
Ringkasan
Surat cinta yang ditinggalkan, aku lupa memberinya nama. Sepertinya memang jodoh untuk kita berdua
1. Kepergian Kakek
Warning
Cerita ini mengandung unsur kebaperan dan tingkat emosi yang tinggi. Harap bersabar saat membacanya.
Cerita ini juga belum sama sekali di revisi. Masih sangat berantakan dengan typo bertebaran. MOHON LEBIH BERSABAR.
________
Kepergian Kakek.
Gadis itu sendirian, dengan rambut yang bergelombang di terpa angin malam. Udara dingin menyeruak masuk ke dalam pori kulitnya yang lembut. Menggigil, namun ia tahan.
Air mata masih mengalir di pipinya.
Luka itu cukup dalam, membuat dia merasakan sakit yang tak berkesudahan. Luka yang memar dan meradang, tidak ada yang bisa merasakan kesedihan yang mendalam ini.
Bertahun tahun gadis itu hidup hanya berdua dengan Kakeknya. Bisa di bilang, semenjak umur dua tahun, dia sudah di rawat kakek dan neneknya. Namun, neneknya meninggal saat gadis itu berusia sepuluh tahun.
Mengenaskan, gadis itu tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Hanya Kakek, yang kini sudah pergi.
Kedua orang tuanya pergi meninggalkan dia seorang diri saat ia basih bayi. Tidak ada yang peduli, tidak juga meninggalkan beberapa teka-teki. Rasanya sulit menerima kenyataan bahwa ia memang hanya sendiri.
"Kakek.. gimana bisa? Gimana bisa aku hidup tanpa kakek? Di dunia ini Kai cuma sendirian," isak gadis itu sambil memeluk erat abu kakeknya yang sudah di kremasi satu minggu yang lalu.
"Kaira nggak bisa hidup sendiri tanpa kakek. Kai nggak bisa kek.." katanya lagi sambil berlutut di pinggir Pantai dengan khas ombaknya.
Udara semakin dingin menyapu kulit putihnya. Gadis itu hanya berbalut dress dengan corak bunga berbahan tipis. Diam, sambil mengingat masa lalunya. Masa-masa yang ia lewati bersama Kakek. Tidak terbayang sebelumnya kenyataan menghampirinya secepat ini. Ini adalah mimpi buruk yang benar-benar terjadi. Merasa tidak berguna hidup di dunia ini saat apapun tidak ia miliki.
Anak delapan belas tahun itu berlutut dengan bahu yang bergetar. Merasakan kedukaannya tak akan berlalu secepat ini saat orang yang selama ini sangat ia sayangi telah pergi.
"Kakek, Kaira sayang Kakek. Kai sayang Kakek dan Nenek, melebihi Kai sayang orang tua Kai sendiri yang entah siapa mereka sebenernya. Kai janji, akan meneruskan hidup Kai demi kalian berdua," kata gadis itu lagi sambil bangkit berdiri.
"Kakek, tempat ini indah. Pantai ini cantik. Kakek tinggal di sini aja ya. Kai lepas kakek di sini. Kalau kakek di sini, berarti Kai punya alasan untuk selalu pergi ke pantai ini.."
Gadis itu perlahan mendekat ke arah bibir pantai. Ombak memang tak bersahabat malam ini, Kaira membungkukan tubuhnya, kemudian mulai melarung abu Kakeknya ke air laut.
"Kakek harus tenang di Surga. Kai bakalan berjuang untuk hidup Kai sendiri. Tunggu Kai ya kakek, Kai bakal sering datang ke sini,"
Kaira Amalia Sanjaya, nama gadis itu. Dia cantik, berhati baik. Namun, kelahirannya tidak di harapkan kedua orang tuanya. Terpaksa, Kakeknya yang seorang pensiunan Tentara dengan seorang istri yang sudah sakit sakitan harus merawat cucu mereka kala itu.
Kai berjalan meninggalkan bibir pantai untuk kembali ke Hotel yang ia sewa beberapa malam ini.
Ponsel di saku dress nya bergetar, menandakan sebuah telfon masuk.
"Hallo?"
"Kai, bisa bertemu?"
"Saya lagi nggak di rumah, pak. Mau apa?"
"Sebetulnya ini sangat penting. Tapi, apa bisa saya sampaikan sekarang?"
Kai mulai berpikir. Ada apa dengan pengacara kakeknya ini?
"Iya, bisa. Bapak mau ngomong apa?"
"Sebenarnya kakek kamu meninggalkan beberapa pesan wasiat. Semuanya sangat penting untuk kamu lakukan. Bisa kamu datang lain waktu?"
"Iya, Pak. Bisa. Kalau boleh tau sekarang, isi wasiatnya apa ya, pak?"
"Ada beberapa pesan, Kai. Tapi, yang menurut saya sangat penting adalah, kakek kamu memiliki beberapa tabungan yang cukup banyak. Yang bisa kamu pakai."
"Maksud Bapak?"
"Beliau selama ini menabung, hampir puluhan tahun yang lalu. Dan uangnya cukup untuk kamu hidup sendiri selama lima tahun lebih kedepan,"
Kai membulatkan matanya. Matanya yang membengkak kembali menjatuhkan cairan kristal.
"Kakek.." gumammnya sendiri di sela tangisan.
"Benar, Kai. Saya minta kamu segera temui saya. Saya mau kamu secepatnya membaca surat wasiat dari kakek kamu."
Kai meng iyakan perintah Pengacara kekakenya itu.
Pikirannya masih berputar. Se- baik itukah kakeknya? Bahkan, di sisa usia tuanya, Kakek masih memikirkan masa depan Kai.
"Terima kasih Kakek. Kakek selalu ada untuk Kai. Saat Kia hampir menyerah, Kakek bantu Kai. Dan di saat Kakek udah nggak ada pun, Kakek masih bisa bantu Kai. Kai bener-bener sayang Kakek. Kakek adalah pahlawan hidup Kai. Terima kasih Kakek," katanya lagi sambil memandangi lautan di hadapannya.
"Kakek adalah laki-laki terhebat dalam hidup Kai. Semoga, kelak Kai bisa di jaga sama laki-laki kayak Kakek."
