9. Hal yang memalukan
Memalukan
Kai masuk lagi ke dalam kamar mandi dengan jantung yang berdegup cepat. Baru pertama kali ini ada seorang laki laki yang melihatnya dengan keadaan seperti ini.
"Kai maluu.." katanya sendiri sambil memejamkan mata kuat-kuat.
"Astaga, semoga Aska cepet-cepet lupa soal tadi," kata Kai sendiri yang masih bersandar di belakang pintu kamar mandi.
"Tapi, Kai istri Aska. Emang nggak papa, tapi aneh rasanya.." lanjutnya lagi sambil mulai berpakaian.
Kai mulai mengatur napasnya sebelum benar-benar membuka pintu kamar mandi. Rasanya sulit di percaya, semuanya berlalu begitu saja.
"Kai masih malu buat ketemu Aska," katanya lagi sambil terus memejamkan mata kuat- kuat.
"Cepet! Gue mau mandi!"
Suara itu bersumber dari dalam kamar. Dan yang pasti adalah suara Aska.
Kai semakin gugub di buatnya. Harus bagaimana dia menutupi wajahnya sendiri karena hal tadi?
"Iya sebentar," jawab Kai kemudian perlahan membuka pintu kamar mandi.
Aska terlihat tenang dengan tangan yang memegang ponsel. Raut wajahnya juga serius. Kai menundukan kepalanya, takut sekaligus malu.
"Gue nggak mau sekamar sama lo,"
Kata Aska tiba-tiba menghentikan langkah kakinya yang hendak duduk di atas sofa.
"Dia pikir Kai mau apa sekamar sama dia. Ck PD banget tuh cowok, dasar.." gumamnya dalam hati.
"Lo tidur di luar.." lanjut Aska yang semakin membuat Kai merasa geram. Bagaimana jadinya kalau sampai Kai tidur di luar dan Mama atau Papa tau?
"Kok di luar? Gimana kalau Papa sama Mama tau?" tanya Kai lagi dengan raut wajah mulai kesal.
"Terus gimana? Gue pokoknya nggak mau sekamar sama lo. Gue punya privasi sendiri yang nggak perlu lo tau!"
"Emang siapa juga yang mau ngurusin dia? Lagi lagi percaya diri tingkat dewa dengan kesadisan tinggi!"
Aska meletakkan ponselnya ke atas kasur dengan sembarangan. Kemudian wajahnya melihat ke arah Kai yang menatapnya dengan tatapan protes meskipun tidak lagi bersuara.
"Asal lo tau, gue terpaksa nikah sama lo.." katanya lagi.
Benar- benar geram. Kai sudah tidak tahan lagi.
"Asal kamu tau juga! Kai juga terpaksa nikah sama kamu! Kalau bukan karena surat Kakek dan perintah Kakek, Kai nggak mau nikah muda! Apalagi sama kamu Aska!!!" Kesal Kai kemudian segera keluar dari kamar itu. Meninggalkan Aska yang menghela napasnya kasar sambil masuk ke dalam kamar mandi.
Kai geram, mood nya hancur. Setelah menutup pintu kamarnya dengan sedikit kasar. Gadis itu menggerutu sebal setiap kali mengingat ucapan Aska tadi. Seolah olah dirinya lah yang menginginkan ini semua terjadi.
"Kai,"
Suara panggilan itu membuat Kai menoleh sambil memaksakan senyum di wajahnya.
"Mama.."
"Kamu kenapa? Mama perhatiin, kamu kelihatan kesel.." tanya wanita itu. Andai saja, tidak ada malaikat baik di rumah ini. Kai yakin, satu jam bersama cowok aneh itu sudah membuat Kai mati berdiri.
"Eh.. enggak kok, Mama."
"Yakin? Nggak papa beneran, kan? Ada apa? Aska apain kamu? Kalian berantem?"
Kai gelagapan saat mama mertuanya menyerbunya dengan beberapa pertanyaan yang tidak bisa ia jawab.
"Kai nggak papa, Ma. Tadi, tadi cuma rebutan kamar mandi aja kok.." jawab Kai sambil tersenyum.
Mama Nita ikut tersenyum sambil mengelus rambut Kai dengan lembut.
"Kai, bisa temenin Mama siapin makan malam?" tanya Mama Nita yang membuat Kai menganggukan kepala segera.
Mereka berdua berjalan menuju lantai bawah rumah. Untuk menuju dapur yang sudah di penuhi beberapa pelayan rumah ini yang sibuk memasak.
Kai langsung ikut mengambil alih dengan terampil mengupas bawang merah dan bawang putih yang akan di jadikan bumbu untuk masakan malam ini.
Mama Nita, terlihat sibuk dengan blender di tangannya untuk menghaluskan bumbu-bumbu dan cabai rawit di atas meja.
"Kamu sering masak, ya?" tanya Mama Nita di sela aktivitas mereka.
"Iya, Ma. Dulu pas Nenek masih ada Kai suka bantuin nenek masak. Terus, pas nenek udah nggak ada Kai suka masak sama Kakek.." jelasnya dengan senyuman di akhir kalimat.
"Oh ya? Kamu bisa masak dong? Masak apa aja?" Lanjut Mama Nita.
"Kai hampir bisa masak masakan rumahan, Ma. Emm ya sekedar yang gampang- gampang.."
"Bagus itu, kebetulan Mama juga suka masak. Jadi, meskipun di sini udah ada beberapa Bibi, Mama tetep ikut masak.." lanjut wanita tua itu sambil tersenyum lagi ke arah Kai.
"Waah, jadi kapan- kapan Kai bisa minta di ajarin Mama masak kan?" tanya Kai antusias.
"Tantu aja, sayang. Kapan pun boleh.." jawab mama Nita dengan senang hati.
Kai tersenyum senang. Mood nya kembali lagi karena aktivitasnya dengan Mama Nita. Kai bahagia bisa merasakan kasih sayang seorang ibu. Meskipun itu ia dapatkan dari mertuanya sendiri. Seumur hidup Kai, baru pertama kalinya ia sebahagia ini, melakukan hal hal menyenangkan bersama wanita yang ia sebut Mama.
"Andai, Kai bisa masak beneran sama Mama kandung Kai. Pasti lebih bahagian dari ini rasanya.."
