Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Pamer

Atia berdiri di sudut jendela kamarnya, gaun sabrina kelabu yang disiapkannya dari jauh hari untuk menghadiri acara pelantikan Ataya masih menempel indah di tubuh rampingnya. Pandangannya menerawang keluar jendela kamarnya, otaknya sibuk mengingat setiap kenangannya dulu bersama Ataya ketika masih remaja.

Ataya yang baru keluar dari kamar mandi langsung menghampiri Atia yang berdiri di sudut jendela dan sedang memandang ke luar.

"Lagi mikirin apa, Sayang?" Tangan kekar Ataya melingkar di pinggang ramping milik Atia, Ataya memeluk gadis itu dari belakang.

Atia tersenyum simpul, lalu memegang tangan punggung tangan Ataya yang sudah ada di depan perutnya.

"Kamu tau, berapa lama aku mendesign gaun ini dan mempersiapkannya untuk aku pakai di hari pelantikan kamu?" Atia menerawang mengingat perjuangannya untuk mempersiapkan gaun cantik yang tengah dikenakannya.

Ataya menopangkan dagunya di pundak telanjang Atia, tinggi badan Atia yang semampai membuat tinggi badan mereka tidak begitu jauh berbeda, jadi Ataya tidak kesulitan untuk melakukan itu. Ataya menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan dari Atia.

"Lima bulan, dari hari kamu kasih tau aku tentang hasil rapat umum pemegang saham. Sampai hari ini, sebelum aku pakai, aku masih memberikan sentuhan terakhir agar terlihat sempurna." Atia tersenyum lirih lalu tertunduk, mengingat sebesar apa persiapnnya untuk menyempurnakan hari ini.

Gadis itu mengangkat kedua tangannya di udara.

“Tangan ini memilih sendiri bahan yang hendak ku gunakan, menggambar polanya, menggunting setiap bagiannya dan menjahitnya hingga selesai. Semuanya hanya untuk memberikan kesan sempurna di matamu.” Atia tersenyum simpul.

"Dan hari ini, semua yang sudah kupersiapkan dengan sempurna, gagal untuk kupamerkan." Sambung Atia dengan penuh sesal.

"Kamu sudah memamerkannya dihadapanku sekarang." Kecup Ataya di pucuk kepala belakang Atia.

"Benar! Aku menyiapkannya hanya untukmu." Angguk Atia.

"Aku bersyukur, kamu lebih memilih pulang." Ataya memutar badan Atia dengan perlahan hingga menghadapnya.

Tubuh mereka saling berhadapan, Ataya menatap lekat wajah kekasihnya itu tanpa berkedip dengan tatapan penuh kekaguman.

"Kamu tidak kecewa?" Tanya Atia kepada Ataya.

"Awalnya aku kecewa. Tapi, setelah melihat kamu sekarang, aku malah mensyukurinya." Ataya tersenyum.

"Mengapa begitu?" Atia mengeritkan dahinya penuh tanya.

"Kamu terlalu sempurna untuk hari ini. Di sana, kamu pasti akan menjadi gula yang dikerumuni semut." Ungkap Ataya sembari menerawang membayangkan sesuatu yang akan terjadi jika gadisnya itu tetap berada di sana dengan penampilan yang sangat cantik ini.

"Gula? Semut?" Atia kebingungan mencerna perkataan Ataya.

"Iya. Kamu pasti menjadi pusat perhatian laki-laki lain. Tentu saja, hanya laki-laki buta yang tidak akan tertarik saat melihatmu. Mereka akan mendekatimu tanpa dipinta, seperti seekor semut menghampiri gula. Dan aku, hanya bisa melihatmu dari jauh? Bagaimana kalau aku cemburu?" Lanjut Ataya.

"Tinggal kamu semprot semutnya pakai racun serangga." Atia terkekeh.

"Dan kamu akhirnya tidak bisa dimakan karena sudah terkontaminasi racun." Ataya memainkan jari-jari kekarnya di pinggang Atia.

"Hahaha, geli, Ta." Atia berusaha memegangi tangan kekar Ataya yang sedang menggelitik pinggangnya.

Ataya pun menghentikan aksinya.

"Maaf, karena aku memaksamu hadir di acara pelantikan itu tanpa memikirin perasaan kamu." Ataya bicara lembut dengan suara tenor miliknya.

"Nggak perlu minta maaf, Ta. Aku setuju untuk hadir karena aku fikir aku sudah siap. Tapi ternyata aku salah." Ucap Atia.

"Aku hanya ingin kamu menyaksikan peristiwa pentingku." Ataya menarik tubuh Atia ke dalam pelukannya.

"Do'aku selalu mengiringimu, Ta. Sekalipun aku tidak hadir dan menyaksikan peristiwa pentingmu." Atia memejamkan mata di dalam pelukan Ataya.

Mereka menikmati hangatnya saling berpelukan untuk sesaat.

"Sayang." Panggil Ataya.

"Iya?" Atia menjawab.

"Kita pamer kesempurnaan kamu yuk malam ini." Ajak Ataya.

"Pamer ke siapa, Ta?" Tanya Atia bingung.

"Pamer ke Mami Papi." Tukas Ataya. "Sekalian, aku mau minta izin ajak kamu berangkat ke Malaysia minggu depaan." Lanjutnya.

"Kamu mau ke Malaysia?" Tanya Atia lagi yang masih dalam pelukan Ataya.

"Iya. Tugas pertama sebagai Presdir. Kunjungan ke cabang perusahaan di Malaysia." Jelas Ataya.

"Aku boleh ikut?" Tanya Atia antusias.

Atia menarik kepalanya agak menjauh, namun tubuhnya masih berpelukan dengan Ataya, ditatapnya mata kekasih tampannya itu dengan penuh harapan dan mata yang berbinar.

"Aku berharap kamu bisa ikut." Ataya menatap mata Atia yang berbinar penuh harap.

"Aku bisa!" Ucap Atia semangat.

Ataya mengangguk. "Aku minta izin ke Mami Papi ya? Semoga kamu dibolehin ikut." Ucap Ataya yang juga penuh harapan.

"Ya sudah, aku siap-siap dulu." Atia segera melepaskan pelukannya di tubuh Ataya, namun Ataya masih enggan melepaskan pelukannya dari tubuh sang kekasih.

"Apa yang mau disiapkan lagi?" Tanya Ataya seolah enggan melepaskan tubuh sang gadis pujaan.

"Wajahku perlu dipoles lagi, Ta. Makeupku sudah hilang." Atia menepuk-nepuk pipinya menggunakan telapak tangannya.

"Kenapa bisa hilang?" Tanya Ataya menggoda.

"Karena aku menangis habis-habisan tadi." Jawab Atia.

"Kenapa kamu nangis?" Ataya kembali bertanya.

"Karena ada seorang laki-laki yang sangat aku sayangi, namun aku tidak bisa berada dekat dengannya." Atia menjawab dengan bercanda.

"Mengapa tidak bisa? Apa laki-laki itu seorang monster? Atau dia penyakitan? Sampai kamu tidak bisa mendekatinya?" Ataya menyatukan keningnya dan kening Atia.

"Karena dia seorang tuan muda, dan aku hanya seorang upik abu." Canda Atia.

"Tuan muda mana yang bisa menolak upik abu secantik ini? Biar ku hajar kepalanya." Ataya geram.

"Awas saja kalau kamu berani menyakitinya." Ancam Atia sembari menyipitkan matanya menatap Ataya.

"Menyakitinya?" Ataya mengernyitkan dahinya.

"Iya. Menyakitinya." Angguk Atia dengan memberi penekanan pada kata terakhir yang diucapkannya.

"Nya, siapa? Ataya mulai terjebak dalam candaannya sendiri.

"Namanya Ataya Putra Daratama, sang Presiden Direktur dari Daratama Advertising. Kamu tidak akan bisa menyainginya." Atia menahan senyum karena berhasil memancing emosi Ataya.

"Nakal." Ataya kemudian mencium gemas bibir mungil milik Atia.

Atia mendorong tubuh kekar Ataya untuk melepaskan diri dari pelukan yang sangat erat itu.

"Aku sebaiknya bergegas, sebelum hari semakin malam." Atia menahan diri untuk tidak melanjutkan keintiman mereka.

Ataya akhirnya melepaskan pelukannya dari tubuh Atia dengan sedikit terpaksa, dibiarkannya gadisnya itu untuk bersiap, dia hanya memperhatikan tindak-tanduk Atia yang sudah berdiri di depan cermin panjang berbingkai kayu putih di sudut kamar pribadi Atia.

"Terakhir, setting spray." Atia menyemprotkan sesuatu ke wajahnya dari jarak dekat sambil memejamkan matanya.

Ataya mulai bergerak dari posisinya semula berdiri dan mendekati Atia.

Atia berbalik menghadap Ataya. "Gimana?" Atia menanyakan pendapat Ataya tentang penampilannya saat ini.

"Sempurna!" Puji Ataya dengan penuh kekaguman lagi dan lagi pada sosok Atia.

"Yuk berangkat." Atia meraih handbag kelabu merk terkenal senada dengan warna gaun yang dikenakannya, tak lupa disemprotkannya parfum beraroma srawberry ke ceruk lehernya dan di kedua nadi tangannya. Seketika harum aroma srawberry makin pekat menusuk hidung Ataya.

Ataya terdiam sejenak seperti terhipnotis, lalu kemudian dia menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba membuat dirinya sadar.

"Ayo, sayang." Ataya mulai melangkah menuju pintu tanpa menggandeng tangan Atia.

Atia mengikuti langkah kaki Ataya yang sudah lebih dulu keluar dari kamarnya. Senyum menghiasi wajah cantiknya, Atia memang selalu terlihat cantik, apapun kondisinya.

"Biyung." Panggil Atia kepada pengasuhnya saat menuruni anak tangga menuju lantai bawah.

Jumaidah yang sedang berada di dapur saat mendengar majikan kesayangannya itu memanggilnya, segera berlari menghampiri Atia.

"Iya, Non?" Jawab Bik Jum.

"Atia pamit mau ke rumah utama, ya. Nggak usah masak buat makan malam, Atia makan di sana." Ucapnya kepada Bik Jum dengan gaya manja khas Atia.

"Non Atia nginep sana?" Tanya Bik Jum kepada majikan cantiknya itu..

"Atia pulang, nanti dianterin Ataya lagi." Jawab Atia.

"Siapa bilang aku mau nganter kamu pulang?" Ataya lagi-lagi bercanda.

"Apa sih, Ta." Atia memukul dada bidang Ataya menggunakan kepalan tangannya yang halus lembut.

Ataya terkekeh. Bagi Ataya, tidak akan pernah puas rasanya untuk menggoda gadis itu, melihat senyumnya, mendengarkan celotehannya dan semua kebiasaan Atia lainnya.

Bik Jum ikut terkekeh melihat interaksi Ataya dan Atia yang terjadi di depan matanya sekarang.

"Ya sudah, hati-hati ya, Non. Salam buat Tuan dan Nyonya." Bik Jum mengantarkan kepergian Ataya dan Atia hingga ke depan pintu.

Sepasang kekasih itu kemudian masuk ke dalam mobil, kemudian mobil yang dikemudikan oleh Ataya itu mulai bergerak meninggalkan kediaman Atia menuju kediaman keluarga Daratama.

Atia menoleh ke kursi penumpang bagian belakang, jas berwarna kelabu milik Ataya tergeletak begitu saja di atas kursi, Atia kemudian membelokkan pandangannya kepada laki-laki tampan yang ada disampingnya ini, diperhatikannya pakaian yang dikenakan oleh Ataya, kemeja putih dengan rompi kelabu dan celana dasar yang juga berwarna kelabu, pakaian itu adalah setelan yang dikenakan oleh Ataya pagi tadi. Gadis itu baru sadar jiia kekasihnya tidak berganti pakaian sama sekali.

"Sayang." Panggil Atia kepada kekasihnya yang sedang fokus mengemudikan mobilnya.

"Heemmm? Kenapa?" Jawab Ataya lembut.

"Kamu dari jam berapa ada di rumah aku tadi?" Selidik Atia memastikan kecurigaannya.

"Dari sore. Jamnya aku lupa. Yang jelas, waktu aku datang, kamu lagi tidur dan terlihat sangat cantik." Ataya tersenyum setengah bercanda menjawab pertanyaan dari Atia.

"Serius, Ta." Rengek Atia. "Kamu nggak ganti baju?" Selidik Atia lagi.

"Aku nggak bawa pakaian ganti di mobil, Sayang." Jawab Ataya yang kali ini terdengar sedikit lebih serius.

"Memangnya dari acara tadi, kamu nggak pulang dulu?" Mata Atia melotot, ternyata dugaannya benar bahwa Ataya langsung ke rumahnya selesai acara.

"Aku panik waktu denger dari Mami kalau kamu pulang karena nggak enak badan. Mana kepikiran aku buat pulang dan ganti baju dulu." Jelas Ataya.

Atia menghela napas berat, digelengkannya kepalanya sambil menatap Ataya.

Ataya menolehkan kepalanya ke arah Atia, dan sesekali melirik ke depan untuk tetap memperhatikan jalannya kendaraan yang tengah dikemudikannya. Tangan kirinya memegang dagu lancip Atia menggunakan ujung-ujung jari kekarnya.

"Kenapa? Kenapa? Kenapa? Heemm?" Tanyanya gemas kepada Atia.

"Kamu harus mikirin diri sendiri dulu sebelum mikirin orang lain, Ta." Wajah ceria Atia seketika berubah murung.

"Kamu jauh lebih penting dari pada diriku sendiri." Ataya mengelus lembut pucuk kepala Atia.

Lagi-lagi Atia menghembuskan napasnya dengan berat.

"Tadi makan siang nggak, Kamu?" Selidik Atia lagi yang ingin memastikan kecurigaannya.

"Makan, sayang. Di hotel makanannya enak-enak, masa iya aku nggak makan?" Ataya berbohong. Jika saat ini dia berkata jujur, maka Atia bisa saja berubah menjadi beruang kutub yang siap menerkam mangsa.

"Beneran?" Tanya Atia sekali lagi.

"Benarr, sayang." Ataya memasang wajah serius untuk meyakinkan Atia agar gadisnya itu percaya.

"Hemmmm, syukurlah." Ucap Atia lega dan kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi mobil.

"Terus, kamu sendiri? Makan nggak?" Ataya berbalik bertanya kepada Atia.

Atia terlihat panik, matanya melotot mendapat serangan balik dari Ataya, dianggukkannya kepalanya dengan cepat.

"Makan, kok. Makan, makan." Jawab Atia panik.

"Kapan? Tadi pagi? Semangkuk zuppa soup dan segelas susu strawberry?" Beber Ataya.

Manik mata kelabu milik Atia nyaris keluar, kelopak matanya terbuka lebar, bagaimana Ataya bisa mengetahui menu sarapannya pagi ini.

"Biyung." Bisik Atia menyebut nama pengasuh kesayangannya itu dengan kesal.

"Jangan coba berbohong, Ia. Karena kamu bukan seorang pembohong ulung." Ataya tersenyum simpul.

Atia terdiam, wajahnya memerah menahan malu karena ketauan berbohong oleh Ataya.

Ataya terkekeh tanpa suara melihat Atia yang tiba-tiba terdiam dengan wajah merahnya. Ingin sekali rasanya dia memeluk Atia dan menciumi bibir strawberrynya itu saat ini, seandainya saja mobil SUV hitam yang dikendarainya saat ini belum sampai di depan gerbang kediaman keluarga Daratama, sudah dapat dipastikan dia akan memutar kemudi mobil menyimpang dari tujuan mereka.

“Kalau saja kita belum sampai.” Gumam Ataya sembari menatap Atia yang tengah terdiam.

“Kenapa kalau kita belum sampai?” Tanya Atia penasaran.

“Sudah habis kamu, aku makan hidup-hidup.” Ucap Ataya geram sembari membunyikan klakson sebagai tanda untuk dibukakan gerbang oleh penjaga.

Atia tercengang, mulutnya menganga dan matanya melotot menatap ke arah Ataya yang tengah terkekeh melihatnya.

“Tutup mulutnya, nanti dimasuki laler.” Ataya menekan dagu gadis itu ke atas agar mulutnya yang tengah terbuka dapat tertutup.

“Kamu itu ya, Ta. Memangnya kamu kanibal?” Atia memukuli geram lengan kekar kekasihnya yang masih mengemudi menyusuri jalan dalam pekarang rumah keluarga Daratama yang sangat luas itu.

“Iya. Memangnya kamu baru tau?” Ataya bercanda.

“Aku bukan makanan. Ih.” Atia melengoskan wajahnya ke samping dengan kesal.

Melihat hal itu, Ataya tertawa terbahak. Atia terlihat sangat menggemaskan saat ini. Mungkin di fikiran gadis itu saat mendengar kata ‘makan’ adalah ‘makan’ dalam arti yang sebenarnya yang tertera dalam kamus besar bahasa indonesia. Namun ‘makan’ yang dimaksud oleh Ataya tentunya mempunyai arti yang berbeda.

Memang begitulah seorang Atia dengan pemikiran polosnya. Terkadang, dia bisa tiba-tiba memikirkan suatu hal di luar logika orang lain, dan terkadang dia juga bisa berfikir seperti seorang anak kecil. Namun di balik pemikirannya yang polos itu, otaknya selalu memikirkan suatu beban yang sangat berat yang selalu membebani dirinya karena tidak bisa menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang selalu ada di fikirannya itu.

Ataya mengulurkan tangannya untuk mengusap rambut di atas kepala gadisnya itu dengan lembut untuk meredakan amarah sang kekasih hatinya itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel