Pustaka
Bahasa Indonesia

My Miss Right

103.0K · Tamat
BigStarry
63
Bab
1.0K
View
8.0
Rating

Ringkasan

Mereka pernah saling bertemu, bahkan ada yang jatuh cinta. Tapi mereka tak membuat cerita bersama dimasa lalu. Hanya merangkai benci dan sakit hati. Lalu, waktu terus berjalan memberi mereka luka, sesekali derita, pelukan rasa bahagia dan tambahan pengurangan jatah usia, yang merangkai kisah dan sejarah mereka. Hingga kini mereka bertemu lagi, mereka tak lagi sama, dari apa yang pernah dikenalnya.

RomansaBillionaireDewasaAnak KecilKeluargaCLBKLawyer

00.01 Prolog

Hari itu, telah berlalu selama dua puluh tahun sejak masa sekarang, saat seorang gadis peragu dengan gemetar memegang batang telepon dikupingnya. Tepatnya pada tanggal yang terlupakan oleh lama rentang waktu terjadinya kala bulan Mei di tahun dua ribu satu. Hari dimana seharusnya menjadi salah satu pekan bersejarah untuk para tahun ketiga pendidikan menengah tingkat lanjutan. Karena pada siang hari cerahnya, pengumuman keberhasilan mereka menanggalkan seragam putih abunya terjadi dan sebagian dari mereka bahkan lebih bersuka cita karena nama nama mereka diakui oleh salah satu universitas negeri.

Namun bagi gadis yang gemetar dan menggigil di salah satu malam bulan Mei yang panas itu, getar suara ambigunya serta cucuran keringat dipunggungnya bukan karena kabar bahagia kelulusan atau pun pengakuan universitas impiannya. Melainkan, karena suara ringan pria di speaker teleponnya yang mengancam dengan dalam dan tenang.

"Kenapa lu suka gua?" Tanya pria itu. Suaranya jelas mengejek pada gadis yang jadi lawan bicara di balik sambungan teleponnya.

Tentunya, tak ada alasan baginya untuk tak menilai rendah pada gadis pendiam itu. Karena bila dibandingkan dengan dirinya, gadis itu sama sekali bukan apa apa. Latar belakang keluarga yang sangat biasa, dengan perekonomian yang serba secukupnya. Prestasi yang juga rata rata ditambah wajah yang jauh dari sifat rupawan yang dimilikinya. Gadis itu sunggah bernilai hampir nol dimatanya.

"Kenapa akang nanya gitu?" Tanya sang gadis dengan suara gugup, masih berusaha menyembunyikan rasa yang dia punya sejak empat tahun lalu pada pria yang membuatnya merasa ditatap dengan mata penghakiman meski dia tak secara langsung berada dihadapannya.

Bukan tanpa alasan. Rasa rendah dirinya begitu besar karena kesadaran akan sebegitu rendahnya dirinya dihadapan si pria super istimewa itu. Segalanya dia miliki, setiap hal yang patut sangat disukuri. Orang tua dengan kekayaan yang tak rata rata, penggemar wanita yang tak ada habisnya juga sanjungan orang disekitar yang seolah tak pernah terputus. Sementara gadis itu hampir tak pernah mencicipi satu pun diantaranya.

“Saat ini, ditangan gua. . .” Pria itu mengacungkan sebuah buku ditangannya, saat lidah licinnya menjelaskan tampilan buku itu pada gadis yang sejak tadi tak bisa menahan getar suara. Bercover ungu dengan desain gambar buatan tangan, penuh warna warni crayon dengan senyum nakal gadis karakter kartun yang mengedipkan sebelah matanya dengan centil.

"Itu?" Tanya gadis itu jelas kaget. Bukan akan bertanya buku apa yang dibicarakan, karena jelas dia mengenalnya. Justru yang membuatnya kaget adalah bagaimana bisa pria itu memilikinya.

"Temen lu kasih itu ke gua, dia maksa gua baca apa yang dia bilang surat cinta itu." Kata si pria, masih dengan tatapan mengejek yang sama. "Dan jujur aja, gua langsung tahu ini milik lu."

"Aku ngga..."

"Lu pikir berapa lama kita saling kenal?" Pria itu tak ingin memberikan kesempatan pada sang gadis untuk pembelaan diri, "Biar lu tahu, gua. jijik. banget." Lanjutnya dengan penekanan yang jelas pada tiga kata di akhir kalimat.

Sedetik kemudian sambungan telepon singkat itu diputus oleh si pria, meninggalkan sang gadis yang setelah kejadian itu menangis berhari hari tanpa suara sedikit pun. Tanpa keduanya pernah menduga. Suatu hari nanti buku itu akan kembali ketengah keduanya dengan cara tak terduga. Membawa semua cerita dan kenangan yang tersimpan didalamnya yang selama ribuan hari hanya terkubur sebagai mimpi di siang hari.

"Pak..." panggil seorang gadis pada atasannya yang sepertinya tertidur berbantal kedua lengan diatas meja kerjanya. "Pak Ver." Gadis itu memanggilnya lagi yang tampak benar benar tertidur.

"Ah, Lin..." pria itu akhirnya mengangkat kepalanya menunjukan matanya yang sedikit memerah karena kurang tidur yang terjadi dua malam sebelumnya. "Maafkan aku." Sesalnya tanpa banyak bicara.

"Tak apa pak, saya mengerti bapak pasti kurang istirahat karena project ini begitu tiba tiba." Kata sang gadis yang merupakan asistennya itu, "Saya disini juga untuk memberitahu bapak bahwa semua berkas sudah lengkap. Sekarang tinggal tim teknis yang menyelesaikan semuanya, jadi bapak bisa pulang dan beristirahat."

Pria itu menatap sang asisten masih dengan mata mengantuk, lalu kepalanya mengangguk sebagai respon yang sedikit terlambat.

Asisten muda itu kembali mengangguk, "Saya juga ingin menyampaikan agar bapak jangan terlalu terbebani dengan project ini pak. Bagaimana pun, bahkan presdir kita tahu kemungkinan kita terlibat tak terlalu besar. Ini semua semata mata karena kewajiban kita pada asosiasi karena itu kita tetap melakukan persiapan dan pendaftaran berkas ini." Katanya, Verdicta mengernyit mendengarnya. "Apa bapak belum tahu?" Tanya sang asisten lagi, "Meski di awal tidak ada beritanya, tapi rupanya ‘svet’ juga menjadi peserta." Jelasnya, lalu matanya menangkap sebuah majalah bersampul seorang wanita dengan wajah angkuh betatapan keji yang terselip di bawah salah satu siku atasannya. "Ah, saya rasa bapak sudah membaca berita terbarunya juga. Standar itu akan terlalu tinggi untuk bisa kita ikuti kan, pak." Katanya kini.

"Yah, aku baru melihatnya, dan seperti katamu standar itu terlalu tinggi. Aku rasa sepertinya mereka pemain lama."

Gadis itu mengangguk, "Bahkan sebelum saya masuk industri ini saya sudah sering mendengar mereka." Katanya, "Disatu sisi saya kagum, tapi disisi lain saya tak habis pikir bagaimana bisa dia melakukannya. Maksud saya, entah harus jadi wanita seperti apa untuk menjadi dirinya yang sekarang, bahkan entahlah wanita seperti apa dirinya." Lanjutnya, pria atasannya memandangnya dengan seringai bingung kecil yang jelas, hingga gadis itu sadar akan racauannya dan merasa malu karenanya. "Maaf pak, saya terlalu banyak bicara."

"Tak masalah, aku juga merasakan hal yang sama, seperti apa dia?" Katanya setengah bergumam seraya menatap pada sampul majalah yang selalu diisi para tokoh berpengaruh dinegaranya selama puluhan tahun.

“Pasti penuh dengan perjuangan dan kerja keras. Dan sepertinya banyak sekali keberuntungan yang didapatnya pak, karena banyak sekali kesempatan yang raihnya juga.” Tutur gadis itu.

“Bisa jadi malah sangat banyak luka yang didapatnya.” Pria itu tersenyum tipis dengan mata tajam tak bersahabat, asistennya hanya melihat bingung mendengar komentar sang atasan yang biasanya tak banyak bicara, “Ah lupakan saja, aku rasa aku terlalu mengantuk.” Katanya lalu mempersilakan asistennya meninggalkan ruangannya sementara matanya masih menatap pada majalah di dekatnya "Terlalu banyak berubah." Bisiknya sangat pelan untuk bisa didengar selain oleh kupingnya.

Sementara itu, wanita yang sebelumnya sempat diperbincangkan oleh atasan tampan dan gadis asistennya pada saat yang sama meninggalkan ruangannya dengan tenang. menarik perhatian orang orang disekitar ruang karyawan utama dan membuat mereka seperti biasa menundukan kepala meski apapun aktifitas yang sedang mereka jalani sebelumnya serta menyapanya dengan penuh hormat dan sedikit ketakutan. Yang seperti biasanya juga dibalas dengan wajah datar dan sedikit senyuman.