereka tidak akan mengizinkanku untuk berhenti menyelidiki, karena sudah membayar mahal untuk berita ini!" serunya. "Huh! Bicara saja dengen cermin sana!”

Carlton kembali ke rumah keluarga Vladimir, mereka adalah keturunan keluarga bangsawan yang sudah ada semenjak ratusan tahun lalu di Rumania. Semakin malam, rintikan hujan dan hentakan suara sepatu pria itu yang berjalan di sepanjang koridor seperti menambah kemisteriusan kastil Vlad ini.

"Tuan Vlad," sapa Carlton. "Aku ikut berduka," ujarnya pelan.

"Ya, terima kasih. Kami sudah terbiasa dengan ini. Sepertinya ini memang mengutuki keturunan kami," jawab Tuan Vlad yang mencoba menerima kenyataan. "Carol, putri kami, dia sangat cantik. Namun, takdir begitu kejam kepadanya." Ada helaan napas panjang saat mengucap kalimat itu.

"Tenanglah, Tuan Vlad. Kami akan memberikan perlindungan sebagaimana mestinya," janji Carlton.

"Ya, kami sudah cukup terpukul dengan kepergian Carol. Jadi, aku sangat berharap kepada kalian untuk bisa membantu menjaga keluarga kami!" pinta Tuan Vlad.

"Kami akan lakukan yang terbaik," janji Carlton lagi.

Sesampai di motel, Carla segera masuk ke kamar mandi dan sebelum membersihkan diri, dia memperhatikan pantulan diri di cermin. Masih ada sedikit sisa lumpur tanah menempel di wajah dan rambut, lalu tidak sengaja mengingat perkataan Carlton.

“Pria itu!” kesalnya.

Setelah selesai mandi dan memakai piyama tidur, dia meminum segelas susu,

lalu menarik selimut dan berharap esok akan lebih baik dari hari ini.

Saat matahari sudah terbit sempurna dan gadis itu sudah rapi dengan jas panjangnya, karena semalaman sempat kehujanan, kini dia sedikit terkena flu. Mematut diri di depan cermin, lalu mengeluarkan lipbalm dan menorehkan di bibir.

"Nah, sudah cantik," pujinya kepada diri sendiri, lalu beranjak turun untuk sarapan di restoran motel dan samar-samar masih mendengar gunjingan orang tentang keluarga Vlad. Tentang keanehan-anehan keluarga tersebut, yang hampir tak pernah bersosialisasi.

Pernah ada satu kejadian, ketika keluarga itu keluar untuk melihat festival, tiba- tiba Carol berlari ke jalan dan dengan seketika kulitnya memerah dan membengkak. Semenjak saat itu, mereka enggan keluar rumah lagi dan dikenal sebagai keluarga yang tidak bisa terkena sinar matahari.

Carla mendengarkan dengan seksama, lalu menyudahi sarapan dan mulai penyelidikannya untuk mendapatkan berita. Dia bahkan sudah membayar mahal kepada salah satu pelayan di kastil Vlad untuk bisa masuk ke sana.

"Nona, pakailah ini!" perintah sang pelayan.

"Baju pelayan?" Carla menatap takpercaya.

"Ya, baju ini akan memudahkan rencanamu. Dengan menyamar sebagai pelayan, kau bisa berjalan ke setiap koridor kastil," jawab pelayan tersebut.

Meski sedikit enggan, tetapi Carla tetap mengenakan seragam pelayan itu. "Aku telah siap," ujarnya.

Mereka pun memasuki kastil Vlad. Sebelumnya, gadis itu sudah menanyakan banyak hal kepada pelayan tersebut, tetapi usaha itu sia-sia. Karena, meskipun sudah bekerja cukup lama di kastil ini, rahasia keluarga Vlad benar-benar tertutup rapat.

Ah, mencari uang, harus sesulit inikah? keluhnya dalam hati saat merasa semua hal di kastil Vlad ini serba misterius.

Carla yang sudah selesai membersihkan karpet dengan penyedot debu, langsung mematikan mesin penyedot debu itu dan memandangi pigura foto yang berjejer di koridor. Gadis itu benar-benar memperhatikan semua foto tersebut dengan cermat. Dari waktu ke waktu jelas ada perubahan drastis pada wajah-wajah mereka. Foto-foto terakhir lebih enak dipandang.

"Apa keluarga ini terkena sebuah kutukan?" pikirnya seraya mengambil beberapa foto yang terpajang di dinding dengan kamera digital.

Selesai mengambil foto, Carla memasukan kembali kameranya dan mulai mendorong troli yang berisi peralatan kebersihan, lalu menyusuri lagi koridor-koridor kastil Vlad dan tatapan gadis itu langsung tertuju pada kamar yang melihat ada rantai melingkar dan gembok di handle pintu.

"Kamar ini nampak mencurigakan," gumamnya perlahan mendekati kamar tersebut, lalu memperhatikan bentuk gembok dan hatinya kecewa ketika tidak bisa mengakali untuk membuka pintu kamar itu. Dia hanya bisa mengambil foto-foto untuk dijadikan ilustrasi artikel nanti.

Setelah selesai menyusiri Kastil Vlad dan mencatat setiap hal yang menurutnya mencurigakan, gadis itu pamit kepada sang pelayan yang tadi membantunya. "Aku akan menghubungimu, jika membutuhkan bantuan lagi."

"Senang bekerja sama denganmu, Nona," jawab pelayan tersebut.

Carla kembali ke motel dan memindahkan semua foto tersebut ke laptop, lalu memperhatikan lagi lekuk-lekuk rahang dan wajah-wajah keluarga Vladimir.

Perkawinan sedarah? Mungkinkah? Gadis itu memutuskan untuk pergi ke perpustakaan nasional untuk membuktikan kecurigaannya dan misteri di balik keluarga Vladimir.

"Apa mungkin apa yang dikatakan Carlton itu benar? Tidak ada Count Dracula, tetapi ada rahasia besar yang lain dibalik keberadaan keluarga Vladimir," gumamnya sambil menggigit ujung pulpen yang ada di tangan.

Berjam-jam membolak-balikan halaman beberapa buku, menyesuaikan semua catatan yang dibuat selama menyisir kastil Vlad. Semua dilakukan untuk pemetaan data dan agar memudahkannya mencari petunjuk.

"Aku harus bisa menemukan rahasia di balik semua ini!"