Bab 6. Meraih Kenikmatan
Hujan deras mengguyur saat Aliana dan Devario menyelesaikan makan malam mereka, mobil yang di parkir cukup jauh membuat mereka terpaksa harus menerobos rintik dari langit, hingga membuat pakaian keduanya basah kuyup. Baju Aliana yang berbahan sifon itu melekat di tubuhnya, menampilkan dalaman yang dikenakan gadis itu, bahkan mencetak jelas bulatan dadanya yang sedikit menyembul, tidak kebagian ruang bra yang dikenakannya.
Devario yang melihat itu meneguk ludahnya susah payah. Ingin menutupi dengan jasnya, tapi terlalu sayang jika pemandangan seindah itu tidak dirinya nikmati, lagi pula jasnya juga basah, akan semakin membuat Aliana kedinginan jika di gunakan untuk menutupinya.
Sadar di perhatikan, Aliana menoleh pada sang Daddy lalu mengikuti arah pandang pria dewasa itu. Wajah Aliana memerah seketika saat menemukan ke mana pria itu melihat sampai tidak berkedip.
Benar apa yang dikatakan Anya, ia tidak perlu susah-susah menggoda Devario, toh tanpa di goda pun laki-laki itu sudah tergoda lebih dulu, hanya saja Devario tidak berani untuk bertindak. Yang harus Aliana lakukan adalah sedikit berani untuk memancing pria itu mengeluarkan hasratnya.
Dengan gerakan yang dibuat senormal mungkin, dan pura-pura tidak menyadari tatapan Devario, Aliana mengusap-usap baju bagian dadanya, seolah tengah menyingkirkan air yang ada di sana. Menyibakkan rambut panjangnya yang sedikit menghalangi gundukan kenyal itu, hingga kini pemandangan dada besar dan padatnya dapat dengan jelas terlihat meskipun masih tertutupi blus putihnya yang basah.
“Dadd, penghangatnya dong, aku kedinginan nih,” pinta Aliana menyadarkan Devario.
“O-oke sebentar,” ucapnya gelagapan. Aliana hanya tersenyum kecil, berusaha tidak menyadari kegugupan sang daddy.
“Kamu kedinginan banget, ya?” tanyanya dengan nada cemas saat melihat Aliana memeluk tubuhnya sendiri. Gadis itu mengangguk lucu. “Maaf, Sayang, di mobil ini Daddy tidak menyimpan baju ganti apalagi selimut. Jadi kamu bisa tahan sebentar ‘kan?” lagi Aliana mengangguk, dan semakin memeluk tubuhnya erat. Bukan karena begitu kedinginan, untuk itu Aliana masih bisa menahannya. Hanya saja Aliana sengaja melakukan itu agar membuat dadanya semakin membusung dan belahannya semakin terlihat.
Ingat apa yang Anya bilang, ia hanya butuh sedikit menggodanya saja. Dan itu terbukti dengan Devario yang terlihat tidak fokus dengan kemudinya karena laki-laki itu sesekali mencuri pandang ke arah Aliana, lebih tepatnya pada dadanya.
“Daddy dingin,” Aliana berucap pelan dengan gestur yang terlihat benar-benar kedinginan. Itu membuat Devario tidak tega melihatnya. Pria itu berpikir untuk beberapa saat sebelum kemudian menghentikan laju mobilnya.
“Sini,” katanya seraya mengulurkan tangan. Aliana menaikan sebelah alisnya tak paham. “Duduk di pangkuan Daddy, agar sekalian Daddy peluk biar tidak terlalu kedinginan,” lanjutnya saat mengerti arti dari tatapan Aliana.
Tanpa bertanya lagi, Aliana segera bergerak dan memposisikan diri di pangkuan sang Daddy, berhambur memeluk pria itu dan menyelusupkan kepalanya di lipatan leher Devario.
Devario sendiri merasa bahwa keputusannya itu adalah salah, ini sama saja dengan menyiksa diri sendiri apalagi saat gundukan kenyal yang sejak tadi menjadi pemandangannya itu menempel sempurna di dada bidangnya. Di dukung dengan basahnya kemeja yang ia kenakan, menambah siksaan karena dengan itu payudara Aliana semakin terasa. Tapi tidak dapat di pungkiri memang bahwa posisi seperti ini bisa mengurangi rasa dingin keduanya.
Menarik dan membuang napasnya terlebih dulu, Devario barulah kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata sambil menikmati siksaannya. Semoga saja ia tidak hilang kendali dan menyerang Aliana saat itu juga.
“Daddy, apa Daddy akan menikah?” tanya Aliana tiba-tiba. Membuat Devario menginjak remnya mendadak, dan tubuh Aliana hampir saja oleng jika Devario tidak langsung memeluknya dengan erat.
“Siapa yang bilang?” Devario menaikan sebelah alisnya, menatap Aliana yang sudah menarik kepalanya dari lipatan leher Devario.
“Tidak ada. Aku hanya ingin bertanya saja, Daddy. Aku hanya takut jika suatu saat nanti Daddy menikah, kasih sayang Daddy tidak lagi aku dapatkan,” ucapnya dengan nada sedih.
“Baby, dengarkan. Hingga saat ini Daddy belum kepikiran untuk menikah,”
“Tapi usia Daddy semakin tua, tidakkah Daddy menginginkan seseorang yang akan mendampingi sisa hidup Daddy. Memiliki istri dan anak yang lucu-lucu?”
“Aku tahu, Sayang. Tapi untuk sekarang Daddy belum memiliki rencana itu,” Devario menggelengkan kepalanya, tatapan matanya tepat berada di mata Aliana. “Daddy merasa sudah cukup dengan adanya kamu sekarang,” lanjut Devario seraya menjatuhkan ciuman singkat di bibir Aliana yang sejak tadi menggodanya.
“Daddy ….”
“Apa boleh jika Daddy menginginkan kamu? Daddy tidak bisa lagi menyangkalnya, Baby. Daddy menginginkan kamu,” ucapnya nyaris berbisik dengan suara lirih dan mata yang sudah menggelap akan kabut gairah. Aliana tidak menjawab, tepatnya tidak sempat karena Devario lebih dulu melumat bibir sedikit pucat Aliana, mencecapnya dan menggigitnya kecil.
Ciuman Devario kali ini tidak menuntut dan tidak juga kasar seperti beberapa waktu lalu. Kini ciuman Devario begitu lembut hingga membuat Aliana terbuai. Dan kali ini Aliana membalasnya, meskipun sedikit kaku.
Ciuman Devario perlahan turun ke leher Aliana, menjilatnya dan sesekali menghisap juga menggigitnya, membuat Aliana merinding dan nikmat secara bersamaan, sampai lenguhan itu keluar dari bibirnya, bahkan Aliana menggeliat, hingga dadanya membusung dan menyentuh dagu Devario. Semakin membangkitkan hasrat pria dewasa itu.
Tanpa menunggu lama apa lagi berpikir, Devario langsung saja menurunkan ciumannya ke belahan dada yang menggodanya sejak tadi, satu tangannya meremas gundukan kenyal itu yang masih tertutup baju tipis yang basah akibat kehujanan tadi. Tapi Devario masih tetap bisa merasakannya dan Aliana tetap menggelinjang kenikmatan.
Aliana dapat merasakan sesuatu keras menusuk-nusuk bokongnya, dan Aliana sengaja mengegrak-gerakan pinggulnya di sana, membuat Devario mengerang dan semakin memperkuat remasannya, ciumannya pun sudah kembali beralih pada bibir Aliana yang sedikit bengkak. Melumatnya semangat dan penuh gairah.
Lengushan dan desahan tidak bisa Alaina tahan, bahkan tubuhnya tidak lagi bisa diam, di tambah dengan sesuatu desiran yang membuat intinya berkedut. Aliana butuh lebih dari sebuah ciuman. Pinggul Aliana bergerak semakin gelisah, dan itu berdampak pada milik Devario yang semakin mengeras dan mendesak minta di lepaskan.
Sambil terus mencium bibir hangat dan kenyal itu, tangan Devario yang berada di dada Aliana terpaksa terlepas sejenak untuk menurunkan sandaran kursinya, agar mereka lebih lelusa. Setelahnya Devario kembali meremas gundukan kenyal itu dan sekarang kedua tangannya bekerja, ciumannya sudah kembali turun ke leher putih gadis itu, menjilatinya dengan sensual, hingga membuat Aliana kembali mendesah, menambah semangat Devario.
“Eungghh Daddy ….” Lenguh Aliana, tubuhnya menggeliat kebelakang, memberi akses Devario untuk semakin dalam mencumbu lehernya.
“Ya sayang,” Devario menurunkan tangannya ke perut lalu menyingkap kain basah itu dan meloloskannya lewat kepala Aliana, hingga gundukan kenyal gadis itu terpangpang hanya di tutupi bra berwarna putihnya, perut datarnya terekspos, membuat kedutan di antara selangkangannya semakin linu, dan Devario tak tahan untuk tidak meloloskannya.
“Baby, bisa angkat dulu bokongmu sebentar?” Aliana mengangguk, dan tanpa menunggu lama Devario bisa menarik turun resleting celananya dan membiarkan kejantanannya itu menyembul dari balik celana dalam yang di kenakannya. “Duduk lagi,” titah Devario yang langsung di turuti gadis di atasnya itu.
Setelahnya Devario kembali mencumbui leher Aliana, tangannya bergerak meremas gundukan kenyal di depannya, membuka kaitan bra Aliana dan melemparnya ke jok samping, terus meremas dan kemudian memasukannya ke dalam mulut, mengelum dan menghisapnya lembut dengan satu tangan yang masih sibuk dengan remasannya.
Sementara satu tangannya lagi sudah bergerak turun ke paha Aliana yang terekspos karena gadis itu memang menggunakan rok pendek, bahkan sekarang sudah tersingkap hingga celana dalam yang digunakannya dapat dengan jelas Devario lihat.
“Daddyhh ….” Aliana semakin bergerak tak nyaman, ia sudah tidak kuat lagi. Dan Devario yang mengertipun semakin semangat meremas dan mengelum payudara milik Aliana, tangannya sudah berada di depan inti gadis itu, mengesek-gesekkan dua jarinya di luar celana dalam gadis itu dengan cepat. Sementara Aliana yang sudah berada di puncaknya segera menarik leher Devario dan memeluknya begitu erat, membenamkan kepala pria itu di dalam payudaranya, sementara pinggul Aliana bergerak semakin cepat di bantu satu tangan Devario.
“Argggh Daddy …!”
“Keluarkan, Baby,” bisik Devario dengan suara beratnya. Tak lama kemudian Aliana mendapatkan pelepasannya. Sementara Devario masih merasakan ngilu di kejantanannya, tapi tidak berniat untuk menyelesaikannya sekarang. Pria itu kembali menarik sandaran kursinya ke depan dan langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata, mereka harus segera tiba di rumah dan melanjutkan aktivitasnya.
****
Pagi hari begitu matahari menunjukan sinarnya lewat celah-celah pentilasi, Aliana mengerjapkan matanya perlahan untuk menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya, kemudian membalikan badannya, dan senyum terukir setelahnya saat wajahnya bertatapan dengan wajah tampan Devario yang tidur sambil memeluknya sepanjang malam.
“Daddy,” tepukan pelan Aliana berikan di pipi sang Daddy. “Bangun, sudah siang,” lanjutnya mengusik tidur pria dewasa yang masih memejamkan matanya itu.
“Cium dulu,” ucap laki-laki itu tanpa membuka matanya. Aliana yang belum menyurutkan senyumnya menuruti keinginan pria dewasa itu, mencium pipi Devario seperti yang biasa dilakukannya sebagai bentuk ucapan selamat pagi.
“Sekarang Daddy bangun, Aliana juga harus ke kampus untuk serahkan skripsi.” Tangan Aliana bergerak di dada bidang Devario yang telanjang, mengukir pola abstrak.
“Hem,” gumamnya pelan sebagai respons, tapi tidak sama sekali laki-laki itu bergerak dari posisinya.
“Daddy …” rengek Aliana dengan nada manja.
“Apa Baby?” sahut Devario masih tanpa membuka matanya.
“Lepas, please! Aliana mau mandi, nanti telat ke kampusnya.”
“Sebentar lagi, Daddy masih ingin seperti ini. Nyaman.” Ucapnya berbisik seraya mengeratkan pelukannya. Dan dada Aliana yang memang tidak terbungkus sehelai benang pun di balik selimut tebal yang menutupi tubuh mereka berdua langsung bersentuhan dengan dada berbulu Devario, dan itu menghantarkan gelenyar menyenangkan yang menggelitik perutnya. Membuat wajah Aliana seketika menghangat. Apalagi dengan lintasan kejadian semalam dimana keduanya saling memberikan kehangatan di tengah derasnya hujan yang membasahi bumi.
“Tapi Aliana harus ke kampus, Dadd. Nanti telat,” bujuk Aliana. Ini bukan karena Aliana ingin menghindar, tapi memang begitulah pada kenyataannya, ia sudah memiliki janji dengan dosennya untuk menyerahkan skripsi. Aliana ingin segera selesai dengan urusan di kampusnya sebelum kemudian mulai fokus pada Pendidikan selanjutanya yang sudah sang Daddy rencanakan.
“Baiklah,” ujarnya dengan malas seraya membuka mata, tangannya yang melingkar di pinggang Aliana di lepas, beralih ke wajah gadis itu, sedikit menariknya agar lebih dekat, setelahnya Devario melumat bibir ranum gadisnya dengan lembut, dan melepaskannya setelah sama-sama kehabisan napas.
“Mandi barengan saja untuk mempersingkat waktu,” ucap Devario menarik Aliana untuk bangun.
“Tap—”
“Kenapa?” tanya Devario menaikan sebelah alisnya. Wajah Aliana memerah dan refleks gadis itu menunduk. Mandi bersama Devario? Tidak pernah Aliana membayangkannya meskipun saat kecil dulu tidak pernah keberatan pria itu memandikannya.
Merasa lambat menunggu jawaban gadis itu, Devario memilih untuk langsung menggendong Aliana. Mengejutkan gadis yang tengah melamun itu. Aliana dengan refleks mengalungkan tangannya di leher sang Daddy lalu menyandarkan kepala di ceruk leher pria itu.
Dengan gerakan ringan, Devario menurunkan Aliana di bawah shower, lalu menyalakan kran hingga rintik air hangat jatuh membasahi tubuh mereka berdua.
“Biar aku aja, Dadd,” Aliana menghentikan tangan Devario yang mulai bergerak menyabuni tubuhnya. Jujur saja Aliana malu jika harus pria itu yang melakukannya, bahkan berdiri saling telanjang seperti ini saja, Aliana merasa malu, tapi tidak tahu harus bersembunyi dimana.
“Kamu diam aja, biar Daddy yang melakukannya. Bukankah kamu harus cepat ke kampus?” akhirnya Aliana membiarkan saja Daddy-nya itu, meskipun merasa sedikit tak nyaman karena Devario bukan hanya menyabuninya saja, melainkan sambil meremas dadanya, dan saat tiba di bagian tengahnya pria itu dengan sengaja bergerak perlahan, menggoda inti Aliana yang sudah mulai basah karena rangsangan yang di berikan laki-laki dewasa itu.
“Daddy, nanti Aliana telat,” rengeknya memohon, sambil terus menahan desahannya agar tidak keluar. Bisa bahaya jika Devario tahu dirinya menikmati itu. Dan bisa bahaya jika sampai Devario ikut terangsang. Urusan mereka bisa panjang dan kejadian semalam akan kembali terulang dengan waktu yang tidak mungkin sebentar.
****
