Bab 8 Diganggu Lelaki Tampan
Farren memimpin rombongan sidak di setiap lantai pagi ini. Sidak ini sengaja dia lakukan untuk mencari tahu seperti apa tingkah anak buahnya setiap pagi. Ada beberapa karyawan yang membuatnya kecewa, seperti datang terlambat dan tidur di ruangan.
"Dua minggu lagi kita cek, apakah masih sama atau tidak. Ingat, untuk hari ini masih saya beri toleransi. Tapi, untuk besok, siap-siap surat pemecatan sampai di depan mereka."
Rombongan itu memutuskan untuk naik ke lantai berikutnya. Untung saja lift sudah berada di lantai lima sehingga mereka tidak perlu menunggu terlalu lama.
Masuk ke dalam lift, Farren melirik sekilas dua orang karyawan perempuan yang berada di dalam lift. Satu perempuan memutuskan untuk keluar, sedangkan yang satunya tetap di dalam lift.
Diam-diam Farren menyimak obrolan mereka, hingga satu perempuan yang tersisa itu mendapatkan pertanyaan dari salah satu anak buahnya. Meskipun tidak begitu tertarik, Farren tetap menyimak.
Namun ternyata, Farren jauh lebih tertarik dengan parfum yang perempuan itu kenakan. Aroma parfum yang tak asing di hidungnya.
"L-lantai enam, Pak," jawab perempuan itu yang mana lebih terdengar seperti cicitan.
Tiba-tiba saja Farren tersentak. Suara perempuan itu pun sangat tak asing di telinganya. Merasa penasaran, Farren refleks bertanya sambil memutar tubuhnya, "Lantai enam?"
Hingga akhirnya kedua mata mereka bertemu. Saat itu juga Farren merasa tebakannya tepat. Perempuan yang ada di depannya ini, adalah perempuan yang sedang Farren bayangkan.
Rupanya, bukan hanya Farren saja yang terkejut. perempuan itu bahkan sedikit tersentak kaget begitu menyadari kehadiran Farren. Wah, kebetulan macam apa ini?
Farren menyeringai. "Lantai enam, ya?"
TING
Pintu lift otomatis terbuka, membuat pertanyaan Farren tak dijawab sama sekali. Tapi, tak apa. Farren tak keberatan sama sekali. Lagi pula Farren yakin masih banyak kesempatan untuk mereka berjumpa lagi. Wah, Farren merasa sangat tidak sabar.
"Permisi, Pak."
"Tunggu, ada yang tertinggal," seru Farren sebelum lift tertutup.
Perempuan itu berhenti namun tak menjawab sama sekali, hanya sebuah tatapan bingung yang tercetak jelas di wajah Keyra. Dan Farren semakin senang melihatnya.
"Jepit rambut," ucap Farren tak jelas. Yang mana semakin membuat Keyra mengernyit bingung.
Bahkan lebih dari itu. Keyra benar-benar hampir kehilangan kontrol dirinya kalau saja pintu lift tidak langsung tertutup.
"Sidak kali ini cukup sampai di sini saja. Kita lanjutkan besok pagi," ujar Farren kepada anak buahnya.
Mengingat wajah Keyra yang berubah pucat, Farren mengulum senyum. Laki-laki itu tertawa pelan pada lift yang tertutup. Di sisi lain, sikap Farren tersebut jelas saja menimbulkan rasa penasaran anak buahnya.
"Itu ... saya kenal perempuan itu. Dan jepit rambut dia ada di kamar saya, sepertinya tertinggal atau memang sengaja ditinggal," terang Farren tanpa sadar.
Penjelasan Farren tersebut jelas membuat para anak buahnya tersentak. Terang saja mereka merasa tidak menyangka kalau Farren akan mengatakan itu.
Dan juga kini timbul pertanyaan, apakah Farren mengenal perempuan itu? Mereka berdua ada urusan apa?
"Oh, ya. Dia karyawan baru kan? Tolong kirimkan data dirinya kepada saya. Secepatnya."
—0—
Keyra melengos ke dalam ruangannya dengan hati was-was. Keringat dingin mengucur di pelipisnya. Napasnya terasa agak sesak, dan sekarang Keyra merasa pusing setengah mati.
Beruntungnya setiap karyawan sedang sibuk dengan urusan masing-masing. Terlebih lagi Keyra masih tergolong pegawai baru yang mana dia belum memiliki banyak teman.
Hanya ada dua orang teman yang Keyra kenal. Itu pun karena dia sempat memperkenalkan diri di dalam pantry tadi.
Saat ini juga Keyra mencoba untuk melupakan kejadian di dalam lift. Namun, rasanya sulit sekali melupakan kejadian tadi. Keyra juga masih menebak-nebak maksud ucapan laki-laki itu.
Keyra bertanya-tanya. Jepit rambut? Apa maksudnya? Sejujurnya Keyra punya perasaan tak enak soal ini.
Perkara jepit rambut itu, Keyra merasa yakin kalau dia tidak pernah menggunakan jepit rambut, bukan tidak pernah, hanya saja sudah tidak lagi memakai jepit rambut selepas dia sekolah dasar.
Berarti hanya ada satu kemungkinan, laki-laki itu memang hanya melontarkan omong kosong. Laki-laki itu pasti hanya asal bicara.
Ah, Keyra ingat kalau laki-laki itu memang senang membual. Keyra yakin kalau laki-laki itu sengaja mengerjainya.
Setelah menenangkan diri sendiri, Keyra siap memulai pekerjaannya, namun ternyata suara dering ponsel yang lupa Keyra silent membuat perhatian seisi ruangan mengarah padanya.
Keyra meringis, meminta maaf. Dia bahkan tidak peduli lagi dengan ponselnya yang saat ini sengaja dia matikan. Lebih tepatnya, Keyra tolak panggilan telepon tersebut.
Setelah tak bersuara lagi, Keyra segera mengubah dering ponselnya menjadi getar, sebagai bentuk antisipasi kalau-kalau benda itu berdering lagi. Keyra juga sempat mengecek siapa pelaku yang membuatnya menjadi pusat perhatian seisi ruangan.
Merasa kesal, Keyra mendengus. "Orang ini maunya apa sih?" geram Keyra tertahan. Kata-kata umpatan keluar begitu saja, namun bukan dari mulutnya melainkan dari dalam hatinya.
Belum sempat Keyra bernapas lega, orang itu kembali menghubunginya. Kali ini disertai dengan beberapa chat yang isinya seperti mengancam.
Merasa tak punya pilihan lain, Keyra pun menerima panggilan telepon tersebut dengan kekesalan tingkat tinggi.
"Mau apalagi kamu hubungi saya?" geram Keyra.
"Waw, tumben banget cepet, Baby."
"Maksud kamu?"
"Telepon gue kok cepet banget diangkat. Nungguin, ya?"
"Najis banget sih," bisik Keyra yang tetap terdengar oleh Farren. Namun, Farren justru merasa kalau Keyra seperti mendesah. Ah, Farren benar-benar sudah gila.
"Apa? Aduh, gue kok jadi merinding, ya? Merindingnya gue ini beda banget kayak biasanya. Gue jadi kepengen nyamperin lo."
"Jangan macam-macam! Saya nggak mau diganggu. Tolong jangan ganggu saya lagi. Saya mau hidup tenang. Lebih baik kamu urus masalah kamu sendiri. "
"Justru kalau hidup sama gue, lo bakalan senang. Percaya deh," ucapnya percaya diri.
"Saya nggak tau siapa kamu sebenarnya. Tapi, tolong jangan ganggu saya lagi. Apa yang terjadi sama kita itu hanya kesalahan dan kekhilafan saya saja. Lupakan yang sudah terjadi, kita hidup normal lagi dan jangan saling mencampuri."
"Lo bilang apa? Kesalahan? Kekhilafan? Padahal gue udah berkali-kali buat lo keenakan, mendesah dan menjerit. Lo bilang itu kesalahan?"
"Plis. Jangan bahas itu lagi. Saya malu, asal kamu tau."
"Lebih malu mana kalau foto-foto bugil lo gue sebar ke media sosial gue? Lumayanlah, pasti langsung viral secara gue punya banyak penggemar."
"Perbuatan asusila itu namanya! Kamu mau menyebar berita jelek tentang saya? Kamu bisa saya tuntut, saya yakin kamu bakal dipenjara!"
"Kalau dipenjara bareng sama lo, gue terima dengan lapang dada, Sayang."
"Jangan gila, ya, kamu, Farren!" sentak Keyra tak terima.
Teriakannya itu membuat seisi ruangan kembali menatapnya. Rasanya saat ini Keyra ingin sekali menangis.
Dengan gerakan bibirnya, Keyra meminta maaf setulus hati kepada penghuni ruangan, lantaran Keyra sudah mengganggu konsentrasi mereka.
"Lo tau nama gue?" tanya Farren dengan nada girang. "Kirain lo udah lupa sama gue. Kirain cuma gue yang inget lo segalanya. Kirain—"
"Tolong hentikan, saya nggak peduli kamu mau ngomong apa."
"Padahal gue terima lo apa adanya."
"Nggak nyambung!"
"Nyambung kok. Buktinya kita masih teleponan."
"Oh ya, untung kamu ingatkan. Saya rasa sudah cukup, ya, kamu mengganggu saya. Dan saya mau lanjut bekerja, jangan sekali-kali kamu menghubungi saya lagi."
"Sayang, gue bel—"
TUT
Keyra memutuskan sambungan telepon sacara sepihak. Tidak peduli kalau laki-laki itu akan mengoceh. Yang penting Keyra tidak lagi mendengar suaranya.
Dia benar-benar kesal setengah mati memikirkan laki-laki itu. Rasanya Keyra ingin sekali menjambak rambut laki-laki itu hingga rontok. Hingga ketampanan laki-laki itu berkurang.
Astaga! Kenapa Keyra malah mengaku kalau laki-laki itu tampan?
Sialan sekali!
Bagaimanapun juga Keyra tidak bisa berbohong, bahwa dirinya memang sempat terpikat oleh pesona Farren. Keyra tidak munafik kok.
