Pustaka
Bahasa Indonesia

Oppressed Wife

62.0K · Tamat
Mhammadtaufiq
49
Bab
36.0K
View
8.0
Rating

Ringkasan

21+ PASTIKAN UMUR KALIAN TELAH LULUS UNTUK MEMBACA CERITA INI! Dia sulit ditebak, bagai angin yang tak dapat dibaca. Diriku hanya mampu bersabar untuk membuatnya mengerti. Namun, semuanya terasa percuma ketika ia membalas dengan beribu derita yang begitu pahit dan menyakitkan, sampai-sampai, aku memilih untuk pergi, setelah menyadari kebodohanku, bahwa yang lain, masih banyak menanti.

PresdirPerceraianPengkhianatanTuan MudaRomansaSweetIstriLove after MarriageDewasaBaper

Bab 1 Awal

Bab 1 Awal ( Prolog )

"Perjodohan ini membuatku gila. Kau akan menderita!" Seorang laki-laki pusing dengan perjodohan yang akan diselenggarakan.

****

Mencintainya tulus dan penuh kasih sayang, namun ia balas dengan luka.

Aku menikah dengan pria pilihan Ayah. Ayah mengira bahwa pria itu baik dan akan menjagaku, namun salah karena dia pria yang kejam dan berdarah dingin.

Setiap laki-laki itu membentak , tak jarang pula tangannya ikut berbicara. Sifat kasar muncul dalam dirinya setelah hari pertama kami menikah.

"Cukup Fia! Kakak tidak sanggup melihat Kamu menderita, linangan air mata yang jatuh dari pelupuk matamu membuatku malu, malu tidak dapat melindungi Adiknya sendiri." Ucap Kak Lias sembari meremas rambutnya.

"Kakak, Aku tidak ingin membuat kalian menderita. Kakak tahu kan, jika Aku bercerai dengannya maka perusahaan Ayah akan bangkrut. Kita harus bersyukur karena mereka ingin menolong kita, dengan Aku yang menikah bersama Anaknya," balasku sambil memegang tangannya.

"Lalu apa? Kamu yang menderita kan?" tanya Kak Lias dan bibirku terus terkatup tidak sanggup menjawabnya.

"Sudahlah, kebahagiaan diatas segala-galanya, Fia. Besok kalian akan bercerai."

Aku menolak tegas perkataan Kak Lias, "Kak, jangan! Aku tidak boleh bercerai dengannya, tolong. Percayakan semuanya kepadaku, Aku akan membuat Pria itu luluh, walau memakan waktu yang panjang," balasku.

Kak terlihat frustasi dengan ucapanku barusan, tapi ia berusaha menerimanya, "Baiklah, tapi Kamu harus janji. Jika terjadi apa-apa denganmu segera telfon Kakak," ujarnya dan aku menganggukkan kepalaku.

"Terimakasih Kak, sekarang pulanglah. Sebentar lagi, Suamiku akan datang."

"Hm, Kakak pulang dulu," pamitnya kemudian meninggalkan diriku sendirian di rumah ini.

Kepergian Kak Lias membuat suasana rumah ini kembali sepi, rumah yang bagaikan neraka untukku. Mengapa aku berkata seperti itu? Karena aku tidak jamin kedatangannya akan membawakan suasana yang hangat.

Tak lama kemudian, orang yang aku tunggu-tunggu telah tiba dengan setelan jas kantornya yang membawa aura kekuasaannya begitu memekat.

Seperti kemarin, dia mengabaikanku dan aku hanya tersenyum miris. Aku hidup di dunia ini penuh dengan kesengsaraan, tak ada secuil kebahagiaan yang aku gapai dan hanya sakit hati yang aku dapatkan dari perkataan pedisnya yang menanti.

Aku menuju kamarnya, ralat kamar kami hanya untuk memberitahunya bahwa makan malam telah siap.

Dengan pelan aku mendorong pintu kamar, detik kemudian suara bentakan begitu terdengar memekakkan telinga, "Ketuk pintu terlebih dahulu sialan!"

Prang ....

Bersamaan dengan itu, ia melempar sebuah botol alkohol yang naasnya hampir mengenaiku.

"Maafkan aku, Aku hanya ingin memberitahumu untuk makan malam," kataku pelan, tidak berani menatap wajah dinginnya.

"Sudah kukatakan berulang kali, tidak perlu menyiapkan makanan untukku. Kau tuli hah? Atau Kau tidak punya telinga sama sekali? Sungguh Aku menyesal telah menikahimu," balasnya begitu menyayat hati, tapi aku berusaha tetap kuat. Bagaimanapun juga ia adalah Suamiku, bentakannya adalah makanan sehari-hariku mulai sekarang.

"Kau boleh membentakku, tapi, hargailah aku sebagai Istrimu," balasku lirih, tapi, ia menatapku sinis.

"Menghargaimu? cih jangan mimpi, ingat batasanmu! Kau hanya wanita yang menyandang status sebagai Istriku, tidak lebih. Seandainya Aku tidak mengasihi orang tuamu, bahkan secuil niat untuk menikahimu tidak ada sama sekali!" Ia kembali melontarkan kalimat pedih itu. Tuhan, aku berterimakasih kepadamu, yang selalu memberiku kesabaran dalam menghadapi tutur katanya yang kasar.

"Maaf, aku tidak tahu batasan, turunlah jika Kau lapar," balas ku, kemudian keluar dari kamarnya.

Tidakkah ia tahu? Bahwa air mataku kini berlinang. Oh iya, aku mengerti, dia orang yang tidak punya hati.

Dengan mata terpejam, aku berdoa kepada Tuhan.

Ketuklah pintu hatinya, walau sedetik. Karena hati ini tak dapat membendung semua penderitaan. Semakin banyak lontaran kata yang ia utarakan, semakin terisi pula kepahitan yang ada di dalam hati.

Tokoh

~ Fia ( Pemeran utama )

~ Aras ( Suami Fia )

~ Alfa ( Sahabat Aras )

~ Edo (Sahabat Aras )

~ Haston ( Teman Fia ) entah part berapa mereka bertemu nantinya, author lupa :v

~ Lias ( Kakak Fia )