PENGINTAIAN
Mobil-mobil patroli sangat sibuk menyisir jalan-jalan ramai ataupun sepi. Banyak sekolah yang mulai mengimbau para siswi untuk segera kembali ke rumah setelah selesai jam sekolah. Beberapa hari berpatroli, tidak ada hal yang mencurigakan.
Di tempat lain, kesehatan Carla sudah membaik dan berencana untuk segera kembali ke Mansion Vald. Kamar misteri yang bergembok rantai besar waktu itu benar- benar mengusik kepala, juga rasa ingin tahunya.
"Apa kau bisa membantuku lagi?" tanya Carla kepada pelayan yang membantunya kala itu. "Tenanglah, aku akan tetap membayarmu mahal."
Kesepakatan pun terjadi kembali. Pelayan tersebut akan membawa gadis itu masuk kembali ke Mansion Vlad dalam dua hari ke depan, ketika Tuan dan Nyonya mereka pergi ke luar rumah karena akan mengurus sesuatu hal di bank.
Hari pengintaian pun tiba, "Apakah kau sudah memiliki kuncinya?" tanya Carla kepada pelayan tersebut.
"Ya, tentu saja." jawabnya.
Carla mengikuti pelayan itu. Namun, langkahnya terhenti dan mengamati pigura foto-foto yang terpajang di dinding koridor kastil Vlad ini.
Pelayan pun memanggil dan berseru pelan, "Ayo, cepat! sebelum Tuan dan Nyonya Vladimir datang." Mereka melangkah cepat menuju kamar misteri, "Lakukan dengan cepat apa pun yang ingin kau cari!" ujarnya lagi.
"Baik, terima kasih," ujar Carla seraya memperhatikan ruangan itu, lalu terduduk di lantai. Tubuhnya sedikit gemetar karena melihat pemandangan di kamar tersebut. Di sudut kamar terdapat alat pasungan seukuran orang dewasa. Di tempat tidur terdapat rantai tangan untuk tangan dan kaki. Semua tirai jendela berwarna hitam.
"Apakah ini seperti sebuah penjara?"
Kamar itu mengeluarkan aroma suram dan keputusaasaan. Lampu yang remang dan redup, bahkan sinar matahari pun enggan masuk ke kamar ini.
"Siapa yang mau tinggal di kamar ini?" gumamnya seraya mengambil foto-foto yang dirasa akan diperlukan untuk penyelidikan, lalu melakukan pengecekan ke sekeliling kamar. Mencari petunjuk yang tersisa, meskipun itu hanya sebuah petunjuk kecil.
"Apa ini?" Carla menemukan kertas lusuh, yang berisikan catatan Adopsi. "Siapa yang di adopsi? Kamar ini? Apakah berkaitan dengan seseorang yang tercatat di surat adopsi ini?"
"Nona," panggil pelayan di luar pintu. "Apakah sudah selesai?"
"Ya, ya. Sebentar lagi!" jawab Carla.
"Cepatlah! Tuan dan Nyonya Vlad sudah kembali," pelayan tersebut memberitahu.
Mendengar perkataan pelayan tersebut, Carla pun mengakhiri penyisiran dan bergegas keluar dari kamar isolasi tersebut. Mereka mengendap pergi meninggalkan koridor kamar tersebut.
"Hei! Berhenti!" seru Tuan Vladimir, nyaris berteriak.
Carla yang sedang berlari segera saja menghentikan langkahnya, sedangkan sang pelayan langsung bersembunyi di bagian tembok lain.
Ah, Nona, habislah sudah. Mengapa larimu begitu lamban? geram pelayan tersebut dalam hati.
"Siapa kau?" Tuan Vladimir mendekat. "Hei! Aku sedang berbicara kepadamu!" Dengan marah dia menarik lengan Carla.
"Ah, Tuan ... " Carla gugup, tetapi saat melihat Carlton juga ada di belakang Tuan Vladimir, dia langsung berinisiatif. "Ah, sayang ... " panggilnya kepada Carlton seraya melepaskan tarikan tangan Tuan Vladimir.
"Sayang, maafkan aku. Karena mansion ini sangat indah, aku pun memutuskam
berjalan-jalan sendiri tadi," ujarnya lagi seraya memaksakan senyuman.
Baru saja Carlton akan berbicara, gadis itu cepat-cepat mentautkan bibir mereka.
Seketika mata lelaki tersebut terbelalak mendapati gerakan impulsif seperti itu.
"Sayang, tidakkah kau merindukanku?" Carla terpaksa menggandeng mesra lengan Carlton dan bersandar di bahu lelaki itu demi melancarkan sandiwaranya
Tuan Vladimir yang melihat keakraban keduanya itu pun segera meminta maaf, sementara Carlton masih mengumpulkan serpihan hati yang terkejut karena Carla tiba- tiba menciumnya.
"Maafkan atas kekasaranku, Nona," ujar Tuan Vladimir.
"Tak apa, Tuan. Jika kalian memang ada hal penting yang ingin didiskusikan, aku permisi lebih dulu,” jawab Carla seraya melepaskan tangannya yang melingkar di lengan Carlton.
"Sayang," Carlton memanggil Carla seraya menahannya. "Bukakankah tadi kau bilang merindukanku?" Nada bicara dan tatapan menyindir. "Kami sudah selesai, jadi aku adalah mililkmu seharian," ujarnya, lalu mencium pipi gadis itu dan berbisik. "Kau ini benar-benar nakal sekali. Haruskah aku benar-benar memborgol tangan dan kakimu?"
"Kau itu manis sekali," jawab Carla seraya menepuk-nepuk dada Carlton.
"Jika begitu, ayo!" ajak Carlton seraya merangkul pinggang Carla. "Tuan Vladimir, kami pamit," ujarnya.
"Baik, silakan nikmati waktu kalian berdua," jawab Tuan Vladimir setengah mencandai mereka berdua.
Carlton segera menggandeng tangan Carla dan membawanya pergi dari hadapan tuan Vlad. Mereka berjalan ke parkiran mobil dengan saling merangkul.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Carlton bersuara.
"Bekerja," jawab Carla enteng.
"Bukankah sudah kukatakan agar menjauhi Mansion Vlad dan sudahi segala bentuk penyelidikan bodohmu ini?" ujar Carlton marah.
"Bodoh kau bilang?" ujar Carla lantang dengan mata berkaca-kaca. "Apa aku terlihat bodoh, hanya karena membutuhkan uang untuk bisa mencari tahu tentang kematian ibuku?" lanjutnya seraya menahan air mata, dengan suara tercekat dia berkata lagi, "Apa aku terlihat bodoh, hanya karena sangat menyayangi ibuku dan tidak rela dengan kematiannya yang sangat misterius itu?" seru gadis itu dengan dada naik-turun, karena menahan amarah. "Tuan Komisaris yang terhormat, kau tidak akan pernah bisa menghentingkan langkahku!"
Carla pergi meninggalkan Carlton yang masih berdiri diam melihat gadis itu menghapus air matanya.
"Egois! Aku membencimu Tuan Carlton yang terhormat," gumam Carla sambil menahan isak tangisnya dan melajukan mobilnya dengan cepat.
Carla, ini semua demi kebaikanmu. Tidakkah kau paham? jawab Carlton dalam hati dan merasakan sesuatu yang berbeda, juga ngilu ketika melihat air mata Carla terjatuh
Carla tetap meneruskan menyelidiki kasus ini, meskipun Carlton terus menghalanginya dengan berbagai macam cara yang tak jarang membuat kesal. Malam ini karena ingin menghilangkan penat dan mengurangi rasa marah yang membara di hati terhadap pria itu, kini dia memilih pergi ke salah satu bar.
Ketika merasa sedikit mabuk, gadis itu memutuskan untuk pulang dan saat ke luar dari bar, dia tidak sengaja menabrak seorang wanita kerdil dengan kaki bengkok.
"Ah, maafkan aku, Nyonya," ujarnya sopan.
"Apa kau baik-baik saja, Nona?" tanya wanita tua tersebut.
"Ya, aku baik-baik saja, Nyonya," jawab Carla seraya memunguti kantung belanja yang terjatuh, termasuk pisau bedah 6 mata pisau. "Maafkan aku Nyonya, aku sedikit mabuk," ulangnya seraya memberikan kantung belanja itu kepada wanita tersebut.
"Berhati-hatilah, Nona. Tidak baik gadis muda sepertimu mabuk-mabukan," nasihat wanita tersebut.
"Ah, ya. Terima kasih, Nyonya," ucap Carla sopan. "Mohon maafkan aku, Nyonya...
"Seymour. Nyonya Seymour," jawabnya.
"Ah, ya. Senang bertemu denganmu," ujar Carla lagi.
"Gadis cantik, lain kali kau harus lebih berhati-hati lagi jika bertemu denganku," ujar Nyonya Seymour sambil melemparkan senyum sedikit menyeringai.
.
