Pustaka
Bahasa Indonesia

(Not) Sugar Baby (21 )

65.0K · Tamat
Ainiileni
45
Bab
122.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Cerita dewasa!! Lima belas tahun hidup bersama Aliana yang diadopsinya dari sebuah panti asuhan, perasaan Devario tiba-tiba berubah hanya karena satu sentuhan yang tidak di sengaja.Akankah Devario mampu menahan perasaannya itu, atau justru memilih melanjutkannya?Lalu bagaimana dengan Alian? Siapkah gadis itu menjadi seorang sugar baby dari sang ayah yang tak lagi bisa melihatnya sebagai anak?

RomansaPresdirBillionaireIstriDewasaPengembara WaktuOne-night StandKeluargaPernikahanSweet

Bab 1. Sentuhan

"Bangun Baby,” seorang laki-laki dewasa tampan menepuk-nepuk pipi seorang gadis yang masih terlihat nyaman dalam tidurnya meski sinar matahari sudah menerobos masuk melalui jendela yang tirainya sudah terbuka.

“Baby, wake up kamu ada kuliah pagi ini.” Gadis itu tidak juga bergeming, membuat Devario menghela napasnya pelan karena sang putri begitu sulit di bangunkan.

Devario Albern Caldwell, pria berusia tiga puluh tujuh tahun itu sudah sangat sukses dengan bisnis-bisnisnya dalam berbagai bidang, seorang pria lajang yang memiliki seorang putri berusia dua puluh dua tahun yang masih duduk di bangku kuliah semester akhirnya. Aliana Casey, seorang gadis cantik yang periang dan begitu manis juga manja pada sang Daddy yang juga memanjakannya.

Aliana bukanlah anak kandung Devario, gadis itu anak yang Devario adopsi lima belas tahun lalu dari sebuah panti asuhan yang saat itu di gusur karena tanah yang ditempati bangunan panti sudah di jual oleh pemiliknya. Devario yang kebetulan membeli lahan itu pada akhirnya memutuskan untuk mengadopsi salah satu dari anak panti tersebut karena tidak tega, dan pilihannya jatuh pada Aliana, bocah perempuan dengan sorot mata teduh dan manis yang berhasil mencuri perhatian Devanio begitu mereka bertatap mata untuk yang pertama kalinya.

Sejak saat itu, Devario menjaga Aliana dengan baik, menyayanginya seperti layaknya seorang ayah dan memanjakannya sebagaimana pada darah dagingnya sendiri. Dari Aliana berusia tujuh tahun, hingga sekarang bocah itu beranjak dewasa, tidak sedikitpun Devario mengabaikannya. Apa pun yang diinginkan putrinya selalu Devario teruti tanpa terkecuali selama itu masih berada di batas normal, meskipun tak jarang Aliana meminta hal-hal yang tak masuk akal.

“Kalau gak bangun juga, Daddy bakar semua poster korea kamu, ya, princess.” Jurus terakhir Devario untuk membangunkan sang putri. Dan, ya itu berhasil. Aliana langsung terbangun dan duduk, menatap dady-nya itu dengan tatapan horror.

“Jangan coba-coba!” ancamnya tajam.

“Kalau begitu cepat mandi dan bersiap, Daddy antar kamu ke kampus.” Devario kemudian berdiri dan menarik tangan anaknya itu untuk turun dari tempat tidur, mendorong pelan Aliana untuk masuk ke kamar mandi sebelum kemudian Devario melangkah keluar dari kamar putrinya itu. Ia juga harus bersiap untuk ke kantor.

Tidak butuh waktu lama untuk Devario bersiap karena sebelum membangunkan Aliana, dirinya sudah mandi dan kini tinggal mengganti pakaiannya. Kemeja navy, celana bahan hitam dan jas senada sudah melekat di tubuh atletisnya, kemudian jam tangan, dasi dan sepatu ikut melengkapi penampilannya. Devario kembali dari kamarnya, menuruni undakan tangga dan menunggu Aliana di meja makan sambil menikmati kopi hitamnya yang sudah di sediakan pelayan tidak lupa tablet di tangannya yang fokus di pandangi.

“Selamat pagi Daddy,” sapa Aliana langsung melayangkan kecepan di pipi pria dewasa itu, mengalihkan Devario dari tabletnya.

“Pagi princess,” balasnya seraya melayangkan kecupan di pipi gadis itu seperti biasa, lalu menarik kursi di sebelahnya dan menyuruh Aliana untuk duduk di sana.

Seorang pelayan datang dan mengambilkan sarapan untuk Devario juga Aliana, menyiapkan minum dan segala macamnya, lalu kembali undur diri dan membiarkan majikannya itu sarapan.

Di rumah besar dan luas ini, Devario memang hanya tinggal berdua dengan Aliana, sementara lima pelayannya menempati paviliun samping bersama supir dan tukang kebun. Satpam sendiri memiliki tempatnya sendiri untuk istirahat.

“Nanti pulang jam berapa? Daddy gak bisa jemput karena ada meeting di luar kota. Pulang mungkin malam,” kata Devario di tengan aktivitas sarapan mereka.

“Hem, jam dua kayaknya, nanti aku telpon supir untuk jemput.” Jawab Aliana.

“Oke, tapi ingat jangan berkeliaran ke mana-mana. Kamu harus langsung pulang. Kalau ada teman kamu yang ngajak pergi-pergi lebih baik ajak main di rumah aja,” peringatnya dengan tajam. Aliana mengangguk patuh, dan memang selama ini Aliana selalu patuh pada setiap ucapan Devario, itu yang membuat Devario semakin menyukai Aliana kecil. Gadis itu tidak pernah banyak membantah apalagi membangkang meskipun sikap Devario terkesan mengekang.

Selesai menghabiskan sarapannya, Devario bangkit terlebih dulu dan mengulurkan tangan pada sang putri, lalu keduanya berjalan menuju garasi dan masuk ke dalam salah satu mobil koleksi Devario yang begitu banyak.

“Daddy, tapi minggu depan aku boleh ikut teman-temanku liburan ‘kan?” tanya Aliana dengan tatapan berharap.

“Liburan ke mana?” Devario menoleh sebelum menghidupkan mesin mobilnya dan melajukannya keluar dari garasi.

“Pegunungan, aku dan teman-temanku ingin mendaki dan membuat api unggun di sana.” jawabnya dengan semangat dan mata berbinar, membuat Devario mengulas senyum dan mengusap rambut putrinya itu dengan sayang.

“Boleh, asalkan tetap hati-hati dan izinkan beberapa orang Daddy ikut. Hanya untuk jaga-jaga, Daddy pastikan mereka akan berada di jarak yang tidak terlalu dekat denganmu.” Dengan cepat Devario berucap saat melihat bahwa Aliana hendak melayangkan protes. Sekali lagi Aliana mengangguk dan membiarkan Daddy-nya itu melakukan apa yang diinginkannya. Aliana cukup sadar diri bahwa apa yang pria itu lakukan adalah untuk kebaikannya. Dan Aliana harus berterima kasih karena meskipun dirinya bukan anak kandung pria itu, Devario sangat menyayanginya.

* *** *

Seperti yang di ucapkannya pagi tadi, Devario pulang saat hari sudah beranjak malam bahkan larut. Laki-laki itu tidak langsung menuju kamarnya, tapi seperti kebiasaannya, Devario akan lebih dulu masuk ke kamar Aliana dengan kunci duplikat yang dimilikinya. Ia selalu tidak tenang jika belum melihat langsung putri cantiknya itu.

Ceklek.

Devario melangkah masuk dengan hati-hati, tidak ingin sampai membangunkan Aliana yang sudah nyenyak dalam tidurnya. Namun begitu langkahnya semakin dekat, Devario menggelengkan kepalanya pelan saat mendapati gadis itu tidur dengan hanya menggunakan pakaian dalamnya. Selimut sudah terjatuh ke lantai, dan itu bukanlah hal yang baru pertama kali Devario lihat. Ia sudah tahu kebiasaan putrinya yang selalu kegerahan namun tidak pernah bisa tidur dalam keadaan AC menyala.

Memungut selimut yang tergeletak di lantai, kemudian menutupi tubuh hampir telanjang putrinya itu sebelum melayangkan kecupan singkat di pelipis Aliana seperti yang selalu dirinya lakukan untuk ucapan selamat malam. Setelah itu Devario melangkah menuju pintu kaca kamar Aliana yang terbuka cukup lebar guna masuknya angin. Aliana memang aneh, gadis itu tidak suka dinginnya AC, tapi selalu membiarkan angin malam masuk dan menyentuh kulitnya.

Setelah menutup pintu dan gordennya, Devario lalu kembali melangkah menuju ranjang Aliana dan betapa jengkelnya ia saat selimut yang baru saja dirinya tarik untuk menutupi tubuh Aliana kembali terongoh mengenaskan di lantai. Secepat itu? Devario hanya menggelengkan kepala geli melihatnya.

“Gunakan selimutnya, Princess. Malam ini terlalu dingin, Daddy tidak ingin kamu sakit,” ucap Devario kembali memungut selimut dan membungkuskannya ke tubuh mungil Aliana.

“Eunghh,” lenguh Aliana saat tak sengaja tangan Devario menyentuh permukaan halus gundukan kenyal milik Gadis itu saat sang putri menggeliat dari tidurnya yang mungkin merasa terusik. Membuat Devario menegang dengan desiran aneh yang menggembirakan.

Selama lima belas tahun tinggal dengan Aliana, Devario tidak pernah merasakan hal aneh seperti ini walau melihat Aliana telanjang sekalipun. Tapi sekarang, saat desahan tak sengaja itu meluncur dan tangannya tak sengaja menyentuh dada Aliana, Devario merasakan gelenyar baru yang membuat sesuatu di dalam dirinya terbangun. Ini gila! Devario menggelengkan kepalanya cepat, lalu segera keluar dari kamar putrinya itu sebelum ia semakin gila.

Kamar mandi adalah tujuan Devario dan pria dewasa nan tampan itu langsung melepas seluruh pakaian yang melekat di tubuh, lalu berdiri di bawah kucuran air dingin yang mengalir melalui showernya.

“Gila, ini gila!” gumamnya meracau, berkali-kali Devario menggeleng dan mengamati jemarinya yang tidak sengaja menyentuh kulit halus dada Aliana. Kelembutan itu masih terasa, dan Devario di buat mengerang hanya karena kilas bayangan kulit putih mulus dan empuk milik putrinya, hingga sesuatu di bawahnya pun berkedut dan semakin berdiri tegang.

“Arrgghh!” geram Devario, memaki tubuhnya yang bereaksi berlebihan hanya karena tidak sengaja menyentuh dan mendengar desahan seksi Aliana, padahal Devario tahu bahwa putriya tidak sengaja mengeluarkan suara itu. Salah tangannya juga yang tidak hati-hati sampai bisa menyentuh benda bulat itu. Tapi salah Aliana juga kenapa menggeliat tiba-tiba. “Sial!”

Devario bekerja ekstra dalam menidurkan kembali miliknya itu dan kini ia menggigil karena terlalu lama berada di bawah kucuran air dingin yang tidak sama sekali membantunya menghilangkan hasratnya.

Belum selesai sampai situ saja, selanjutnya Devario tidak bisa memejamkan matanya karena terus terbayang dengan kulit halus dan desahan lembut Aliana. Berengseknya lagi, Devario malah menginginkan kembali mendengarnya, menginginkan kembali merasakan kelembutan kulit payudara Aliana dan rasanya Devario ingin menenggelamkan wajahnya di antara dua gunung kenyal itu. Oh Tuhan pikiranku, desah Devario frustasi.

“Dia anakmu, Rio. Ingat!” peringat Devario pada dirinya sendiri. Tapi nyatanya itu tidak sama sekali membuat Devario tenang, laki-laki itu malah semakin gelisah dan matanya enggan tertutup. Tubuhnya kembali bereaksi dan Devario tidak tahan lagi.

Dalam sekali hentakan, Devario bangkit dari berbaringnya, berjalan menuju pintu yang menghubungkan kamarnya dengan kamar Aliana. Pintu yang sangat jarang Devario buka karena selalu lewat pintu utama jika akan membangunkan putrinya itu. Tapi sekarang Devario membuka pintu itu karena merasa tak nyaman dengan tubuhnya yang menginginkan Aliana. Sial, apa yang sebenarnya terjadi pada diriku?

Tubuh hampir telanjang Aliana yang biasanya tidak menggiurkan, dalam sekejab berubah panas saat mata Devario memandangnya. Dan sialnya belum apa-apa Devario sudah merasakan sesak di antara selangkangannya. Kenapa baru sekarang? Entahlah Devario tidak memiliki jawabannya. Yang jelas saat ini tubuh mungil yang hanya terbungkus secuil kain itu begitu menggiurkan untuknya. Devario semakin kepanasan.

Berdiri gelisan, antara menghampiri dan tidak, Devario berkali-kali menggeram hingga akhirnya membangunkan si cantik Aliana yang keheranan melihat sang Daddy berdiri di dalam kamarnya.

“Daddy, ngapain?” tanya Aliana kemudian mengubah posisi tidurnya jadi duduk. Devario gelagapan, tidak tahu harus menjawab apa. Jujur? Itu tidak mungkin. Menyerang langsung? Oh itu gila, bisa-bisa Aliana salah paham dan membencinya.

“Tidak, Baby, Daddy hanya ingin mengecek keadaanmu. Kamu tahu, Daddy tidak akan tenang jika belum melihatmu langsung?”

Aliana mengangguk polos, gadis itu kemudian membaringkan kembali tubuhnya dan meminta sang daddy untuk mendekat. Dengan berat hati Devario melangkah dan duduk di tepi ranjang putrinya, memungut selimut di lantai lalu menutupi tubuh nyaris telanjang Aliana.

“Tidurlah lagi, Baby, ini masih malam,” ucap lembut Devario sambil terus menahan sesak di selangkangannya. Beruntung kamar Aliana minim pencahayaan hingga wajah yang sudah di pastikan merah dan gundukan yang tak sabar meminta di lepaskan dari sangkarnya tidak akan di sadari oleh gadis itu.

“Daddy jam berapa pulang?” tanya Aliana yang sudah menyamankan posisi tidurnya.

“Setengah jam yang lalu,” bohong Devario. Karena pada kenyataannya setengah jam tidaklah cukup untuk menidurkan adik kecilnya yang saat ini sudah kembali terbangun dan siap bertempur.

“Daddy, pasti lelah.” Devario mengangguk singkat. Aliana kemudian kembali bangkit dari tidurnya dan dengan segera melayangkan ciumannya pada pipi sang daddy seperti biasa. Tapi karena Devario yang lebih dulu memalingkan wajah karena menghindari tatap dengan gundukan bulat yang tadi tersentuh dan membangkitkan gairahnya, jadilah ciuman itu melenceng dan menyentuh bibir Devario.

Keduanya terkejut, termasuk si adik kecil di bawah sana yang semakin menggeliat meminta di lepaskan. Aliana hendak menarik wajahnya menjauh, tapi lebih dulu Devario memagut bibirnya dan melumatnya penuh napsu. Semakin membuat Aliana terkejut dan tidak tahu harus melakukan apa, sampai di detik selanjutnya, Devario melembutkan ciumannya dan Aliana mulai terbuai meskipun tetap tidak membalasnya. Tapi Devario tahu bahwa gadis itu menikmatinya, terbukti dari mata Aliana yang terpejam dan jemarinya meremas kuat selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.

“Bagaimana, apa kamu menyukinya, Baby?” tanya Devario begitu melepaskan ciumannya. Aliana yang masih terengah dan merusaha mengambil napas menatap Devario dengan tatapan yang rumit. Aliana tidak mengerti dengan apa yang baru saja di lakukan daddy-nya.

“Daddy ….”

“Maaf sayang, tapi Daddy tidak bisa menahannya,” ucap Devario dengan mata yang sudah di penuhi dengan kabut gairah. Devario kembali meyambar bibir sedikit tebal itu dan melumatnya perlahan juga lembut dan kali ini Aliana berusaha untuk membalasnya meskipun masih tidak mengerti maksud dari ini semua. Aliana masih di landa bingung, tapi tidak ingin melewatkan ciuman daddy-nya yang terasa nikmat dan jujur saja Aliana baru pertama kali ini berciuman.

“Eunghh.” Lenguh Aliana tanpa sadar. Dan ya, lenguhan itulah yang ingin Devario dengar. Laki-laki itu semakin semangat mencium Aliana bahkan tangannya kini tidak lagi tinggal diam di punggung dan tengkung telanjang putrinya.

Sadar bahwa Aliana hampir kehabisan napas, Devario menurunkan ciumannya, beralih pada leher jenjang gadis itu dan tangannya semakin nakal naik ke dada Aliana, meremasnya lembut, membuat Aliana kembali mengeluarkan lenguhannya yang terdengar begitu seksi.  Bukan hanya Devario yang sudah tersulut api gairah, Aliana pun sudah di tutupi kabut gairahnya, hingga gadis itu tidak lagi memedulikan siapa yang tengah mencumbuinya.  Ini terlalu nikmat, dan Aliana merasa dirinya melayang.

“Daddy, stop, aku mau pipis,” ucap lirih Aliana berbisik di depan telinga Devario yang tengah asyik meciumi leher dan meremas dada halus nan kenyal Aliana.

“Keluarkan saja, tidak perlu di tahan,” ucap Devario yang tahu maksud dari ingin pipis yang gadis itu ucapkan. Satu tangan Devario semakin meremas kuat buah dada Aliana dan tangan lainnya bergerilia turun ke perut dan paha Aliana sementara mulutnya kini sudah melahap semangat satu payudara Aliana yang menantang. Semua bekerja dan Aliana sibuk dengan gelenyar aneh dalam tubuhnya yang membuat intinya berkedut.

Aliana tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaannya saat ini, yang jelas ini benar-benar nikmat sekaligus menyiksa. Tapi tidak dapat di pungkiri bahwa Aliana menyukainya.

Devario yang masih dengan posisi duduk menyamping di tepi ranjang Aliana segera mengubah posisinya menjadi di atas gadis itu, menekankan kejantanannya yang sudah mengeras pada inti Aliana yang berkedut dan menggesekkannya perlahan, semakin membuat Aliana tak karuan dan sesuatu di dalamnya merengsak ingin di keluarkan.

Tubuh Aliana menggeliat dengan erangan yang tak lagi mampu di tahan. Devario semakin semangat meremas kedua payudara Aliana gemas hingga beberapa detik kemudian gadis itu mengerang panjang bersamaan dengan keluarnya sesuatu yang sejak tadi menyiksa membasahi celana dalam yang masih menutupi inti Aliana.

Napas Aliana memburu, sementara Devario tersenyum puas karena hanya dengan cumbuannya ia berhasil membuat Aliana mencapai kepuasannya.

Tangan Devario kini turun dan mengelus pelan inti Aliana yang sudah sangat basah, membuat tubuh gadis itu kembali menegang dan kabut gairan semakin membayang.

Desahan kembali terdengar memancing Devario untuk melakukan lebih. Dengan perlahan Devario menarik kain yang menutupi inti Aliana dan melemparnya kesembarang tempat, setelahnya Davario menundukkan kepalanya, mencium bau harum kewanitaan Aliana dan memberikan tiupan kecil yang membuat tubuh Aliana menggeliat nikmat.

“Daddy ….”

“Nikmati saja, Baby.”

***

tbc ...