Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

01.07 Story A7

Usianya baru dua puluh tujuh. Berwajah cantik dengan mata Hijau terang yang diperolehnya dari genetis sang ayah yang juga bagian dari petinggi sekolah yang sejak lima tahun lalu jadi tempatnya mengabdikan diri mengikuti jejak sang Ayah. Misinya, adalah memberikan pendidikan terbaik bagi para siswa. Sementara Visi yang dia pegang adalah kesetaraan bahkan pencapaian yang lebih baik bagi anak anak seperti dirinya yang sayangnya ditanah pribumi ini masih kerap dipandang berbeda oleh pandangan umum, cenderung terasingkan meski seolah diistimewakan. Itulah nasib kebanyakan para peranakan.

Gadis itu bernama Renata Allen. Gadis kecil yang dirangkul di tangan kanannya memanggilnya Miss Allen, begitu pun seorang pemuda yang dilihatnya tengah berbincang santai bersama pemuda lain yang sedikit lebih dewasa darinya. Bagi kedua bocah berbeda Grade itu, miss Allen adalah pengajar Kepribadian, disamping itu, ibu guru cantik bersenyum hangat itu juga adalah guru yang bertanggung jawab atas penerimaan keduanya di sekolah baru mereka sejak awal dilakukan tes masuk dan wawancara.

“Mas Matheo!” sapa Miss Allen dengan senyum hangat dan suara ramah.

kedua pemuda yang salah satunya disapa langsung menoleh lalu membalas senyumnya dengan tak kalah ramah “Sore bu/ miss!” Balas Matheo, juga Revaro hampir berbarengan. Saat ini waktu yang ditunjukan dua jarum berbeda dimensi adalah 15.45.

“Saya mengantar Shanea. Tapi apa Revaro juga akan diajar oleh mas Matheo?” tanya miss Allen lagi.

Matheo menggeleng pelan. “Revaro ini adalah adik saya, bu.” Jelasnya. Tak ada keraguan sama sekali bahwa wanita itu mengenal adiknya. Karena disekolah ini, jumlah siswa perkelasnya tak akan mencapai dua puluh, sehingga jumlah total seluruh angkatan tiap tahunnya diperkirakan hanya sekitar dua ratus. Maka bagi penanggung jawab studi kepribadian seperti Renata Allen yang ada dihadapannya ini, mengenali siswa siswinya yang hanya terdiri dari primary dan middle years, tentu akan semudah membalik telapak tangan.

“Oh, begitu rupanya.” Gumam Renata Allen takjub, “What a pleasant coincident, isn't it.” Lanjutnya melirik Revaro dan Shanea bergantian. Lalu gadis itu merunduk mensejajarkan wajahnya dengan bocah manis yang sejak tadi berada disampingnya menuntun tangannya. “This is it, sweety, your tuitors brother accidentally is your senior." katanya riang, "So i hope you can make a good friend with them, can you?” pintanya kini/

Shanea mendapati senyuman Matheo yang sehangat senyuman yang kemarin dilihatnya saat mencari jawaban dari pertanyaan walinya. Lalu menemukan juga senyuman senior yang kata sang guru itu bernama Revaro, dan yang entah kenapa terasa menenangkan hatinya, mendorongnya untuk mengukir senyum kecil pada guru dihadapannya dan meski ringan namun penuh keyakinan menganggukan kepalanya.

Maka setelahnya, Renata Allen menyaksikan ketiga punggung itu menghilang bersama, dibawa mobil yang melaju santai meninggalkan area sekolah. Mungkin hal yang biasa baginya untuk setiap tahun hadir dalam hidupnya anak anak luar biasa dan penuh potensi yang terasing dari kehidupan umum disekitarnya hanya karena kurva mata atau kelenturan lidah yang berbeda. Namun baru tahun ini dirinya justru mendapatkan dua orang putra dan putri istimewa yang bergabung di tengah jenjang pendidikan karena keduanya telah benar benar terasing dari umumnya budaya tanah air, meski sesunguhnya mereka seasli aslinya bagian dari anak bangsa.

“Good Luck Varo, Shani.” Bisik Renata Allen penuh harap seraya memandangi mobil putih milik sang mentor hingga menghilang dari pandangannya.

Sementara itu, beberapa waktu setelah doa tulus Renata Allen untuk kedua murid barunya terucap. Kedua bocah yang didoakan telah dengan gemilang dipersatukan oleh sikap dan pembawaan seorang kakak yang dimiliki Matheo, dimana keduanya terlarut tanpa menyadari guliran waktu yang menggelinding diantara mereka hanya dengan beberapa potong cream cake, minuman dingin dan beberapa buku literasi untuk dipahami. Sampai benar benar tak menyadari panggilan teleponnya masing masing juga kehadiran seorang pria yang menghampiri mereka bersama seorang putrinya.

“Varo?” pekik gadis yang menangkap teman lamanya saat akan menyerukan panggilan untuk adiknya.

Matheo, Shanea dan Revaro yang memang dipanggil, serta sang ayah yang berada disamping gadis yang berseru menoleh pada satu arah disaat bersamaan. Lalu gadis itu memburu kumpulan tiga orang yang melihat kedatangannya, dan tanpa bisa menahan diri menjadi bagian mereka. Ayah gadis itu hanya melihat setengah bingung dan dengan santai mengikuti putri sulungnya.

“Kak Teo, kok bisa kalian. . . ?” gadis itu menatap Shanea, “Mentor Shani itu ternyata kak Teo, ya?”

“Kila kok bisa kesini?” Revaro balik bertanya. Sementara Matheo menoleh pada pria yang dengan tenang mendekat dan menganggukan kepalanya perlahan saat Matheo menangkupkan kedua telapak tangannya sebagai pengganti salamnya.

Bocah cantik itu melirik kakak kakak yang dia kenal bergantian. Revaro dan Shakila terlihat sebingung dirinya, tapi Matheo justru terlihat begitu tenang. Juga papanya yang baru saja bergabung di kursi mereka.

“Kakak kenal kak Varo?” tanya Shanea akhirnya, entah kenapa anak itu justru bertanya pada papanya yang bergidik karena tak tahu situasinya.

“Ini sih temen esempe kakak, Shan.” Jelas Shakila.

“Murid Teo juga?” tanya sang Ayah.

“Salam om.” Kata Varo, “Adik saya, om.” Jelas Teo. Keduanya menjelaskan di waktu yang hampir bersamaan. “Karena satu sekolah, jadi saya ajak juga untuk menemani Shani. Saya harap om ngga keberatan.” Lanjut Matheo.

“Ngga lah, Shani keliatan nyaman.” Pria itu melihat kepada putri bungsunya yang berwajah cerah, lalu berpindah pada si sulung yang juga terlihat girang. “Dan kakak juga kenal?”

“Kita satu sekolah dulunya.” Jawab Revaro.

“Sekelas waktu kelas satu dan kelas tiga, Pa. Kakak kayaknya pernah cerita deh.” Tambah Shakila.

“Kayaknya papa inget.” Kata ayah dua anak itu, setelah berusaha mengingat beberapa cerita dalam sekejap waktu “Kebetulan banget kita bisa ngumpul sama sama kayak gini.” Lanjutnya kini. “Kalo kalian ngga keberatan, habis sesi ini kita makan sama sama dulu untuk ngobrol santai gimana, om pengen denger cerita cerita seru Shanea hari pertama belajar juga cerita kakak sama Varo.” tawarnya, bukan basa basi tapi tak terdengar berniat menyelidik.

Revaro dan Matheo saling bertukar pandang dengan tatapan 'bagaimana' yang sama pada satu sama lain. lalu keduanya dengan kompak melihat pada Pria yang memberi tawaran kemudian seolah telah diseting sedemikian rupa keduanya melihat juga pada waktu bersamaan pada kedua gadis kakak beradik yang menatap mereka dengan mata yang menanti dengan penuh harapan jawaban 'ya' dari keduanya, hingga Matheo dan Revaro tersenyum dalam ukuran yang sama saat mengangguk menerima tawaran sebelumnya, mengukir senyum lebar di wajah Shanea dan Shakila.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel