Part 7. Short Time
Lusy duduk di toilet, merasakan perih di bagian intimnya. " Eko sialan," umpatnya kesal.
Pasalnya, subuh tadi pria itu gagahi lagi Lusy dengan alasan jika ingin cepat punya anak, mereka harus melakukan berkali-kali.
"Buruan keluar! Ini makanannya gue bawa ke kamar!" Eko berteriak dari luar, pagi ini. Ia tahu Lusy tak bisa ke luar kamar. Waktu bangun tidur, gadis itu sudah mengeluh, merasa sakit.
"Sakit Ekooooooo!"
"Tapi enak 'kan?!"
"Kepalamu!" kesal Lusy .
Tok tok tok.
Suara ketukan pintu terdengar, siapa lagi pelakunya jika bukan Eko yang kini berdiri di depan pintu sambil mengunyah kerupuk udang.
"Buka pintunya," perintah Eko.
"Enggak, gue malu!" Lusy berteriak sambil memeluk erat kimono yang ia kenakan.
"Ngapain Malu? Gue udah lihat semua. Selulit lo juga, gue udah liat. Coba itu, lo buat kerannya jadi air hangat, lo siram pelan-pelan. Air hangat mengurangi rasa perih."
"Iya. Ya Udah, lo ke tempat tidur aja sana."
"Oke, gue tunggu, ya. Kita sarapan, hm?"
Lusy melakukan apa yang dikatakan Indra. Ia berjalan ke shower, lalu menyiram bagian tubuhnya yang perih dengan air hangat dan memang itu mengurangi perih yang ia rasakan. Setelahnya, ia berpakaian meski masih merasa sedikit tak nyaman. Kemudian Lusy berjalan ke luar kamar mandi, mendekati Eko yang melirik sambil sibuk mengunyah buah jeruk. Lusy duduk dengan rambut yang masih basah, mengenakan t-shirt putih dan jeans pendek. Sementara Eko juga mengenakan t-shirt putih dan celana pantai, sebuah kacamata hitam bertengger di atas kepalanya.
Eko memesan banyak makanan. Ia memberikan nasi goreng dengan telur mata sapi, mengambil putih telur yang kemudian ia letakkan di piring lain karena Lusy tak menyukai putih telur. Lusy memerhatikan, tumben dia dilayani seperti ini.
"Sarapan dulu. Hari ini kita jalan-jalan, terus nanti malam kita istirahat, dan besok kita mulai lagi. Karena semalam dan pagi tadi gue seneng, jadi gue akan berbuat baik untuk lo."
Lusy mengangguk, lalu mulai menyantap sarapan pagi miliknya. "Mas, kalau ini enggak jadi baby, gimana?"
Eko menoleh dengan senyuman iseng. "Ya, kita ke Thailand lagi. Lo udah ngerasain kan treatment Eko Harjanto Ismail kan..?"
Lusy mendesis kesal dan memilih menghabiskan santapannya. Dalam hati, gadis bermata cokelat itu mengakui apa yang dilakukan malam dan pagi tadi menyenangkan. Namun, itu juga membuat ia ketakutan, mungkin ia akan ketagihan atau semacamnya. Ia pernah membaca sebuah artikel bahwa berhubungan intim bisa membuat seseorang ketagihan dan itu yang sedikit menjadi ketakutannya.
Ponsel Lusy berdering, panggilan dari kantor. Ia segera menerima panggilan itu.
"Ya, Mas?"
"Ah, aku hubungi kamu dari tadi, Lus" sahut Tomy terdengar cemas.
"Maaf, aku lagi mandi, Mas. Kenapa?"
"Pak Eko ada di sana?"
Lusy melirik pada Indra yang juga menatapnya penasaran. "Mas Tomy" ucap Lusy sambil memberikan ponsel miliknya.
"Hm, kenapa, Tom?"
"Pak, Mbak Kania dari kemarin hubungin saya. Dia cari Bapak dan hari ini ke kan—"
"Kamu ke mana, sih, Beibh?" Kini yang terdengar adalah suara Kania yang terdengar kesal.
"Ah, aku ada urusan. Kita ketemu seminggu lagi, ya, Sayang." Eko coba menenangkan kekasihnya yang manja itu.
"Oke, tapi …. " ucapan Kania terputus, tapi,Eko mengerti maksudnya.
"Hm, anything for you, Sayang. Udah, ya, aku lagi sibuk." Eko kemudian mematikan ponsel dan memberikan pada Lusy . "Matiin aja, gue males diganggu. Seminggu ini khusus buat lo."
"Hm, oke." Lusy menjawab malas.
"Bilang apa, Nona?"
Lusy tersenyum tak ikhlas. "Terima kasih."
Setelah ini, entah pengalaman apa lagi yang akan diberikan Indra pada Lusy ? Dan apakah rencana mereka berhasil? Hanya waktu yang akan menjawabnya.
Kedua sahabat itu memang sangat dekat, mereka saling menyayangi.
" Mas, Minggu depan malam kamu hand carry kan...?" Lusy mengingatkannya.
Eko mengangguk.
****
Lusy sementara mengambil cuti panjang dan hanya tinggal di apartemen Eko bersama Nina.
Semalam Eko sudah meminta bagian HRD memasang iklan loker sekretaris di media online. Dari puluhan kandidat yang melamar pagi ini hanya segelintir yang lolos seleksi dasar psikotes.
Selanjutnya wawancara langsung di ruangannya untuk bisa memastikan kandidat tersebut cocok.
"Masih bekerja sebagai sekretaris." Eko bertanya sambil membuka lembar CV dan menggumam. Ia mendongak pada gadis berwajah arab di hadapannya yang matanya nyalang menatapnya.
"Eh iya." perempuan itu tergagap malu karena terpergok mengamati.
"Silakan keluar. Nanti akan saya hubungi jika memang dibutuhkan."Eko tak perlu lama-lama mempertimbangkan.
Gadis itu benar- benar terlihat bodoh kalau berpikir Ia akan tersanjung diamati.
Begitu gadis itu menghilang, Eko memencet interkom menghubungi staff HRD yang berada diluar ruangan ,
"Panggil kandidat lain....!"
"Siang pak." perempuan di depannya berwajah oriental dengan rambut dicat keemasan. Tampak profesional dengan blus dan rok span yang dikenakan.
"Siang." Eko membaca CV sekilas untuk mengetahui latar belakang pendidikan atau pekerjaannya.
"Lulusan akutansi." Eko menggumam.
"Iya pak. Baru lulus tahun ini." Pelamar di depannya mengulas senyum.
"Belum punya pengalaman." Eko berujar.
"Saya bisa belajar." matanya menatap lekat-lekat ke Eko penuh harap.
"Belajar?" Eko memancing sambil menatap wajah wanita itu.
"Apapun yang Bapak ingin saya pelajari." nadanya penuh penekanan.
"Shit!" Eko mengumpat dalam hati. Gadis ini pasti berpikir Eko mau berbagi peluh dengannya.
"Benar-benar ide bodoh!" Eko menutup map CV.
"Maaf saya mencari yang berpengalaman."Eko menunjuk dengan matanya ke arah pintu.
Gadis itu terperangah tak menyangka akan langsung ditolak. Dengan terpaksa ia menyeret langkah keluar.
"Next." Eko memencet tombol interkom dan bicara.
Pelamar lain berwajah blasteran menghampiri mejanya. Melenggang cantik dengan terusan selutut yang dikenakan.
"Kamu lebih pantas jadi model." Eko berkomentar melihat sosoknya yang cantik dan semampai.
Gadis itu mengulas senyum manis "Saya tadinya Stand Guide pameran."
"Yap kamu lebih cocok untuk itu." Eko menyandarkan punggungnya dan melipat tangan.
"Tapi saya sudah jenuh untuk terus berdiri di pameran. Saya butuh pekerjaan yang pemasukannya stabil." Gadis itu membasahi bibirnya saat memandang kebalik kemeja Eko yang kancingnya terbuka dua. Melihat pada bulu halus kecoklatan yang tampak mengairahkan untuk disentuh.
"Sepertinya kau tidak cocok. Kau lebih cocok untuk short time." Eko menarik selembar cek dan menulis nominal di kertas cek. Ia menggeser ke hadapan gadis itu.
"Untuk short time. Kalau kau setuju kunci pintunya." Eko menunjuk dengan matanya ke arah pintu.
Gadis itu melihat angkanya dan terbelalak, Ia mengangguk cepat ke arah Eko sebelum melenggang ke pintu.
Eko menekan tombol interkom.
"Wawancara selesai. Kau boleh kembali ke ruangan mu."
Eko berdiri menghampiri gadis itu yang melenggang ke arahnya. Ia menyapukan jemari ke tungkai jenjang yang begitu menggoda.
Hari itu Eko menghabiskan siangnya hanya untuk bercinta di ruangan dan saat sudah selesai Ia kembali dihadapkan pada kebutuhan akan sekretaris.
"Aku harus minta bantuan Tommy." Eko menghubungi Tommy pengacara perusahaan sekaligus asisten pribadinya sama seperti Lusy yang menghandle bisnis nya.
"Tom, kamu dimana?" Tanya Eko.
"Aku diluar mengurus kasus perceraian.nya Lusy Boss"
"Cepat selesaikan dan carikan aku sekretaris baru. Selama Lusy cuti aku mau ada sekertaris yang menggantikannya"
"Aku tak punya kenalan."
Eko menyisir rambut dengan jarinya "Anak magang di kantor mu...?"
" Kamu mau mati? Mereka bisa melaporkan kelakuanmu ke LSM perempuan." Tommy mengingatkan kebiasaan Eko yang selalu short time dikantor. Kadang Tommy tak mengerti kenapa Bossnya itu tak memacari model dan membawanya ke hotel. Kenapa pria itu malah melakukannya dikantor saat jam makan siang.
"Carikan aku sekretaris yang tak berpikir untuk merayuku. Kalau kau tak bisa melakukan kau dipecat." Eko menutup telphone. Sengaja mengancam Tommy agar karibnya itu mau mencarikan. Ia sudah kehabisan akal untuk mencari sekretaris yang waras dan tak berpikir untuk merayunya untuk menggantikan Lusy sahabatnya.
