Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Nomor Asing

Ketika Farren membuka matanya, dia lekas mengecek jam di ponselnya. Matanya sontak melotot ngeri, merasa tak menyangka akan bangun sesiang ini. Selama hidupnya, Farren dididik untuk selalu disiplin bagaimanapun kondisinya.

Menoleh ke samping, hanya ruang kosong yang Farren dapati. Dia sudah menebak kemungkinan seperti ini akan terjadi.

Perempuan itu telah pergi tanpa mau berpamitan terlebih dahulu dengannya. Pakaian mereka yang semalam berserakan di lantai sudah tinggal menyisakan pakaian Farren saja.

Barang-barang wanita itu pun sudah tak tampak lagi. Hanya menyisakan sepi untuk Farren.

Memikirkan perempuan itu, malah membuat ia terbayang akan kejadian semalam. Farren penasaran bagaimana reaksi perempuan itu kalau sampai berjumpa dengannya lagi.

Beranjak bangun dengan malas-malasan, Farren mencoba untuk menghubungi seseorang. Dalam dering pertama panggilannya sudah terjawab.

"Ini saya."

"Iya, Pak Farren. Ada yang bisa saya bantu?"

"Tugas kemarin yang saya perintahkan untuk kamu cari apakah sudah selesai?"

"Sudah, Pak. Sudah saya kirim juga lewat email. Dokumennya akan saya antar langsung kepada Pak Farren. Baru saja saya dari kantor, tetapi Pak Farren tidak ada. Jadi, saya pikir sebaiknya nanti saya datang ke rumah saja."

"Nggak perlu. Saya baca dari email saja."

"Baik, Pak."

Farren segera mengakhiri panggilan teleponnya. Dia beralih pada aplikasi email dan mencari email kiriman orang suruhannya dari banyaknya email yang terkirim ke ponselnya. Untung saja tidak sulit bagi Farren untuk mencarinya.

—0—

"Lo dari mana aja sih, Key? Semalem gue kerepotan ngurus Susan, udah gitu lo pake ilang pula. Gue jadi bingung harus gimana?"

Keyra mengisi penuh perutnya. Aktivitas semalam benar-benar menguras tenaganya. Itulah sebabnya Keyra menghabiskan seluruh masakan Kintan.

Mulai malam ini dia akan tinggal di rumah Kintan, hal itu dikarenakan jarak rumah Kintan lumayan dekat dengan kantornya.

"Key, lo denger nggak sih gue lagi ngomong sama lo? Dari tadi makan melulu!" protes Kintan. Kini perempuan itu bahkan menjambak rambut Keyra dengan sangat tak berperasaan.

"Aduh! Tan, sakit! Lo kira-kira dong!"

"Abisnya lo ngeselin banget. Gue ajak ngomong tapi lo malah fokus makan. Lo kira enak dicuekin? Sakit, Bro!"

"Ya, terus gue harus jawab apa?"

"Pertanyaan gue udah numpuk tadi. Lo kudu jawab semuanya."

"Pertanyaan lo nggak jelas."

"Ah, terserah lo. Pusing gue sama lo."

Keduanya kembali sibuk dengan makanan masing-masing. Beberapa saat kemudian ponsel Kintan berdering. Kintan sudah bisa menebak siapa yang menghubunginya sore ini.

"Kenapa?" ketus Kintan pada si penelepon.

"Buset dah! Gue baru mau bilang halo padahal," sahut seseorang dari seberang.

"To the point aja, San. Kenapa lo nelepon gue?"

"Semalam gue nggak bikin masalah, kan?" tanya Susan to the point sesuai dengan permintaan Kintan.

Kintan terkekeh kecil. "Lo mana pernah bikin masalah, San? Lo kan anak baik," cetus Kintan dengan segala kedongkolannya.

"Gue serius, Tan."

"Lo pikir sendirilah."

Mereka sama-sama bisa mendengar suara helaan napas Susan. "Gue nggak inget apa-apa. Asal lo tau aja, gue baru bangun nih. Gila nggak tuh?"

"Lo kobam banget, ya?" tanya Keyra.

"Eh, kampret! Tan, hp-nya lo loudspeaker?"

"Yo'i. Gue nggak mau nyimpen rahasia lo," sahut Kintan sambil tertawa, "apalagi rahasia semalem."

"Semalem dia buat masalah apa?" tanya Keyra yang penasaran.

"Nggak usah cerita! Gue nggak mau denger."

"Dia bikin heboh seisi club," jawab Kintan, "heboh karena berantem sama cewek asing. Terus pacar tuh cewek misahin ceritanya, ehh, temen lo ini malah nonjok tuh cowok."

Keyra sudah terbahak-bahak mendengar cerita Kintan. Selain punya sifat yang banyak tingkah, ternyata Susan juga tergolong perempuan brutal. Keyra sampai tak tahan untuk terus tertawa.

"Diemlah, Key. Pusing kepala gue denger suara lo. Kintan, lo juga ngapain sih pake cerita segala, kan, itu aib gue."

Keyra mengabaikan perkataan Susan dan lebih menanyakan cerita selanjutnya. "Terus akhirnya gimana? Kok Susan bisa lo bawa pulang? Gue kira Susan pulang cuma bawa nama aja."

"Untung temen lo masih bisa napas sampe sekarang. Semalem hampir aja gue sama dia nggak boleh pulang. Untungnya yang punya tempat lumayan bijaksana. Namanya juga orang mabuk, ada sedikit toleransilah. Lagian yang pertama kali ngajak berantem si cewek asing itu," jelas Kintan.

"Gue penasaran deh gimana cara si Susan berantem. Coba gue liat langsung."

"Lah, memangnya lo nggak liat? Semalem lo ada di sana juga, kan, Key?"

Keyra menggigit bibir dengan perasaan was-was. Pasalnya dia baru saja salah bicara. Lah, keceplosan nih!

"Nah, itu dia yang dari tadi gue tanyain ke dia, San. Semalem waktu lo mabuk, dia malah ngilang. Tau-tau aja dia nongol di rumah gue tadi siang," jelas Kintan, "gue mencium sesuatu yang besar nih. Dari aromanya sih kayaknya habis terjadi sesuatu."

Keyra pura-pura marah. "Ngarang dah lo."

"Hayo lho, kena kan lo. Sembarangan ketawain aib gue sih tadi."

"Apa'an dah. Nggak ada apa pun," elak Keyra. "Semalem gue beneran langsung pulang."

"Pretlah, nggak percaya," celetuk Kintan.

"Halah bohong." Susan menyambar dari ujung telepon.

"Terserah kalianlah mau percaya atau nggak," cetus Keyra.

Sesi tanya jawab pun masih berlangsung sampai dua menit berikutnya. Ketika sibuk mengelak dari pertanyaan-pertanyaan Susan dan Kintan, Keyra merasakan ponselnya bergetar.

Dia langsung tersenyum lebar dan bergegas mengecek ponselnya. Mungkin ini satu-satunya jalan keluar untuk Keyra agar bisa menghindari introgasi dari kedua temannya.

"Bentar, gue angkat telepon dulu."

"Ngeles, kan, lo."

"Diem dululah," ketus Keyra sambil melotot. Keyra lantas mengecek ponselnya. Ada panggilan masuk dari nomor asing. Tanpa menunggu lama, Keyra terima panggilan telepon itu.

"Halo? Dengan siapa?"

"Halo, Sayang."

Mata Keyra melotot seketika, merasa tak asing dengan suara laki-laki di seberang telepon. Laki-laki semalam, yang seenak jidatnya tidur dengan Keyra. Bahkan, tanpa rasa penyesalan sama sekali.

Keyra memang tidak lagi mempermasalahkan insiden semalam. Keyra menganggap insiden semalam tidak pernah terjadi. Tapi, kenapa laki-laki itu bisa menghubunginya segala sih?

"Baby, lo masih denger suara gue kan?"

Tanpa berpikir panjang lagi, Keyra memutuskan sambungan telepon. Jantungnya berdebar kencang, keringat dingin mengucur dari pelipisnya. Tak cukup sampai di sana, Keyra pun merasa kepanasan setelah mendengar suara laki-laki itu. Apa pun yang berkaitan dengan laki-laki itu, pasti bukan sesuatu yang baik.

"Lo kenapa, Key?" tanya Kintan. Pasalnya dia melihat Keyra yang agak aneh. Dia hanya takut kalau-kalau temannya itu kerasukan.

"Nggak apa-apa kok," jawab Keyra dengan nada pelan. Untuk berbicara saja Keyra merasa tak sanggup.

"Barusan yang nelepon lo, cowok ya?"

Keyra menoleh dengan kening berkerut. Sialan! Kintan tahu?

"Gue samar-samar bisa denger suaranya," jelas Kintan yang sebenarnya paham maksud Keyra mengerutkan keningnya.

"Bukan orang penting kok. Nomor asing aja," kilah Keyra.

"Oh, ya? Bener?"

"Iya, Tan."

"Terus maksudnya dia neleponin lo mulu, mau apa?"

Keyra semakin mengerutkan keningnya bingung, sampai akhirnya Kintan menunjuk ke arah ponselnya yang kembali bergetar. Masih dengan nomor yang sama seperti sebelumnya.

Keyra sampai pusing harus bagaimana. Yang Keyra pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya menghindari laki-laki itu. 

Farren Argadinata. Satu dari sekian banyaknya laki-laki yang pernah Keyra temui, yang sangat ingin Kerya jauhi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel