Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bertemu Edo

"Sudahlah, jangan berkata seperti itu. Akan kuhukum wanita itu." ucap Aras kemudian mengusap rambut Sofia pelan, tak sadar bibir menyatu dan mata terpejam membuat mereka menikmati permainan dan ingin bermain lebih lagi.

Di balik pintu, Fia menyaksikan itu semua. "Hahaha, mengapa aku bodoh sekali? Jatuh dalam pesonanya dan akhirnya sakit hati, malang sekali." lirih Fia sambil meremas dadanya.

"Cukup! Hentikan permainan menjijikkan kalian!" teriak Fia, kemudian menarik rambut Sofia dan menyeretnya keluar dari rumah.

"Fia!" teriak Aras.

"Apa?! Kau ingin melarang ku? Dasar lelaki brengsek, bahkan di depan istrimu sendiri kau melakukan hal tak senonoh. Hargai aku sebagai istrimu, sekali ini saja." tangis Fia pecah dan melepaskan cengkraman tangannya di rambut Sofia.

Aras diam mematung, ia heran dengan dirinya sendiri. Tubuhnya seolah-olah terkunci di tempat, pertama kali ia melihat tangis Fia separah ini.

"Kau pasti senang melihat ku seperti ini, aku tidak peduli! Bahkan harga diri ku terasa harga mati sekarang, kalau kau memang peduli dengannya silahkan, aku membuka pintu yang lebar, jangan salahkan diri ku jika aku berhianat, aku bermain engkau menyaksikan." ucap Fia sambil tersenyum masam, kemudian meninggalkan mereka berdua.

Beberapa menit kemudian Fia datang sambil menenteng koper, Aras melihat tersebut menahan Fia.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Aras, dan Fia menatapnya tajam.

"Aku harap kamu nggak bodoh Ras, aku akan pergi! Silahkan bermain dengan wanita baru mu," ucap Fia sinis, "Tolong, menyingkir dari hadapan ku," usir Fia.

Aras mengepalkan tangannya, " Kau sudah berani hm? Siapa yang mengajari mu?" tanya Aras, "Kau sendiri, sikap mu yang tempramental membuat ku muak. Apa salahnya aku berbuat seperti itu juga." kemudian Fia mendorong Aras.

Klakson mobil berbunyi Fia berlari menuju mobil tersebut, "Terimakasih, Kak. Maaf merepotkan mu," ucap Fia pelan.

Lias mengacak rambut Fia, "Sudah lah, itu tidak masalah." balas Lias, kemudian menyuruh Fia masuk ke dalam mobil.

Setelah itu, Lias menatap sinis Aras.

"Aku harap kau bahagia dengan wanita ular mu itu, selamat tinggal adik ipar." setelah mengucapkan hal tersebut, mobil Lias melaju cepat.

"Argh! Sialan, sampai kapan pun Fia adalah milik ku! Milik ku seorang! Camkan itu." ucap Aras tajam, kemudian meninggalkan Sofia.

"Sial! Ini semua gara-gara Fia itu! Aku harus melenyapkannya dan Aras akan menjadi milik ku." Sofia bertekat untuk menghancurkan Fia, rencana akan ia susun sedemikian rupa dan tentunya berjalan mulus tanpa diketahui oleh seseorang.

....

"Kak, berhenti!" teriak Fia membuat Lias mengerem mendadak, "Kau mengejutkan ku, lain kali jangan seperti itu! Bahaya Fia!" tekan Lias, dan Fia menunduk pelan.

"Maafkan aku Kak, di seberang jalan Aku melihat seekor kucing," kata Fia membuat Lias memutar bola matanya malas, "Hanya seekor kucing?" tanya Lias dan Fia mengangguk semangat.

"Tunggu bentar yah, Kak." pamit Fia, Lias memperhatikan adiknya menggendong kucing tersebut dengan lembut.

Masuknya di mobil Fia tak henti mencium kucing tersebut, "Fia, kucing itu kotor." tegur Lias, "Kak, jangan berlebihan. Kucingnya imut gini kok." balas Fia.

"Apanya yang imut? Ingin muntah iya." kata Lias sambil tertawa, "Ouch, sakit. Apa-apaan kau?" tanya Lias kesal mendapat cubitan dari Fia.

"Siapa suruh jelekin Shima," kesal Fia, dan Lias mengerutkan keningnya.

"Bahkan kucing pun kau berikan nama? Aneh." gumam Lias, kemudian melanjutkan kemudinya.

"Kak, aku mau singgah di rumah Edo yah? Kumohon." rengek Fia, dan Lias menghela nafasnya pelan.

"Baiklah, aku tidak bisa memaksamu juga untuk ikut dengan ku." balas Lias.

"Terima kasih," senang Fia kemudian memeluk Lias.

"Huft, kau baru memelukku jika senang? Kejam sekali." ucap Lias pura-pura sedih, dan Fia tertawa.

Author POV

"Benar di sini rumahnya?" tanya Lias, dan Fia mengangguk.

"Ok, beritahu jika terjadi apa-apa." kata Lias kemudian pergi.

Teng... Tong ...

"Silahkan masuk nona," ucap pelayan tersebut, "Makasih Bik." jawab Fia.

Fia melihat Edo yang tengah sibuk dengan ponselnya, dan "Hua!" teriak Fia, "Kau mengagetkan ku, untung saja aku tidak jantungan." kaget Edo sambil mengelus dadanya.

"Hehehe, maaf." ucap Fia cengengesan.

"Kok bisa kabur? Bukannya Aras mengurung mu?" tanya Edo.

"Dia tidak bisa melarang ku kali ini, aku sakit hati, mengapa? Di depan mata ku sendiri ia bercumbu dengan wanita lain." jawab Fia kemudian menangis.

"Brengsek itu! Akan kuberi dia tonjokan manja," kata Edo, dan Fia mencubitnya.

"Jangan, aku tidak mau persahabatan kalian renggang." cegah Fia, dan Edo terkekeh pelan.

Edo mengelus lembut pipi Fia, "Ceraikan Aras, dan menikah dengan ku Fia." ucap Edo dan menatap Fia sendu.

Fia tersenyum pelan, kemudian menggelengkan kepalanya. "Maaf, aku tidak bisa Edo. Kita baru bertemu, dan perkenalan kita belum lama. Aku tidak mencintaimu. Aku takut, takut salah langkah." Edo mendengar respon Fia tersenyum getir, pernyataan tersebut membuatnya sakit hati. Tapi ia bisa apa? Memaksa? Dia bukan laki-laki seperti itu.

"Baiklah, untuk saat ini kau menolak ku, kedepannya akan aku usahakan kembali." kata Edo tersenyum manis.

Fia membalas senyuman Edo, "Jangan lupa berdoa." Kemudian Fia duduk di samping Edo dengan manja. "Aku sudah menganggapmu sebagai Kakak ku sendiri, Kakak manja ku." kata Fia kemudian tertawa pelan.

"Tapi, aku ingin lebih." rengek Edo, Fia ingin menjawabnya tapi ponselnya berdering terlebih dahulu.

"Ck, mengganggu saja." gumam Edo.

Halo, ada apa Haston?

Kau ke sini saja, di rumah Edo. Jalan Ah*** blok G 12

Sampai ketemu nanti.

Setelah berbicara dengan Haston, Fia mendapatkan tatapan tajam dari Edo.

"Kenapa kau menatap ku seperti itu?" tanya Fia, Edo mendekatkan wajahnya dan mengecup kening Fia.

"Jangan lakukan lagi, aku cemburu." ucap Edo pelan, dan Fia tertawa geli.

"Hahaha, astaga. Kau cemburu? Haston itu sahabat ku Edo." tawa Fia kemudian berubah menjadi tawa lirih.

"Kumohon, jangan berperasaan lebih kepadaku Edo. Aku tidak ingin melukai hati seseorang lebih banyak lagi, cukup diriku yang menanggung semuanya." kata Fia.

"Jangan bodoh Fia! Kau rela menderita demi kebahagiaan orang lain? Termasuk orang tuamu yang tamak itu! Jika aku menjadi dirimu sudah kutolak perjodohan tersebut, merepotkan saja." kesal Edo menggebu-gebu, cukup ia menahan semuanya. Mengapa harus Fia yang menanggungnya? Ia harus bertindak.

"Cukup Edo! Berhenti menjelek-jelekkan orang tuaku. Apa hak mu? Seorang Anak berkewajiban untuk membahagiakan orang tuanya." jawab Fia, "Kau mungkin benar, orang tua ku memang tamak akan harta, tapi itulah yang membuatnya bahagia. Jadi aku rela menanggung segala bebannya." ucap Fia lirih.

"Maafkan aku Fia, aku kesal, marah, bahkan benda di rumah ini ingin kulempar semuanya. Memang benar yang kau katakan bahwa seorang Anak wajib untuk membahagiakan orang tuanya, tapi tidak dengan cara mengorbankan diri sendiri!" balas Edo frustasi.

Sedangkan Haston sedari tadi mendengar percakapan antara Fia dan Edo, ia mengepalkan kedua tangannya. Ternyata Fia menikah karena terpaksa? Dan itu hanyalah untuk kepentingan orang tuanya sendiri! Benar-benar memalukan.

"Aku tidak terima!" teriak Haston membuat Fia dan Edo terkejut. "Fia, ceraikan Aras! Jangan naif, jangan terlalu mudah dimanfaatkan. Masih banyak laki-laki lain dapat membuatmu bahagia, termasuk diri ku." ucap Haston membuat Edo tertawa.

"Hahaha, menikah dengan mu? Seekor ayam pun sebelum kau nikahi pasti ia pertimbangkan terlebih dahulu, takutnya milik mu itu lembek." ledek Edo, sedangkan Haston menatapnya tajam.

"Yang meledek, dirinyalah yang seperti itu." balas Haston sambil tersenyum miring.

Lagi-lagi mereka bertengkar. Batin Fia jengah.

"Cukup! Apa kalian tidak malu? Membahas hal mesum seperti itu? Ingat umur kalian." lerai Fia, tapi Edo dan Haston tak memerdulikannya.

"Apa yang kau maksud Fia? Hal mesum seperti itu? Coba jelaskan." perintah Haston sambil tersenyum miring.

"Eum, itu yah itu, err tidak usah aku jelaskan! Aku tidak tahu." kesal Fia dan salah tingkah.

"Hahaha, menggemaskan sekali. Ingin ku menikahinya dan menyeretnya ke ranjang, kemudian menikmati keindahan surga dunia yang sesungguhnya." ucap Haston sambil membayangkan. Tiba-tiba, gelas plastik mendarat di keningnya.

"Sialan kau! Hayalan mu takkan pernah terwujud, karena aku lah yang menikmati keindahan surga tersebut." kata Edo tersenyum miring.

"Mau surga kek, mau neraka, intinya kalian berdua yang menikmatinya!" setelah mengucapkannya, Fia berbaring di sofa kemudian terlelap.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel