Wanita Lain
"Menikmati dengannya? Menjijikkan sekali, Lebih baik aku tidak pernah menikah." kata Edo bergidik ngeri.
"Sialan kau! Siapa juga yang ingin dengan mu, bahkan Anak ayam pun beribu-ribu kali memikirkannya." kata Haston.
"Dasar keparat!" umpat Edo.
"Dan kau keparatnya, hahaha." balas Haston, dan memeluk Fia dari belakang.
"Argh, akan kubunuh kau!" teriak Edo, dan terjadilah pertengkaran kedua pria tersebut, sedangkan Fia terlelap damai dengan mimpi indahnya.
Author POV
Fia terbangun dari tidurnya, saat beranjak dari sofa ia langsung tertawa, "Ahaha, betapa lucunya Edo." ucap Fia, kemudian ia memotret moment tersebut.
"Momentnya pas banget, hanya terjadi sekali dalam hidup, hihihi."
Cekrek...
"Akan kuabadikan foto ini." kata Fia kemudian meninggalkan Edo.
Fia berada di kerumunan orang banyak karena sebuah kecelakaan terjadi, rasa penasaran kian memuncak, akhirnya Fia menuju tempat kejadia.
"Permisi Bu, yang kecelakaan siapa yah?" tanya Fia, "Itu neng, laki-laki tampan ditabrak lari." jawab Ibu tersebut.
"Duh, makin penasaran. Gantengnya kek gimana sih?" tanya Fia yang didengar oleh Ibu tersebut. "Duh, neng. Harusnya kawatir bukan mikirin gantengnya." jawab Ibu tersebut, dan Fia terkekeh pelan.
Untung saja tubuhnya kecil, untuk melewati kerumunan orang tidak begitu sulit.
"Astaga, Haston!" teriak Fia sambil melempar minumannya sembarang arah.
Fia berlari dan menaruh kepala Haston di pahanya, "Sadarlah, kumohon." tangis Fia pecah.
"Haston, dengarkan perkataan ku, kau ini laki-laki pasti dirimu kuat." ucap Fia, tapi Haston enggan membuka matanya.
"Untuk apa kalian berdiam diri? Kalian tidak lihat? Tolong telfon ambulance." pinta Fia, dan orang-orang langsung mengangkat Haston dan membawanya ke rumah sakit.
Fia memegang kepalanya yang pening, "Sstt, aku belum makan dari pagi."
"Mbak, ini rotinya dimakan yah." ucap seseorang menyodorkan sebuah roti.
"Terimakasih banyak,"
"Sama-sama."
"Dengan lahap, Fia memakan roti tersebut."
Tak lupa, seseorang tadi menyodorkan kembali segelas air.
"Terimakasih Kak, aku berhutang budi kepadamu." ucap Fia menunduk sopan.
"Sama-sama, tidak perlu membalasnya. Aku senang menolong orang lain." balas perempuan tersebut.
....
Di rumah sakit, Fia benar-benar khawatir. Sampai-sampai ia menabrak orang yang lewat.
"Tenanglah, ia akan baik-baik saja."
"Aku tidak bisa tenang Kak, hal yang tida diinginkan bisa saja terjadi." ucap Fia.
"Huft, aku tidak bisa memaksamu. Perkenalkan nama ku Irma."
"Fia," balas Fia.
Beberapa menit waktu berlalu, akhirnya sang dokter keluar.
"Dok bagaimana keadaannya?" tanya Fia.
"Pasien tidak apa-apa, keadannya baik-baik saja." jawab dokter.
"Terimakasih dok." balas Fia, kemudian Fia bersandar di kursi sambil bernafas lega.
"Syukurlah dirinya baik-baik saja, kalau begitu aku pamit dulu. Semoga kita bertemu lagi." Ucap Irma kemudian pergi.
Setelah itu, Fia menjenguk Haston.
Pintu terbuka, Haston melihat Fia yang tengah menghawatirkannya.
"Aku tidak menyangka bahwa kau yang menolong ku." kata Haston senang, "Jangan banyak bicara, kau masih dirawat." omel Fia, dan Haston tertawa pelan.
"Kau sudah mengabari Edo?" tanya Haston, dan Fia menggeleng.
"Aku lupa," jawab Fia.
"Wah, aku terharu. Hanya karena diriku kau melupakan Edo? Sungguh calon istri masa depan." kata Haston dan Fia memutar bola matanya malas.
"Berhenti menghayal, aku akan menelfon Edo." ucap Fia.
Hal lain yang dilakukan Edo, ia masih tertidur nyenyak di sofa. Ponselnya pun berdering keras.
"Argh, siapa yang menelfon?" kesal Edo, seketika rasa kesalnya hilang dan berubah senang.
"Ternyata pujaan hati yang menelfonku, hahaha. Aku tarik kembali perkataan ku." kata Edo, kemudian mengangkat telfonnya.
Halo babe?
Jangan memanggil ku seperti itu, sekarang ke rumah sakit.
Kau sakit? Siapa yang melukai mu? Akan kubunuh orang tersebut.
Kau berlebihan, yang sakit itu Haston. Ia ditabrak lari tadinya, untungnya dia baik-baik saja.
Heh, ternyata Haston. Mengapa harus baik-baik saja? Aku berharap ia hilang di bumi ini.
Tarik kembali kata-kata mu, atau sosis mu aku goreng.
Hush, menyeramkan sekali. Baiklah aku tarik kembali.
Setelah itu Fia memutuskan telfonnya.
"Menyebalkan sekali, mengapa harus Haston itu yang Fia khawatirkan? Tunggu! Berarti mereka berduaan, tidak akan kubiarkan! Tunggu aku, Haston keparat!" teriak Edo, tanpa mencuci muka ia langsung menuju rumah sakit.
Sampainya di rumah sakit, Edo langsung ke ruangan di mana mereka berada.
Pintu terbuka, Edo melihat Fia yang menyuapi Haston. Sangat lembut dan perhatian.
Dengan kesal, Edo mengambil mangkuk dan sendok tersebut dari tangan Fia.
"Edo? Apa yang kau lakukan? Berikan mangkuk itu kepadaku." kesal Fia.
"Tidak mau! Biar aku yang menyuapi lebah sialan ini" ucap Edo menatap Haston tajam.
Karena kesal, akhirnya Haston merajuk.
"Fia, suapi aku. Entah kenapa napsu makan ku menurun jika melihat wajah menyeramkannya." ucap Haston dengan wajah pucatnya, rayuan tersebut berhasil membuat Fia luluh.
"Edo! Berikan! Mangkuk! Dan sendok itu!" tekan Fia, dengan terpaksa Edo memberikannya.
Menunggu Fia selesai menyuapi Haston rasanya seribu tahun bagi Edo, entah mengapa hatinya semakin memanas.
Tiba-tiba pintu terbuka lebar, menampakkan Aras yang menatap Fia tajam.
Begitu menusuk dan dingin, "Ow, mesra sekali kalian berdua. Kau lebih memerhatikan laki-laki lain dibanding suami mu sendiri? Tidak aneh memang, wanita seperti mu rela diperbudak oleh pria mana saja." ucap Aras, dan Fia tetap diam.
"Diam? Berarti fakta." ucap Aras kembali, membuat Fia tidak tahan.
"Mulut mu sangat tajam tuan! Lebih tajam dari pedang! Terserah kau saja mengejekku seperti apa, mau jalang, murahan, pelacur, aku tidak peduli! Karena nyatanya tidak seperti itu. Diam? Bukan berarti itu benar." balas Fia tak kalah menusuk.
"Satu fakta yang harus kau ketahui, anak buah ku yang menabrak lari kekasih mu itu." kalimat tersebut sukses membuat Fia, Edo, dan Haston terkejut.
"Bajingan! Ternyata kau seorang pengecut." ucap Haston marah.
"Kau marah? Terserah, dengan kondisi seperti itu kau bisa apa? Hanya mulut mu saja yang dapat kau lawankan." kata Aras.
"Benar yang dikatakan Haston, kau pengecut!" ucap Fia datar, "Pergilah, karena aku tidak sudi memandang wajah seorang pengecut."
Dengan kesal, Aras meninggalkan tempat tersebut. Sedangkan Fia menangis, "Sungguh aku wanita yang lemah, kalian boleh menertawakan ku, aku berpura-pura kuat dihadapannya. Nyatanya aku sangat takut."
Edo menatap Fia nanar, begitu banyak beban yang ditanggung oleh Fia. Jika dirinya menjadi Fia, belum tentu ia sekuat itu.
"Berhentilah menangis, kau tidak sendiri. Ada kami berdua di sini, banyak yang menyayangimu. Termasuk Kakak mu." ucap Edo, dan Fia mengangguk pelan.
"Terima kasih."
Fia POV
Aku tidak tahu harus berbuat apa, meminta maaf ke Haston percuma. Karena semuanya sudah terjadi.
"Fia!" teriak Haston mengagetkanku.
"Maafkan aku, ada apa Haston?" tanyaku.
"Dari tadi aku memanggilmu, tapi kau malah melamun." jawab Haston cemberut, dan aku terkekeh pelan.
"Maafkan aku, Haston. Karena Aras, kau terluka." Aku menangis, sulit sekali menahannya.
"Jangan membencinya ia hanya butuh waktu untuk menyadari semua, suatu hari nanti dia akan berubah."
Kulihat Haston menghela nafas kasar, "Aku tidak akan membencinya, tapi biarkan aku meninju wajahnya sekali saja." balasnya, dan aku tersenyum.
"Aku mengizinkanmu, Aras perlu mendapat sedikit pelajaran, hehehe." kekehku.
"Kalian makanlah, aku pergi dulu." pamit Edo, kulihat wajahnya memerah.
"Haston, tunggu aku sebentar aku harus menyusulnya." ucapku ke Haston, dan ia mengangguk.
Aku menyusul Haston, dan mencarinya kemana-mana. Setelah berlama-lama mencarinya, aku menemukannya duduk di taman.
"Ternyata kau di sini Edo, aku mencarimu kemana-mana," ucapku, aku ingin memegang bahunya tapi ia menjauh.
"Ada apa denganmu?" tanyaku heran, dan ia menggeleng sebagai jawaban.
"Tidak apa-apa,"
"Tidak apa-apa jika kau tidak menjelaskannya kepadaku, jika aku punya kesalahan tolong beritahukan, dan aku minta maaf." aku menatapnya sendu.
