Pustaka
Bahasa Indonesia

Not Perfect

49.0K · Tamat
Butiran Rinso
38
Bab
1.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Ini kisah Oktavia, remaja berusia tujuh belas tahun yang baru saja memasuki masa pubertas. Hidupnya baik-baik saja, meski selalu dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Namun semua berubah ketika most wanted di sekolahnya mencium Via di depan para siswa. Sejak saat itu kehidupannya berubah jadi lebih buruk. Pembulian, dikucilkan, diintimidasi jadi makanan sehari-harinya. Belum cukup, hidup Via semakin rumit dengan kehadiran tiga cowok most wanted yang tiba-tiba mendekatinya.Siapakah yang akan memenangkan hati Via?

RomansaCinta Pada Pandangan PertamaKeluargaBaper

Prolog

Hari pertama masuk sekolah seusai libur panjang kenaikan kelas. Dipandanginya pantulan diri di cermin. Seragam kedodoran dengan rok span sepanjang lutut. Rambutnya yang sudah rapi dikepang dua kanan kiri dengan poni di depannya. Lalu membenarkan letak kacamatanya.

Perfect!

"Via." Terdengar suara bunda dari bawah. "Buruan abang sudah mau jalan itu, nanti kamu ditinggal!" Rutinitas setiap pagi yang selalu dipenuhi teriakan.

Gadis itu mengambil tas punggungnya di atas meja, lalu turun menuju ruang makan. "Pagi Bun, pagi Yah, pagi Bang Hendra," sapanya dengan senyum ceria.

Oktavia, nama yang cantik tapi tak secantik orangnya. Kata mereka, Via ini aneh. Hanya karena penampilannya yang tak mengikuti trend mode masa kini. Kata mereka juga Via udik, kampungan dan norak. Karena Via tidak bisa bergaul seperti remaja pada umumnya.

Bahkan untuk menyesuaikan diri di antara mereka saja Via dibilang tidak pantas. Dan lebih parah lagi, mereka selalu memanggilnya alien perpus. Jangan tanya alasannya kenapa, kalian pasti tahu. Karena penampilan cupu Via dan hobinya yang selalu di perpus saat istirahat atau pun jam kosong.

Apalah arti sebuah nama yang bagus jika nama itu tak pernah disematkan. Yups! seperti Via, tak ada yang tahu namanya, yang mereka tahu Via itu si alien udik dari ruang perpus.

"Lo udah selesai?" tanya abang yang sudah berdiri. Cowok itu sangat modis dengan stelan jeans riped, kaus oblong yang dibalut jaket jeans serta topi yang dipakai terbalik.

Namanya, Hendra Aji Pamungkas. Karena ayahnya dulu penggemar pentolan Persija, makanya waktu abang lahir diberi nama akhir Pamungkas.

Tapi percayalah Via dan abangnya sama sekali tidak mirip, bahkan banyak yang tidak percaya jika Via adiknya. Karena Hendra ganteng sementara Via ... ah, sudahlah kalian juga pasti tahu, tak perlu dijelaskan semua orang akan bilang kalau Via jelek.

"Udah."

"Ayah, Bunda, Via berangkat sekolah dulu ya." Via berpamitan dengan ayah dan bundanya, lalu berangkat bersama bang Hendra yang sudah keluar lebih dulu.

Kebetulan kampus Hendra tidak jauh dari sekolah Via. Jadi, setiap pagi Hendra akan mengantarkan Via terlebih dahulu.

Saat memasuki kawasan sekolah Dwidarma, segerombolan cewek sudah berjejer di depan gerbang. Mereka bukan teman Via, sama sekali bukan! Karena mereka berjejer bukan untuk menyambut Via, melainkan untuk menyambut Hendra.

Lucu ya! Bahkan Via di sini hanya dianggap butiran rinso yang sekali kucek langsung ambyar.

Tak peduli dengan teriakan para bucin abangnya, Via memilih melangkahkan kakinya memasuki gerbang. Lihatlah para mata yang menatapnya, dengan pandangan yang sulit diartikan.

Meremehkan, jijik dan juga kasihan!

Ketika berjalan melewati koridor, terdengar suara sorak-sorai yang menggema. Menarik perhatian Via.

"Alex!"

"Alex!"

"David!"

"David!"

Via mengedarkan pandangannya ke sumber suara, fokusnya tertuju ke arah lapangan. Di mana anak-anak berkumpul di pinggir lapangan, mereka tengah bersorak-sorai. Mengelu-elukan nama yang cukup familiar dan sering Via dengar dari mulut anak-anak perempuan yang sering membicarakan dua nama yang tak begitu asing.

Via yang penasaran dengan apa yang sedang terjadi di lapangan, nekad menerobos kerumunan.

"Apaan si, nyenggol-nyenggol?!"

"Woy aturan, badan gue kegencet!"

"Yaelah burket sapa nih nempel!"

Tak mempedulikan omongan-omongan murid lain, Via tetap menerobos sampai ke posisi paling depan.

Di sana, di tengah lapangan. Dua orang most wanted berdiri berhadap-hadapan, sepertinya keduanya akan bertanding bola basket. Karena salah satu cowok memegang bola basket.

"Kak Alex semangat, ganbate, i love you!"

Teriakan para bucin yang memekakkan telinga.

"Kak David semangat pasti menang."

"Siapapun yang menang kalian tetap menang dihati aku." Auto tampol berjamaah.

"Kakak culik dedek." Lempar ke neraka.

Sumpah itu si gembul teriakkannya menggelegar, apa otaknya sudah gesrek? Dia 'kan cowok, tapi seolah-olah bersikap seperti dedek gemes.

"Ini penentuannya, siapa yang bisa masukin bola ke ring. Dia yang bakal menang," kata salah satu cowok yang memegang bola basket. Cowok berparas ganteng dengan senyuman manis dan iris mata coklat, hidung mancung dan juga bibir tipis.

Via tak kenal dengan keduanya, meski mereka sangat terkenal seantero sekolah bahkan sampai di luar sekolah. Tapi tetap saja Via tidak tahu mereka, Via tidak bisa membedakan mana yang namanya Alex dan mana yang bernama David. Via hanya tahu mereka berdua most wanted di Dwidarma, karena nama keduanya selalu jadi buah bibir di sekolah, terutama oleh para bucin keduanya.

"Deal," sahut cowok di depannya. Cowok yang tak kalah ganteng dengan senyum menawan, hidung mancung, alis sedikit tebal dan rapi, rambut sedikit acak-acakan. Wajahnya yang terkesan dingin justru memberikan kesan cool, tak heran jika banyak anak perempuan di Dwidarma yang jatuh hati padanya, apalagi saat melihat senyuman cowok itu. Karena dia terkenal judes, dingin, galak dan jarang senyum.

"Dan yang kalah bakal cium si cupu!" Telunjuk cowok beriris coklat mengarah ke gadis paling depan, refleks semua mata mengikuti arah telunjuknya dan tatapan mereka terhenti pada Via yang berdiri di baris paling depan. Satu-satunya gadis cupu di sana.

Mampus bisa jadi bulan-bulanan masa ni! Ingin kuteriak!! Ingin ku menenggelamkan diri ke bumi dan menghilang. Kenapa malah nyanyi? Rutuk Via pada dewi batinnya.

Via tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya setelah ini. Saat bola basket yang di lempar cowok beralis sedikit tebal itu gagal masuk ke ring, seketika keriuhan tadi lenyap berbalik menjadi keheningan. Mengalahnya sunyinya hening cipta waktu upacara, semua mulut menganga tanpa mengelurkan suara. Sebagian membungkam mulutnya sendiri agar tidak mengeluarkan suara masing-masing.

"Lo harus tepatin janji lo!" kata sang penantang tampak tersenyum miring.

Cowok yang kalah langsung mendorong bahu cowok beriris coklat dengan kasar."Bacot!" Tanpa mendebat, dia berjalan ke arah Via. Hal itu jelas membuat gadis-gadis berubah memekik histeris. Sedangkan Via hanya mematung di tempat seperti boneka pajangan.

Berasa dijemput malaikat!

Via terkesiap ketika sesuatu yang kenyal menempel di bibirnya, harum mint menyerbak masuk ke indera penciumannya. Mata Via mengerjap untuk persekian detik, rasanya seperti mimpi, namun hal itu tak bertahan lama ketika cowok itu menjauhkan wajahnya dan tanpa rasa berdosa pergi begitu saja. Setelah tanpa permisi merenggut ciuman pertama Via.

Bundaaa!!! Bibir Via udah gak perawan! Jerit Via dalam hati setelah kesadaran mengambil alih, tapi kemudian pandangannya berubah menjadi gelap. Via tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya, dunia Via benar-benar gelap!