Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5. Alasan

Selesai membaringkan tubuh mungil Aliana ke ranjangnya, Devario melangkah masuk ke dalam kamar. Ia butuh mandi untuk menghilangkan penatnya sekaligus lengket di tubuhnya. Tidak juga ingin membuat gadisnya semakin benci saat menyadari bahwa bau tubuhnya sudah bercampur dengan milik perempuan yang tadi sempat akan Devario jadikan sebagai pemuas nafsunya.

Hanya butuh waktu lima belas menit untuk Devario mandi, dan kini ia berjalan kembali ke kamar Aliana setelah mengenakan pakaian rumah yang akan membuatnya lebih nyaman. Aliana masih tertidur nyenyak, dan Devario tidak berniat untuk membangunkannya, ia memilih duduk di tepi ranjang, mengamati wajah cantik yang sembab akibat menangis itu lalu menyingkirkan rambut-rambut nakal yang menghalangi wajah lelap Aliana sebelum kemudian satu kecupan dijatuhkannya di kening gadis itu.

“Maafin Daddy, sayang.” Bisik Devario lirih.

“Engg,” Aliana yang merasa terganggu dengan perlahan membuka matanya, dan terkejut saat mendapati sang daddy berada di depannya. Refleks, Aliana mendorong tubuh itu menjauh dan dirinya berbalik arah, membelakangi Devario. Enggan menatap pria itu.

“Princess,” panggil Devario lembut, berusaha meraih pundak gadis itu yang dengan cepat di tepis Aliana, membuat Devario menghela napasnya pelan. “Daddy minta maaf, Sayang,” ucapnya kemudian.

“Keluar, aku gak mau ketemu Daddy!” ujar Aliana menahan sekuat tenaga agar tidak menangis.

“Baby, please, dengarkan dulu penjelasan Daddy …” mohon Devario, kembali meraih pundak Aliana yang sudah bergetar, menandakan bahwa gadis itu kembali menangis.

“Dia—”

“Untuk apa Daddy menjelaskan? Toh bukannya wajar jika melakukan hal seperti itu apalagi untuk orang dewasa? Aliana tahu sebagai pria dewasa Daddy membutuhkannya. Aliana hanya kecewa karena Daddy tidak lagi memedulikan aku, Daddy memilih bersenang-senang dengan perempuan itu di bandingkan menjemputku seperti biasanya,” Aliana sudah mengubah posisi tidurnya menjadi duduk, menatap pria dewasa di depannya itu dengan tatapan terluka. “Ah, tidak, seharusnya kau sadar diri, aku hanyalah anak angkat. Sangat wajar jika Daddy mengabaikan aku,” ralat Aliana cepat-cepat.

“Maaf sudah mengganggu aktivitas Daddy sore tadi,” ucapnya kemudian, lalu bangkit dari ranjangnya dan hendak melangkah, tapi tarikan Devario di tangannya membuat Aliana kembali terjatuh di tempat tidur, dan dengan segera Devario menyambar bibir ranum Aliana, menciumnya dengan rakus untuk menyalurkan amarahnya mengenai apa yang diucapkan gadisnya itu. Devario baru melepaskan ciumannya ketika dirasa Aliana kehabisan napas, setelahnya menarik gadis itu ke dalam pelukan.

Untuk beberapa saat hanya napas terengah keduanya yang menyelimuti, hingga kemudian Devario mendorong pelan tubuh mungil Aliana untuk memberi jarak lalu menatap gadis itu dengan serius.

“Jangan pernah merasa bahwa Daddy tidak memedulikankanmu, Baby. Jangan menganggap bahwa dirimu tidak penting untuk Daddy—”

“Tapi kenyataannya memang begitu. Belakangan ini Daddy menjauh dan bersikap acuh pada Aliana!” sentak gadis itu memotong kalimat Devario.

“Dengerin dulu penjelasan Daddy, Baby, please! Tidak ada maksud untuk Daddy mengabaikan kamu. Tidak sama sekali!” ucap Devario masih sambil terus berusaha menenangkan Aliana yang berontak dalam pelukannya. “Daddy akui kalau beberapa hari ini Daddy menghindar, tapi Daddy memiliki alasan—”

“Apa! Daddy marah Aliana minta diizinkan pacaran?” potongnya lagi, menatap tajam pria yang memeluknya erat. “Aliana hanya bertanya Dadd, bukan berarti benar-benar ingin memilikinya. Selama ini Aliana selalu patuh bukan? Apa yang Daddy perbolehkan dan tidak, selalu Aliana turuti. Tapi kenapa hanya gara-gara itu saja Daddy marah sampai mengabaikan Aliana berhari-hari? Daddy takut aku mengabaikan pendidikkanku? Tidak akan, Dadd. Aku akan ikuti keinginan Daddy untuk seko—emmhh.”

Devario kembali menyambar bibir Aliana yang sedikit bengkak akibat ulahnya beberapa waktu lalu. Menghentikan ocehan gadis itu yang tidak sama sekali benar. Devario menjauh bukan karena alasan yang di sebutkan gadisnya. Ia memang kesal saat Aliana bertanya mengenai izin pacarannya, tapi bukan karena itu alasan yang sesungguhnya. Devario marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa merelakan gadis itu bersama orang lain. Ia marah pada perasaannya yang tidak lagi sama seperti lima belas tahun belakangan ini dan Devario marah pada dirinya sendiri karena tidak bisa menahan keinginannya untuk memiliki gadis yang di besarkannya sendiri. Devario marah pada dirinya sendiri, bukan pada Aliana.

“Dengarkan Daddy, please!” pinta Devario memohon setelah ciuman mereka terlepas. Aliana tidak menjawab, tidak mengiyakan tidak juga menolak. Gadis itu memilih diam, mencerna apa yang sudah terjadi diantara dirinya dan sang daddy. Ciuman. Bukankah hal seperti itu tidak dilakukan oleh pasangan ayah dan anak? Lalu, kenapa Devario menciumnya? Tidak, bahkan malam itu Devario lebih dari sekedar menciumnya.

“Kamu ingat apa yang Daddy lakukan kepadamu malam itu?” Aliana masih tetap diam di tengah sisa isakan dan terengahnya akibat ciuman menuntut Devario.

“Daddy bersalah, maaf. Tapi sejak saat itu Daddy tidak bisa lagi menganggapmu sama, Baby. Perasaan ini berubah begitu pula dengan tatapan dan hasrat ini. Daddy sudah tidak bisa lagi menganggapmu sebagai putri Daddy, karena di mata Daddy, kamu adalah Aliana, gadis yang Daddy inginkan. Bukan gadis kecil yang ingin Daddy lindungi dan manjakan layaknya seorang ayah pada anaknya. Tidak Baby, tidak bisa lagi,” Devario menunduk malu dengan pengakuannya ini.

“Itu alasan kenapa Daddy menghindarimu beberapa hari ini, Daddy tidak ingin perasaan ini semakin tumbuh dan merusak hubungan kita selama lima belas tahun ini, hubungan sebagai ayah dan anak. Daddy tidak ingin membuat kamu membenci Daddy karena perasaan ini. Maafkan Daddy, princess, maaf,” sesal Devario memeluk erat Aliana yang syok mendengar pengakuan daddy-nya itu.

“Daddy tidak ingin kehilanganmu, Daddy tidak siap di benci oleh kamu, Princess.” Lanjutnya dengan lirih dan semakin mengeratkan pelukannya.

Aliana tidak tahu harus memberi respons seperti apa. Pengakuan Devario terlalu mengejutkan dan Aliana tidak pernah membayangkan itu sebelumnya.

****

Selama dua hari belakangan ini Aliana terus kepikiran mengenai pengakuan Devario. Jujur Aliana bingung, dan ia tidak tahu harus bersikap bagaimana sekarang.  Setelah tahu Daddy-nya tidak lagi melihatnya sebagai seorang anak, entah kenapa ada gelitikan aneh di hatinya. Dadanya yang selalu berdebar dan perasaannya yang seakan membuncah membuat Aliana sedikit menjaga jarak. Tapi tetap bersikap seperti biasanya, manja dan ceria di hadapan pria itu. Namun Aliana lebih banyak berdiam diri di apartemen Anya atau perpustakaan dengan alasan memperbaiki skripsinya. Ya, meskipun itu tidak sepenuhnya berbohong, tapi Aliana lebih banyak melamun, memikirkan pengakuan Devario dan perasaannya sendiri.

“Tapi menurutku, lebih baik kamu dukung perasaan Om Dev. Lagi pula dia ganteng, tajir, hot, dan lagi sweet banget. Aku saja selalu iri setiap kali lihat kedekatan kalian. Aku ingin punya sugar daddy seperti itu,” ucap Anya setelah berpikir beberapa saat selesai Aliana menceritakan semuanya. “Lagi pula jika hubungan anak-ayah di pertahankan, memangnya kamu rela jika suatu saat nanti Om Dev menikah dengan perempuan lain?”

Benar. Apa Aliana akan siap jika suatu saat nanti Devario menikah dengan perempuan lain? jangankan menikah, kemarin baru melihat Devario bersama perempuan bayaran saja Aliana sudah merasakan sesak dan tidak rela.

“Tapi bagainana caranya aku mengubah status itu? Aku sendiri saja masih bingung dengan perasaanku,” lesu Aliana, menjatuhkan punggungnya di sandaran sofa.

“Jatuh cinta sama laki-laki seperti Om Dev tidak akan sulit kok, Al. Aku yakin lambat laun perasaanmu juga akan berubah. Tidak lagi menganggap Daddy-mu itu sebagai Ayah,” Anya menepuk pundak sahabatnya untuk meyakinkan.

“Bagaimana kalau perasaan Daddy tidak sampai berada di tahap mencintaiku?” ya, itu yang Aliana takutkan. Bagiamana kalau pada akhirnya Devario tetap meninggalkannya suatu saat nanti untuk perempuan lain?

“Ya kamu buat dia jatuh cinta lah. Buat Om Dav semakin gak mau kehilangan kamu.”

“Kalau tidak berhasil?” tanya Aliana lagi masih dengan keraguaannya.

Anya memutar bola matanya malas. “Lakukan berbagai cara untuk tetap bisa mempertahankan dia di samping kamu.”

“Terus aku harus mulai dari mana agar Daddy melepaskan aku dari status sebagai anaknya?”

Anya menggeram kesal dengan kepolosan sahabatnya itu. Tapi sebisa mungkin untuknya bersabar menghadapi Aliana yang ia kenal sebagai perempuan yang lugu meskipun tahu bahwa otaknya sudah tercemar dengan hal-hal yang berbau dewasa. Jangan tanya siapa yang mencemarinya, karena Anya tidak ingin mengaku.

“Jadi diri kamu seperti biasanya aja, Al. Kamu tidak perlu berubah. Cukup menambah sikap manjamu saja, beri sedikit godaan dengan pakaian seksi yang biasa kamu kenakan. Aku yakin lama kelamaan Daddy kamu akan lepas kendali, dia tidak akan bisa menahan hasratnya. Dan jika Om Dev sudah memperlihatkan gerak gerik tidak nyamannya dengan kedekatan kamu, jangan biarkan dia pergi keluar dari rumah. Jangan biarkan dia mencari kepuasannya di luar. Kamu harus lebih berani ambil resiko ditiduri olehnya. Lagi pula ini untuk kebaikan kamu sendiri.” Panjang lebar Anya memberikan sarannya, dan Aliana mendengarkan itu dengan baik. Mencerna hingga dirinya paham dengan apa yang di maksud sahabatnya itu.

“Oke deh, kalau begitu aku pulang dulu, ya. Terima kasih saran dan pembelajarannya,” ucap Aliana riang seraya melayangkan kecupan di pipi sahabatnya itu lalu meraih tas dan beberapa bukunya, melenggang ke luar dari apartemen Anya.

“Good luck ya, Al. Jangan lupa kabarin aku dengan hasilnya,” teriak Anya dari ruang tamu apartemennya.

Aliana tidak menyahuti, gadis itu terus melangkah menuju lift yang akan mengantarnya menuju lobi sambil menghubungi sang Daddy untuk meminta di jemput. Hari sudah mulai malam dan Aliana yakin bahwa pria itu sudah selesai dengan pekerjaannya, meskipun ya, pekerjaan Devario tidak pernah benar-benar selesai.

Hanya butuh waktu lima belas menit untuk Aliana menunggu sang Daddy datang, karena saat menelepon, pria itu kebetulan berada di jalan hendak pulang. Aliana sebenarnya deg-degan dengan rencana yang akan dijalankannya. Ia tidak terlalu yakin, tapi ia juga tidak ingin jika harus kehilangan Devario. Aliana tidak bisa membayangkan bagaimana jika nanti laki-laki itu menikah, sudah pasti bahwa kasih sayang, perhatian, dan kelembutan Daddy-nya akan berkurang terhadapnya. Semuanya akan terbagi. Dan Aliana tidak ingin itu sampai terjadi. Selama ini dirinya memang tahu diri untuk tidak meminta hal lebih, tapi jika harus kehilangan pria itu jelas Aliana tidak bisa.

“Kamu sudah makan Princess?” tanya Devario saat Aliana sudah duduk di bangku penumpang, di sampingnya.

Aliana menggeleng. “Lapar Dadd, pizza boleh?” ucapnya seraya mengedip-ngedipkan matanya lucu, membuat Devario gemas dan langsung saja tangannya terulur untuk mengusak rambut gadis itu.

“Anything for you, Baby.”

“Yee, thanks Daddy,” riangnya dengan cepat melayangkan satu kecupan di pipi Devario yang seketika membeku. Seharusnya ini biasa saja karena mereka sering berbalas cium pipi. Tapi entah kenapa kali ini rasanya ada sengatan listrik yang menghantarkan pada perasaan yang berbeda.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel