Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Sial

Setelah kejadian kemarin, Via memutuskan tidak masuk sekolah hari ini dengan alasan sakit. Padahal dia hanya ingin menghindari bulian anak-anak dan Alex tentunya. Entahlah, jantungnya konslet setiap kali bertatap muka dengan cowok itu.

Via berjalan menuruni tangga, matanya menatap ke sekeliling namun rumahnya sangat sepi.

"Bun ...." Via memanggil bundanya tapi tak ada sahutan. Sepertinya bunda tidak ada di rumah. Akhirnya Via memutuskan pergi ke toko, mungkin saja bundanya di sana.

Via berjalan keluar rumah menuju toko dua puluh empat jam di samping rumahnya.

Dia berjalan tanpa mempedulikan orang-orang di sekitar sampai Via tak sadar melewati tiga orang yang sedang nongkrong di depan toko.

"Tuh cewek familiar banget dah?" celetuk Leon yang tengah memperhatikan Via masuk ke toko.

"Gue rasa juga gitu," sahut Levin yang duduk di sebelahnya, matanya tak lepas dari Via.

Sedangkan Alex tampak tak peduli dan lebih fokus dengan ponselnya.

"Tuh cewek bukannya yang lo cium di lapangan Lex?" tanya Leon, saat mengingat-ingat wajah Via.

Alex menghentikan aktifitasnya, menolehkan kepalanya melihat ke dalam toko di mana Via berdiri di depan meja kasir. Setelah itu Alex mengedikkan bahu, tak acuh dan tak mau tahu.

"Lo yakin? jelas dia beda banget dibandingin waktu di sekolah," komentar Levin, meragukan pendapat Leon.

"Justru itu, dia di sekolah cupu abis tapi sekarang gileee baru bangun tidur kayanya tapi cakep juga," ucap Leon, memuji kecantikan Via.

"Kenapa gak lo pastiin?" balas Alex yang masih fokus pada game di ponselnya.

"Caranya?" Leon mengernyit, bingung. Gak mungkin kan dia masuk ke toko terus interogasi tuh cewek. Iya kalau benar, kalau ternyata salah, malu sendiri yang ada.

Alex berdecak, menoleh ke Leon. "Lo coba aja masuk beli rokok, kalau dia kaget lihat lo, terus bengong. Berarti benar, tapi seandainya dia cuek dan gak peduli sama lo ya berarti dugaan lo salah."

Leon mengangguk, paham. Dia beranjak dari duduknya, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam took langsung menuju kasir, karena tempat rokok berada tepat di rak belakang kasir.

"Selamat datang di toko ceria, belanja puas hati senang," sapa Via, pandangannya masih fokus ke layar komputer.

"Rokoknya satu." Suara Leon yang sedikit cempreng dan khas membuat Via terkejut, karena Via hapal suara itu lalu dia mengangkat wajah, menatap pembeli di depannya.

Astaga Dragon ball!

Via terdiam, tubuhnya membeku di tempat. Pembeli itu Leon? Komplotannya Alex. Berarti kalau ada Leon pasti ada Alex juga. Mata Via melirik ke luar toko.

gotchaaah!!!

Benar saja, ada Alex dan Levin yang sedang memperhatikan interaksinya dengan Leon dari bangku di luar.

Via terus merutuki diri sendiri, bagaimana bisa dia tidak menyadari keberadaan mereka saat masuk kemari. Apalagi penampilannya yang seperti ini, hanya memakai sweater jumbo dan celana tidur doraemon ditambah lagi rambut yang dicepol tinggi.

Pengen banget nenggelemin diri ke bumi sekarang juga.

"Halooo, Mbaaak." Leon melambaikan tangannya di depan wajah Via, menyentak Via dari keterdiamannya.

"Ah, eh ... iya Mas, tadi rokok apa?" tanya Via, gelagapan. Matia-matian Via berusaha menormalkan ekspresinya agar tidak terlihat gugup di depan Leon, apalagi Alex dan Levin masih memperhatikan.

"Mild," jawab Leon, menunjuk kotak rokok di belakang Via.

Via mengambil bungkus rokok di rak, tangannya gemeteran menahan gugup sampai-sampai membuat tatanan rokoknya berjatuhan karena tersenggol tangannya.

"Ya ampun Via!!" teriak bundanya saat melihat rokok yang ada di rak berjatuhan.

Tak ingin jadi samsak atau mendengarkan pidato bundanya yang sepanjang jalan tol, Via memilih kabur saat itu juga. Dia tak peduli lagi meski ada Alex dan teman-temannya yang melihat kelakuan Via.

"Ampun Bun ... Via pulang aja ya? dah, dadah ...." Via melambaikan tangannya dan segera kabur meninggalkan Leon yang masih melongo karena tingkah absurdnya.

Via berhasil kabur, keluar dari toko, tapi memang nasib sial selalu mengejarnya. Di depan toko Via justru terjatuh karena tersandung batu, jelas saja dua cowok yang memperhatikannya dari tadi tertawa terbahak-bahak melihat Via.

Andai Via bisa menghilang, ingin sekali menghilang saat itu juga.

____

Alex menyunggingkan senyumnya, menatap layar ponsel yang menyala.

"Lo gila ya Lex?" sindir Leon, yang sedari tadi memperhatikan Alex senyum-senyum sendiri.

Kini ketiganya sedang nobar di depan cafe, rutinitas malam minggu para jomblo. Alex hanya diam tak berminat menggubris sindirian Leon. Sementara Leon mencebikkan bibirnya merasa kesal diacuhkan Alex.

"Suiiiittt, suiiiit." Leon bersiul setiap kali ada gerombolan cewek yang masuk ke cafe.

"Lenjeh banget si lo!!" cibir Levin, geleng-geleng kepala melihat kelakuan Leon.

"Kenapa? Jomblo mah bebas," balas Leon, percaya diri.

"Bebass obral diri!" Leon mendengkus, enggan menanggapi ucapan Levin.

"Ssstttt," panggil Levin pada Leon. "Coba kalau berani yang itu." Tantang Levin, menunjuk gadis cantik yang baru saja turun dari motor di parkiran.

"Liat nih, Song Kang mau ngerayu cewek, jangan lupa videoin okeh." Leon memberikan kode tembak ke arah Levin dengan kedipan sebelah matanya.

Leon menghela napas panjang, berjalan menghampiri cewek itu, lalu duduk di jok motor sampingnya.

"Cewek," goda Leon.

"Leon!" pekik cewek berambut sebahu yang baru saja melepas helmetnya, terkejut mendapati Leon ada di sebelahnya.

Hal itu juga membuat Leon bingung, bagaimana gadis itu tahu namanya?

"Lo kenal gue?" tanya Leon sambil menunjuk dirinya sendiri. cewek itu mengangguk.

"Gue Moza, kan kita sekelas," jawab cewek itu yang ternyata Moza.

Mimpi apa gue semalem bisa disamperin Leon gini. Batin Moza membuat dirinya tanpa sadar senyum-senyum sendiri.

"Oh, mau nongkrong juga?" Moza menggeleng. "Terus?" Leon menaikkan sebelah alisnya, menatap Moza yang terdiam.

"Via," panggil Moza saat memanlingkan wajahnya dan melihat Via bersama abangnya. "Gue mau ketemu gebetan, duluan ya." Moza berlari ke arah kafe, meninggalkan Leon yang terdiam menatap nanar punggung Moza.

"Udah punya gebetan ternyata, gue kira jomblo," gumam Leon.

___

Via berdecak sebal, abangnya meninggalkannya begitu saja dan Moza malah pergi pacaran dengan cowok barunya.

Via berdiri di halte tak jauh dari kafe, keadaan hujan deras. Sedari tadi ia menunggu busway tapi tidak ada satu pun yang lewat. Via melirik ponselnya sudah menunjukkan pukul 21:30, Via semakin gusar karena semakin malam dan dia sendiran di halte.

Hingga deru suara mesin motor membuat Via tersentak. Seseorang turun dari motor, membuka helmetnya. Via menoleh ketika cowok itu turun dari motor, betapa terkejutnya Via saat melihat wajah cowok itu yang ternyata Alex, berdiri tak jauh darinya.

"Ganteng banget," gumam Via saat Alex menyugarkan rambutnya ke belakang.

Alex tampak celingukan. "Lo ngomong sama gue?" tanya Alex, menunjuk dirinya sendiri.

"Ha?" Mampus! Jangan bilang Alex dengar ucapannya barusan? "Gak." Via mengeleng, memalingkan wajahnya ke arah lain.

Meski begitu, Via bisa melihat Alex yang tengah memeluk tubuhnya yang kedinginan lewat ekor matanya. Bahkan sesekali Alex bersin-bersin.

"Apa?" Alex menaikkan sebelah alisnya, menatap uluran tangan Via.

Via menyodorkan sapu tangan miliknya, tanpa berani menatap Alex.

"Kamu bersin mulu, pasti hidung kamu juga meler."

Alex menerima sapu tangan yang Via berikan, dia terdiam memandangi sapu tangan bertuliskan 'Oktavia' di sudut kanan.

Alex tertegun, kini pandangannya tertuju pada Via. Entah apa yang membuatnya betah memandangi cewek itu, bahkan sampai Via naik ke busway Alex masih menatap kepergiannya. Tanpa sadar Sudut bibir Alex terangkat ke atas, mengulas senyum yang begitu manis.

"Oktavia, nama yang cantik."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel