Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Curhatan Fia Ke Edo

Dia menatapku lekat, kemudian tersenyum tipis. "Jika aku mengatakannya kau pasti menolakku, dan aku tidak sanggup mendengarnya." balasnya, membuatku semakin bingung.

"Edo, jangan berbelit-belit. Jelaskan langsung padaku." kutatap matanya tajam dan ia menghela nafas gusar.

"Aku menyukaimu, memang ini tak pantas kusampaikan karena kau sudah bersuami. Tapi aku tidak bisa menyalahkan perasaan ini." ucapnya sambil meremas rambutnya.

Aku tersenyum nanar, "Sudah kukatakan padamu, jangan berperasaan lebih kepadaku. Berhentilah Edo, jangan sampai suamiku mengetahuinya." ucap ku, tapi ia menggeleng pelan.

"Maafkan aku Fia, aku tidak bisa! Kau tidak boleh memaksaku untuk menghilangkannya, aku butuh waktu." ucapnya frustasi, aku memejamkan mataku, inilah yang membuatku pusing.

"Baiklah, tenangkanlah dirimu dan biarkan waktu perlahan-lahan menghilangkan perasaanmu kepadaku." balasku, dan ia tersenyum.

"Baiklah, biarkan waktu yang menghapusnya, dan aku akan pergi sementara waktu."

Aku terkejut mendengar keputusannya, "Kau kira dengan pergi dapat menyelesaikan semuanya? Tidak Edo! Tolong lah hanya kau, Haston, dan Kakakku yang aku miliki, Haston tidak cukup untuk melindungiku." jelasku, dan Edo berteriak kencang.

"Argh! Kalau kau seperti ini, rasa cinta ini takkan pernah hilang Fia! Aku takkan bisa menghilangkannya, tolong mengerti diriku."

"Hentikan, aku merasa berdosa Edo! Secara tidak langsung aku menghianati suamiku jika mengikuti caramu." ucap ku, dan ia menatap mataku lekat.

"Maafkan aku, aku tak dapat mengontrol diriku sendiri. Aku tidak akan pergi, dan akan aku usahakan." mendengar perkataannya membuatku tersenyum lega, bebanku sedikit demi sedikit berkurang.

"Baiklah, kita kembali. Kasihan Haston sendiri di rumah sakit." ajakku dan ia berdecak sebal.

Dan akhirnya kami berada di dekat Haston, "Kerjamu hanya makan terus, kapan kau sembuh? Merepotkan saja!" kata Edo membuatku mencubit lengannya.

"Ouch, akhir-akhir ini, kau sering mencubitku." ringisnya dan aku tertawa pelan.

"Sedangkan dirimu? Akhir-akhir ini selalu marah, bahkan ngomel-ngomel tidak jelas." balasku, dan ia mengerucutkan bibirnya.

"Bibirmu seperti bebek, hentikan! Aku jijik melihatnya." tiba-tiba Haston menyahut dan Edo menatapnya tajam.

"Mengapa kau melihatnya kalau kau tidak suka! Dasar manja." ledek Edo, jengah karena sikap mereka yang kekanak-kanakkan, lebih baik aku menonton TV.

"Geser Edo, aku mau menonton TV." Ucap ku, dan ia tersenyum miring.

"Daripada kau menonton TV, lebih baik kau melihat otot-ototku yang menggoda kaum hawa." bangganya membuatku bergidik ngeri karena melihat urat-urat ditangannya itu.

"Ew, maaf tuan, aku tidak tertarik." setelah itu, aku mencari remot TV kemana-mana tapi tidak aku temukan.

"Haston, apa kau melihat remot TV?" tanyaku malah mendapat kedipan mata darinya.

"Mengapa tidak kau tanyakan dari tadi sayang? Lihatlah remot yang kau cari ada di sini." ucapnya sambil menunjuk remot TV, dan ternyata ia menjahiliku dengan kemesumannya.

"Haston! Mengapa kau menaruh remot di atas anu, eum, itu." ucap ku gelagapan.

"Kalau butuh ambil saja, aku tidak bisa menggerakkan tanganku." balasnya sambil meringis pelan.

Dengan malas aku mengambil remot tersebut di atas miliknya, dan ia berpura-pura mendesah.

"Haston!" aku menatapnya tajam, dan ia terkekeh pelan.

Author POV

Edo menyaksikan kedua manusia berbeda kelamin saling berdebat, dan itu membuat hatinya memanas.

Dengan kesal Edo beranjak dari kursi tapi tangannya dicekal oleh Fia, "Jangan keluar! Atau kau kubunuh!" ucap Fia menatap Edo dingin.

Suasana di ruangan tersebut semakin mencekam, tubuh Edo seolah menurut ke Fia.

Sedangkan Haston tiba-tiba menjadi diam, sebelum mendapat amukan dari singa betina.

"Seharian saja bisakah kalian tenang? Aku pusing! Dari pada aku memikirkan kalian terus menerus, lebih baik aku keluar mencari udara segar dan siapa tau dapat cowok ganteng." kata Fia sambil terpekik senang.

"Keluar dari ruangan ini, aku akan memerkosamu detik ini!" ancam Edo membuat Fia mengurungkan niatnya..

"Ih, kok terbalik. Sebenarnya aku yang marah." balas Fia dengan bibirnya yang mengerucut.

"Kenapa bibirmu seperti itu Fia? Ingin aku cium?" tanya Haston jahil, dan Fia berpikir untuk mengikuti permainan Haston.

"Mengapa tidak? Mumpung bibirku masih suci, dengan kata lain belum pernah tersentuh. Ingin mencicipinya tuan?" tanya Fia mengedipkan sebelah tangannya.

Edo dan Haston terkejut, mengapa Fia menjadi wanita nakal?

"Tarik kembali perkataanmu Fia, sebelum aku menerkammu." ucap Haston serius, dan Fia kembali berubah menjadi wanita biasa.

"Heh! Aku bercanda, dasar mesum." setelah itu Fia menelfon Kakaknya, sebelum menelfon Kakaknya, sekelebat muncul ide jahil di otaknya.

Hahaha, pasti menyenangkan. Batin Fia.

Author POV

Fia mengirimkan pesan ke Lias, agar bekerja sama dengannya.

Kak, aku nanti ditelfon ikutin permainan aku yah Kak.

Hm, Ok.

Fia tersenyum puas, kemudian menelfon Lias dan sengaja Fia membesarkan suaranya.

Halo?

Yah, sayang? Kau butuh sesuatu.

Hm, iyah. Aku lapar Kak, bisa beliin sesuatu?

Hhh, tentu saja. Apapun untukmu honey.

Terimakasih, jangan lama-lama Kak.

Ok, wait me baby

Dengan kesal Edo merebut ponsel Fia lalu melemparnya sembarang arah, "Siapa yang kau telfon Fia?" tanya Edo serius.

"Aku menelfon sahabatku, ada salahnya?" tanya Fia kembali.

"Aku tidak bermain-main Fia, dari percakapan kalian saja seperti seorang kekasih. Apa kau mempermainkanku?"

"Tidak ada niatan sama sekali Edo! Menyingkirlah sebentar lagi ia akan datang." jawab Fia, bukan menyingkiri Edo malah mengulum bibir Fia.

Fia terkejut kemudian mendorong dada Edo, sayangnya tenaga Edo begitu kuat.

"Eum, Edo! Lepaskan!" Teriak Fia, Edo menatap Fia tajam.

"Itu hukuman untukmu! Jangan sekali-kali berhianat Fia, karena kau hanyalah untukku." setelah berkata seperti itu, sendok melayang tepat mengenai kening Edo.

"Sialan kau! Mencium Fia di depanku? Sahabat macam apa kau ini, aku saja tidak berani seperti itu. Hargailah Fia karena ia telah bersuami. Kalau kau seperti itu, jelas sekali dirimu tidak mencintainya, tapi itu sebuah obsesi." jelas Haston menyadarkan Edo.

Dengan wajah yang sembab, Fia duduk di kursi dengan tatapan kosong.

"Bahkan suamiku sendiri tidak pernah menciumku, tapi kau! Dengan lancangnya melakukan itu semua! Maaf aku harus pergi." ucap Fia, bertepatan dengan itu Lias telah tiba.

"Hei, ada apa denganmu princess?" tanya Lias melihat wajah adiknya yang sembab.

"Kak, aku ingin pulang." tanpa panjang lebar lagi, Fia menarik tangan Lias dan keluar dari kamar tersebut.

"Hancur! Hancurlah sudah, mengapa aku sebodoh ini?" tanya Edo kesal.

"Dari dulu kau memang bodoh," jawab Haston.

"Diam! Atau tanganmu kupatahkan." balas Edo dan Haston tak berani berkata lagi.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Edo, tapi Haston diam saja.

"Jawab sialan!" teriak Edo kencang, "Kau yang sialan! Siapa yang menyuruhku untuk diam? Kau bukan, lantas mengapa kau memarahiku." kesal Haston.

Edo meremas rambutnya, kemudian meninggalkan Haston.

"Hei! Jangan meninggalkanku sendiri di sini." teriak Haston, tapi Edo sudah terlanjur meninggalkannya.

"Menyebalkan sekali." sebal Haston kemudian memakan apelnya.

....

"Ada apa denganmu?" tanya Lias.

"Edo menciumku, otomatis bibir udah gak suci lagi." jawab Fia kemudian memeluk Kakaknya.

Lias tersenyum mendengarnya, " kabar yang baik." kata Lias membuat Fia heran.

"Kok kabar baik? Kakak gak ada niatan buat mukul Edo?" tanya Fia, dan Lias menggeleng.

"Gak ada, malah Kakak senang! Senang banget, kabar ini harus diketahui oleh Aras." jawab Lias dan Fia membulatkan matanya.

"Kak, jangan! Aras bisa mengamuk." cegah Fia, tapi Lias terlanjur menelfon Aras.

Kalau kau ingin bertemu dengan adikku, datang ke rumahku.

Lias menutup telfonnya, "Tunggu beberapa menit lagi singa itu akan tiba." ucap Lias dan Fia menghela nafasnya.

Ketukan pintu terdengar keras, Lias tersenyum sumringah sedangkan Fia menjadi cemas.

"Bukakan pintu untuknya Fia," perintah Lias dan Fia mengangguk lesu.

Pintu terbuka, menampakkan Aras yang menahan marahnya, Fia menunduk pelan karena takut menatap Fia.

Tanpa aba-aba Aras mengangkat dagu Fia dan mencium bibir Fia rakus, ciuman tersebut semakin dalam dan menuntut.

Fia berusaha melepaskannya, tapi tenaga Aras lebih kuat. Merasa Fia hampir kehabisan nafas, Aras melepaskan ciumannya.

"Bakterinya sudah bersih di bibirmu sayang, terulang kembali aku tidak segan-segan menerkammu." ucap Aras lembut.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel