

Part 6. Hamilin Gua
"Lo mau hamilin gue?"
Eko menoleh cepat, mendekatkan telinganya ke wajah Lusy mencoba dengar kembali apa yang sahabatnya itu katakan.
"Ulangin....!"
"Hamilin gue Njing" Lusy mengulangi dengan yakin membuat Eko menatapnya lekat.
"Gue sih oke-oke aja masalah hamil menghamili...! Tapi tujuan Lu Hamil apa...? Kenapa ga si Ilham yang ngehamilin Lu...? Atau jangan-jangan si Ilham impoten...?" Eko terhenti saat Lusy meletakkan telunjuknya ke bibir.
Lusy lalu berdiri ia mengajak Eko berjalan menuju kamarnya agar pembicaraan mereka lebih tenang. Keduanya berjalan seperti biasa menuju kamar Eko
Mereka sampai di kamar Eko, kamar besar dengan desain bernuansa jepang di dominasi kayu warna putih dan coklat.
Lusy duduk di tempat tidur di sampingnya Eko merebahkan tubuhnya.
"Lo serius mau gue hamilin?" tanya Eko lagi.
Lusy mengangguk. "Gue mau punya anak, gua mau hukum Ilham dengan cara Gue."
Eko kembali duduk lalu terkekeh.
"Orang gabut itu jalan-jalan, makan atau apa gitu."
"Oiya, lo pasti enggak mau sama gue secara gue ga secantik cewe lu maupun ce persembahan lu kan..? Atau karena gue bini orang...?"
Lusy sadar diri dirinya tak secantik Kania, Nina atau gadis lain yang selama ini dinikmati Eko Mereka memang standar kecantikan yang jelas berbeda dengan Lusy si imut.
Kekasih Eko atau wanita yang pernah bergumul dengan sahabatnya itu memiliki tubuh dan wajah yang sempurna. Jelas Lusy merasa jika ia tak pantas disandingkan dengan gadis-gadis itu.
"No, serius, bukan itu masalahnya. Buat gue yang penting rudal gue bisa bersarang dengan baik sih," sahut Eko dengan mimik serius.
Dan apa yang dikatakan Eko sontak membuat Lusy membuka matanya lebar-lebar karena cukup terkejut dengan apa yang dikatakan Eko barusan.
"Gimana, gimana maksud lu, rudal lu ga akan bangun gitu kalau Sama gue?"
Eko melirik bagian kebanggaan tubuhnya. "Burung gue," katanya lagi menekankan sambil menunjuk kelaminnya didalam celana jeans-nya.
Apa yang dilakukan Eko membuat Lusy ikut menatap apa yang tadi di perhatikan sahabatnya itu.
Memerhatikan itu Eko terkekeh, lalu mendorong wajah Lusy dengan tangannya.
"Mesum banget muka lo." Eko meledek sahabatnya itu.
Lusy menggelengkan kepala mencoba tak memikirkan apapun. Termasuk bagaimana ia membayangkan bentuk-bentuk burung dalam pikirannya.
"Jadi lo mau enggak ngehamilin gue?"
Eko menatap Lusy serius, ia coba cari keseriusan dari permintaan sahabatnya barusan.
Karena ia tau betul bagaimana hubungan sahabatnya itu dengan Ilham suaminya.
Dan ia tak ingin merusak sahabatnya sendiri meski ia pernah menawarkan diri untuk menikahi Lusy saat sahabatnya itu patah hati karena ditolak oleh Ilham.
"Lo harus yakin dulu, jujur sih ini new experience juga buat gue ngehamilin perempuan...! Eh wait..! Lu inget Utari..? Tadi Dia datang kerumah ngaku hamil anak gue. Anjing tu cewe.
Untung aja bokap gue cerdas,dipanggil dokter, diperiksa. Negative. Ampir aja nyokap gue Kena serangan jantung...!" Eko menceritakan kedatangan Utari kerumahnya di Jakarta.
"Gue serius mau punya anak. Lu ga usah khawatir, gue ga akan nyebutin ini anak lu.kita bersahabat bukan sehari dua hari Njing...!"
"Anjir! Gua percaya sama Lu nying...!Gue mau lah! Masa Gue enggak mau diajak bobo enak. Kita ke Thailand gue bakal kasih pengalaman bulan madu yang menyenangkan buat lo. Ya, karena lo sahabat gue,lo juga sekertaris gue terhebat, jadi .., gue bakal treatment sebaik mungkin." Eko kembali merebahkan tubuh tangannya menjulur, Lusy segera menggenggam tangan sahabatnya itu lalu Eko membawa genggaman tangan itu ke dadanya.
"Temenin gue sebentar sampai tidur."
Sejak dulu hanya Lusy yang bisa menenangkan Eko.
Sahabat setianya yang selalu mendengarkan keluhan dan kegilaan nya
Malam hari, Eko baru saja selesai mandi dan rebah dengan menggunakan handuk kimono. Keduanya baru saja selesai makan malam dan Eko meminta Lusy mandi sebelum mereka memulai inti keberangkatan mereka ke Thailand.
" Lo tau kan kalau Gue ada handphone carry ke Thailand dan lain sebaginya, dan resiko dari apa yang akan gua lakukan sama Lu,kalau sampai lu hamil dan anak lu laki-laki, Apa lu siap..?"
Lusy mengangguk.
" gue siap...!" Jawab Lusy yakin.
Lusy mendekat, lalu duduk di samping Eko.
Eko segera mengambil tangan Lusy dan menggenggamnya. Eko memang selama ini tak merasa menyukai Lusy , baginya gadis itu hanya sahabat terbaik dan juga penolong untuknya. Dan kali ini anggap saja sebagai sebuah ungkapan terima kasih karena Lusy telah banyak membantu meski ia juga menikmati hal ini.
Eko duduk mendekat menyebabkan kedua kaki mereka saling menggesek. Kemudian pria itu dekati dan kecupi telinga Lusy , membuat gadis itu sedikit menggelinjang. Tak pernah disentuh rasanya membuat Lusy cepat larut dalam birahi yang selama ini sering kali muncul dan ia tahan. Sentuhan tangan Indra perlahan menjalar. Pria itu jelas bukan pemula dalam hal ini. Apa yang dilakukan membuat tangan lawannya keras mencengkram selimut.
Lusy buka mata, napasnya berat. "Mas."
"Hm?" sahut pria itu lembut, tak ingin Lusy menghentikan kegiatan, lalu menghapus napsunya yang mulai naik. Eko dengan cepat mencium, kecup hingga gigit lembut bibir wanitanya. Perlahan tangan pria itu coba buka baju yang dikenakan Lusy .
"Gila gede banget punya Lu?"
"Tapi gede itu enak," jawab Eko cepat.
"Aish, serius."
"Serius gue. Tanya aja Nina sama Susi kenapa mereka jerit-jerit kalau main sama gue. Lo mau punya baby enggak?"
Lusy mengangguk.
"Kalau gitu diem, ikutin aja."
Perintah Eko lagi-lagi Lusy hanya mengangguk. Indra mulai membuka penutup tubuh sahabatnya itu, Lusy coba tak menahan apa yang akan dilakukan Indra meski rasa malu merambat cepat membuat wajahnya memerah. Lamat-lamat Indra ciumi, kecup dan gigit penuh goda pada sisi-sisi tubuh Lusy yang mulai menuntut lebih.
Eko mengerti, yang terpenting adalah segalanya harus siap sebelum ia mulai permainan keduanya.
Yang dilakukan pria pucat itu, seketika darah Lusy berdesir hebat hingga aliran darahnya seolah menjadi lancar membuat wajahnya bersemu. Wanita itu tak banyak mendominasi, hanya merasakan stimulus yang diberikan dan merangsang tubuhnya. Nadinya berlari, bibirnya melenguh dan mendesah, dadanya membusung, sampai ia rebah dan lelah oleh apa yang dilakukan pria yang kini mendominasi dirinya. Sebuah cengkraman keras pada selimut menjadi tanda betapa ia telah sampai pada akhir dari permainan pertamanya.
Eko puas Pria itu mengerti caranya berhenti dan kembali bergerak. Dinding dan langit-langit kamar yang bisu menjadi saksi betapa keduanya berpeluh, lalu berseru. Detik jam bahkan kini tak terdengar karena keduanya sama-sama meracau, larut dalam telaga nikmat yang mereka buat. Taman Bunga mawar telah merekah dan disirami benih oleh pemilik taman.
Setelah puas dan tamat, keduanya rebah lalu lelap.
Malam dingin saat hujan datang seolah kembali meriuhkan suasana yang hening. Lusy rebah dengan mata terpejam, rasanya ia sudah terlelap. Sementara Eko masih lelah, dadanya naik turun saat ia atur napas lalu melirik sahabatnya yang tertidur. Pria itu merapikan selimut yang berantakan, juga rambut Lusy yang tutupi bulu mata lentiknya.
Eko sentuh dadanya yang berdebar. "Cuma temen," ucapnya, yakinkan diri sendiri bahwa tak ada rasa selain persahabatan meski pergumulan barusan.
