Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Ke Mana Fia?

Setelah itu, Aras menuju ke ruang tamu melihat siapa yang berani bertamu ke rumahnya.

Aras tersenyum menyeringai, melihat siapa yang datang. Ternyata ia adalah selingkuhan istrinya.

"Woaw, ada hubungan apa kau dengan istriku?" tanya Aras tajam.

Haston membalasnya dengan ramah, "Aku hanya memastikan, apa benar ini rumah Fia?" tanya Haston.

"Apa hak mu untuk mengetahuinya?" tanya Aras dingin.

"Setiap orang memiliki hak masing-masing, dan kau hanya menjawabnya saja, mudah bukan." jawab Haston.

"Sialan kau! Akan kubunuh." geram Aras, Haston segera beranjak dan menatap tajam Aras.

"Ternyata seperti ini sifatmu hm? Aku tak sabar lagi untuk merebut Fia darimu." kata Haston tak menyangka, kemudian meninggalkan Aras yang tengah emosi.

"Hahaha, tidak akan kubiarkan, karena Fia hanya milikku! Milikku seorang, karena Fia adalah milikku, maka aku berhak atas segalanya." seringai Aras, kemudian ia tertawa terbahak-bahak.

Author POV

Haston pergi dari rumah tersebut dengar murka, "Sialan, selama ini gadis ku dinikahi oleh pria sepertinya? Tidak akan kubiarkan. Walaupun aku bukan siapa-siapanya." ucap Haston.

Haston kembali ke rumahnya, dengan kesal ia menutup pintu keras. "Kak, kau mengagetkan ku," ucap Delvi, adik Haston.

"Maaf, Kakak kesal hari ini," balas Haston.

"Kesal karena apa Kak?" tanya Delvi lagi.

"Pujaan hati Kakak menikah dengan pria yang salah," jawab Haston sedih.

Delvi tersenyum lembut ke Kakaknya, "Kakak gak boleh seperti itu, hilangkan rasa cinta Kakak ke wanita itu. Malu tau Kak, orangnya udah ada yang punya mau diembat juga," kata Delvi membuat Haston tertawa geli.

"Hahaha, tenang saja. Kakak bukan perebut wanita orang, cuman nunggu jandanya aja baru Kakak embat." balas Haston kemudian mencubit hidung Delvi.

"Makan malam siap! Edo turun!" teriak Fia, dengan cepat Edo turun melalui tangga dan duduk di meja makan.

"Wah, secepat ini telah siap? Aku sudah tak sabar mencicipinya," ucap Edo semangat.

"Pelan-pelan, biar aku yang siapin," kata Fia, "Mau ikan?" tanya Fia, dan Edo mengangguk.

Piring yang penuh diberikan ke Edo, dengan lahap Edo memakannya.

"Enak sekali, besok bawakan aku bekal yah?" pinta Edo.

"Tentu," jawab Fia singkat sambil tersenyum.

"Terimakasih,"

"Udah terimakasihnya, nanti makanannya keburu dingin." ucap Fia memperingati.

Mereka berduap makan dengan lahap, sambil bercakap-cakap disela makan.

"Beberapa makanan di kulkas mu telah habis, aku keluar sebentar," pamit

"Biar kutemani," kata Edo setelah meminum airnya.

"Tidak usah, kau punya tanggung jawab dalam pekerjaanmu, aku tidak ingin mengganggu." jawab Fia, lagi-lagi Edo bersikeras mendapat persetuajuan dari Fia.

"Tidak apa-apa Fia, pekerjaan bisa nanti, jika terjadi apa-apa di luar sana, atau Aras menemukan mu bagaimana?" tanya Edo, dan Fia berpikir apa yang dikatakan Edo ada benarnya.

"Kenapa tidak kupikirkan dari tadi? Baiklah temani aku," jawab Fia, dan Edo berteriak senang dalam hatinya.

"Tentu." ucap Edo kemudian mereka berangkat.

Sampainya di pasar, Edo mengusap dahinya yang kepanasan.

"Kenapa harus di pasar? Kan ada mini market," kata Edo.

"Di pasar lebih murah, harus irit. Di luaran sana orang yang membutuhkan uang, dan kamu orang mampu dan patut bersyukur karena mendapat rejeki lebih." balas Fia tanpa melirik Edo, malah sibuk memilih sayuran.

Edo tersenyum merekah dan mengangguk, "Wah, terimakasih atas pembelajarannya,"

"Iyah. Sekarang kita pulang." Kata Fia, setelah itu mereka berjalan, kebetulan Haston berada di pasar tersebut membeli ikan.

"Eh, bukannya itu Haston? Haston!" teriak Fia membuat Haston berhenti dan menoleh.

"Fia? Kemana saja kau? Aku mencari mu di rumah, tapi kau tidak ada." jelas Haston, dan Fia menunduk pelan.

"Saat itu aku kabur, dan sekarang aku tinggal di rumah Edo." kata Fia.

"Edo? Siapa dia?" tanya Haston, dan Fia melirik Edo.

"Tepat di samping ku." tunjuk Fia, Edo tersenyum ramah dan berjabat tangan dengan Haston.

"Edo,"

"Haston."

Setelah berjabat tangan, Haston melirik Fia kembali.

"Mengapa kau tidak ke rumah ku saja?" tanya Haston.

"Aku tidak tahu rumah mu Haston,"

"Haha, betul juga. Maafkan aku." kata Haston, dan Fia mengangguk tersenyum.

Mereka bertiga tertawa, tapi sebentar. Karena Aras tiba-tiba datang dan menarik lengan Fia kasar.

"Ternyata sahabat ku sendiri seorang penghianat." tatap Aras tajam, Edo pun tak kalah tajam menatap Aras.

"Aku tidak merebut Fia, salah mu sendiri yang membuatnya pergi. Sudah kuberitahu kalau Fia tidak akan tahan dengan mu." santai Edo.

Aras mengabaikan ucapan Edo, dan menatap Fia lekat.

"Apa hukuman ku kemarin kurang?" tanya Aras, dan Fia tak menjawab pertanyaan Aras.

"Jawab jalang!" sentak Aras, dan hantaman keras mendarat tepat di pipi Aras.

"Kau keterlaluan sialan! Jangan salahkan diriku jika aku merebutnya." marah Edo, ia tak tahan melihat Fia yang menangis.

Sedangkan Haston, ia diam sambil memendam amarahnya. "Aku tidak berguna, mengapa? Karena aku tidak ada hak sama sekali atas Fia." batin Haston.

Fia mengelus pipi Aras lembut, tapi, dengan kasarnya Aras menghentakkan tangan Fia.

"Ingat batasan mu! Sekarang pulang!" kata Aras tak mau dibantah.

Fia menatap Haston dan Edo, berusaha meyakinkan mereka bahwa dirinya baik-baik saja.

Edo dan Haston tak dapat berbuat apa-apa, karena semua kuputusan berada di tangan Fia.

"Sampai jumpa." pamit Fia.

"Berapa kali harus kukatakan? Berapa kali? Dasar tidak tahu diri! Tidak tahu untung! Tidak tahu berterimakasih! Jalang!" setelah mengatakan hal tersebut, tamparan keras dirasakan Fia.

Lebam, pipi Fia membiru karena kerasnya tamparan tersebut.

Fia diam, tak berdaya, ia bisa apa? Dirinya lemah. Kekuatannya jauh di bawa dibanding Aras.

Berjuta kata rayu telah terucap untuk meredamkan murkanya, tapi semuanya sia-sia.

"Aku keluar sebentar! Terulang kembali? Keluargamu jadi taruhannya. Camkan itu!" ucap Aras kemudian pergi.

"Lagi-lagi ancaman tersebut membuat ku tak dapat berkutik, dan pada akhirnya akulah yang terluka." kata Fia lirih.

Aku mengalah agar kata perpisahan tak terjadi, andai batas kesabaran datang, sudah lama aku meninggalkannya.

Semuanya kulakukan untuk kebahagiaan keluarga ku, biarlah aku menderita. Jika aku mengadu percuma, karena hanya Kakak ku yang mempercayaiku.

Fia POV

Kepergian Aras bukannya membuat ku tenang, tapi sebaliknya, seorang wanita yang memapah Aras dua hari yang lalu datang ke rumah.

"Untuk apa kau ke sini?" tanya ku sinis, ia memutar bola matanya malas.

"Tentu saja menemui kekasihku," jawabnya santai, ingin sekali kucakar wajahnya.

"Menjijikkan, datang ke rumah orang dan mengaku-ngaku suami orang adalah kekasihnya. Di mana letak harga diri anda nona gatal?" tanya ku kembali.

Dan ia mengepalkan kedua tangannya, sebelum ia menampar ku tangannya sudah kucekal.

"Kau pikir aku lemah? Jangan remehkan aku! Pelakor!" kutatap wanita itu tajam, ia memberontak berusaha melepas cekalan ku, tapi tak semudah itu.

"Cukup!" teriak Aras yang tiba-tiba datang, dan seketika wanita tersebut terjatuh. Sungguh rubah yang licik.

"Ouch, apa salah ku? Jika aku punya salah, maafkan aku," kata wanita tersebut sambil menangis. Oh, adegan ini layaknya sinetron.

"Aras, jangan mempercayainya, dia berbohong!" tunjukku.

"Kau yang berbohong! Jelas-jelas aku melihat tangan mu yang mencekalnya. Dasar jalang!" teriaknya, dan itu membuat ku malu, terlebih lagi wanita di depan ku ini menahan tawanya. Sungguh bahagia di atas penderitaan orang lain.

"Aku akui akting mu sangat baik nona, dan kali ini kau berhasil menipu suami ku. Hahaha aku tidak menyangka bahwa suami ku yang terkenal cerdas dengan mudahnya tertipu oleh wanita ular seperti mu! Miris sekali." ucap ku sambil menahan air mata ku, kemudian meninggalkan mereka.

Author POV

Aras menghampiri Sofia, dan mengelus pergelangan tangannya yang merah, "Maafkan istri ku, ia benar-benar keterlaluan," kata Aras khawatir, sedangkan Sofia tersenyum senang.

"Tidak perlu khawatir Aras, aku baik-baik saja. Wajar saja seorang istri pasti cemburu melihat wanita asing datang ke rumahnya. Terlebih lagi aku menanyakan keberadaan mu," balas Sofia dengan sedih.

"Jangan dengarkan perkataannya, dia tidak berhak atas diri ku,"

"Tidak bisa Aras, dia istri mu, sedangkan aku? Hanyalah perusak hubungan orang," kata Sofia kemudian menangis.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel