Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

01.04 Story A4

Verdicta termenung selama dua detik untuk mencerna kata kata Matheo sebelum dengan suara yang sedikit beremosi dia bertanya “Adopsi?”

Matheo hanya mengangguk pelan “Benar om, bunda mengadopsi saya saat saya berusia lima belas tahun, saat itu adik saya baru berusia delapan tahun, dan hingga saat saya diadopsi saya dibesarkan di panti asuhan. Karena itulah saya tertinggal dua tahun hingga saya bisa masuk esempe, juga saya ngga pernah punya akta kelahiran.”

Apa yang dikatakannya bukan bualan. Berdasarkan cerita yang dia dengar, dua puluh dua tahun yang lalu seorang wanita berwajah pucat mengetuk pintu panti asuhan pada saat fajar belum menampakan diri. Dalam buaiannya, seorang bayi kurus bermata cekung merengek kelaparan. Air susu wanita itu tak keluar sejak tiga hari sebelumnya karena dirinya telah cukup kelaparan, dan apa yang dimilikinya hanya bisa mengantar wanita itu memberinya susu formula hingga malam sebelumnya.

Mendengar kisah wanita itu, ibu ketua panti memberinya tempat, menyusui bayi malang itu dengan persediaan yang mereka punya dan membiarkan sang ibu bayi beristirahat bersama bayinya yang telah selesai dirawat. Namun ketika matahari meninggi, tempat tidur si ibu telah kosong, dan bayinya ditinggalkan menangis sendirian.

Panti asuhan yang menampung dua mahluk malang itu bukanlah tempat yang cukup makmur. Disana sebelumnya telah ada beberapa anak dan bayi lainnya yang bernasib sama seperti si bayi pucat. Namun lenguhan bayi bermata cekung yang seketika tenang dipangkuan ibu kepala itu memikat hati para pengurus. Tentu saja, untuk orang orang seperti mereka yang terbiasa merawat anak anak malang, menelantarkan bayi tak berdaya bukanlah sebuah sikap pilihan.

Pada akhirnya, bayi malang itu tumbuh dalam asuhan para pengurus. Ibu ketua memanggilnya Teo, yang berarti sebuah berkat. Semampunya para pengurus, Teo dipelihara dan tumbuh menjadi pemuda tampan yang cerdas.

Namun seperti diceritakan sebelumnya, panti asuhan itu tak terlalu makmur. Dua belas tahun kemudian, karena alasan banyaknya adik adik baru Teo yang juga butuh pengasuhan, ibu ketua terpaksa menunda pendidikan Teo kecil dan memutusnya hingga tingkat sekolah dasar (tentunya saat itu BOSS belum seperti masa ini).

Sepanjang dua tahun setelahnya, Teo bekerja apa pun yang bisa dia kerjakan, menapaki jalanan pada siang hari untuk mencari logam dan lembaran receh orang orang yang berlalu lalang.

Teo kecil tak suka mengamen, apalagi mengemis. Ibu ketua mengajarinya untuk pantang meminta belas kasihan orang. Maka saat dijalanan dia akan lebih memilih menjadi asongan (punya etika dan tak memaksa) atau ojek payung khususnya saat hari hujan. Dan pada akhirnya, dia berkenalan dengan seorang kohkoh pemilik tempat cuci mobil yang mengijinkannya untuk membantu ditempatnya sebagai tukang bersih bersih.

Seiring waktu, Teo kecil belajar dari kohkoh bagaimana cara mengeringkan mobil sehabis dicuci. Dan dia akan diupah juga untuk setiap mobil yang dikeringkan selain diupah untuk bersih bersih.

Disanalah dia bertemu seorang wanita yang untuk selanjutnya akan dipanggilnya bunda hingga saat ini. Tentunya bukan di pertemuan pertama pelanggan wanita kohkoh itu langsung jadinya bundanya. Tapi Teo tak akan lupa, dua bulan lebih perkenalan tak langsungnya dengan bunda sebelum menjadi bundanya.

Dari ruang tunggu terbuka dilantai dua, wanita itu cukup sering memandangnya. Teo sesekali juga mencuri lihat dan mendapati wanita berwajah lurus itu terdiam sendirian, hanya diam merokok dan minum minuman yang dipesannya, di tempat duduknya yang selalu sama. Kohkoh tak akan keberatan mengosongkan kursi itu saat sang wanita akan datang. Kenapa tidak, dalam seminggu wanita itu datang dua kali di hari dan jam yang selalu sama.

Tapi bukan hanya karena jadwal kedatangannya yang selalu sama itu, alasan utamanya justru karena wanita itu rupanya memang bukan pelanggan biasa. Mobil yang dibawanya selalu sama (bahkan setiap datang sebenarnya mobilnya tampak mendekati bersih sempurna), berwarna keemasan, anggun dan kejam, bahkan emblemnya saja Matheo belum pernah melihatnya diantara mobil mobil yang melintas dijalan jalan yang sudah seperti halaman rumahnya selama tiga tahun belakangan. Saat itu dia tak bisa mengingatnya, apa itu namanya, yang pasti pada sayap metalik yang cemerlang di pantat mobil yang dilapnya ada satu atau mungkin dua nama pria yang tertera.

Kali pertama dirinya mengeringkan mobil wanita itu, kohkoh memberitahunya bahwa harga satu mobil itu bisa memberi makan orang orang dipanti asuhannya selama sepuluh tahun mungkin juga dua puluh (tentunya cerita itu versi hiperbola sang kohkoh). Dan yang ada dalam pikiran Teo saat itu adalah tumpukan kertas bergambar Patimura yang tak pernah bisa dia bayangkan seberapa banyaknya.

Lalu sekali lagi kohkoh memberitahunya agar berhati hati saat mengelap mobilnya, karena dengan sedikit saja goresan halus dicatnya bahkan ibu kepala akan harus menjual kol buntung milik panti. Jadi kenapa kohkoh masih saja menyuruhnya mengelap mobil mengerikan itu? (Jawaban pertanyaan itu baru Teo tahu setelah dia bisa menyetir sendiri beberapa tahun kemudian, kohkoh yang memberi tahunya saat dia mengunjungi tempat cuci untuk mencuci mobil yang dulunya biasa dia keringkan itu, katanya hal itu karena permintaan bundanya langsung).

Tentang kohkoh yang baik hati itu seingatnya usianya masih cukup muda, baru berusia awal tigapuluh bahkan belum menikah. Tampan, tentu saja diatas lumayan, dan sepertinya kohkoh tertarik pada pelanggan wanitanya itu. Tentu saja, siapa tidak jika menilik pada emblem mobil yang bandrolnya ratusan ribu uang Paman Sam.

Satu dua kali akhirnya kohkoh mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengannya. Entah kenapa dimata Teo mereka terlihat cocok. Walaupun tak lama setelah mereka cukup dekat, kohkoh memberitahunya lagi bahwa wanita itu jelas bukan orang biasa, dan Teo harus berhati hati lagi kedepannya. Sungguh anak itu tak pernah menduga, di suatu sore setelahnya, mobil keemasan yang mengerikan itu ada didepan panti asuhannya saat Teo pulang bekerja.

Akhir cerita tentu sudah bisa ditebak. Bunda membawanya, memberinya hadiah nama baru yang masih bermakna sama dengan nama lamanya dengan tambahan nama tengah dan belakang yang sama dengan nama hadiah keduanya. Yaitu seorang adik menggemaskan yang selalu mengekor padanya bernama Revaro Abram Semesta.

Dan seperti yang diketahui bersama, Teo kecil itu kini berdiri didepan seorang advokat penuh wibawa sebagai Matheo Abram Semesta. Dan meski sang advokat tak tahu kisah metamorfosa Teo menjadi Matheo sejenak pria itu terlihat cukup terguncang.

Detik selanjutnya, ayah dua anak itu sesaat berfikir, sementara Matheo sedikit cemas akan kehilangan pekerjaannya karena penjelasan terakhirnya, lalu “Oke, om bisa terima, ijinkan om simpan pasport kamu sementara waktu kalo memang ada dan kamu tidak akan membutuhkannya kurang lebih selama tiga bulan kedepan.” Kata Verdicta.

Teo tersenyum lega, “Akan saya bawakan saat saya datang lagi om.”

“Kamu sudah menyusun jadwal?”

“Ini om.” Bergegas Matheo menyerahkan susunan jadwal mentoring yang semalam baru dibuatnya, “Tiga hari dalam satu minggu, dua jam dalam satu hari, metode mentoring yang akan saya terapkan juga ada didalam om.”

“Om akan pelajari nanti, tapi untuk waktunya om serahkan sepenuhnya. Tampaknya kamu sudah sangat tahu jadwal sekolah Shanea.” Kata sang Advokat lagi saat sekilas memeriksa proposal yang diajukan Matheo.

“Kebetulan om, adik saya di sekolah yang sama sehingga cukup mudah untuk saya mencari informasi saat data Shanea saya terima.”

Sekali lagi, pria itu tertegun. Pemuda yang cukup tampan dihadapannya memiliki banyak hal tak terduga, riwayat prestasi yang di atas rata rata, sikap yang sopan luar biasa, senyum yang tulus dan menyejukkan, latar belakang keluarga yang diluar dugaan dan status sosialnya saat ini yang belum bisa dipastikan. Penuh keterbukaan sekaligus misteri tersembunyi.

“Om akan sampaikan jadwal Shanea pada guru walinya besok, sehingga kamu akan bisa menjemputnya disekolah saat waktu mentoring kamu. Tempat mentoring kamu boleh menentukan atau tanya Shanea dimana dia mau, anggaplah kamu sedang mengasuhnya, om rasa dia lebih membutuhkan sosok kakak atau teman dibandingkan dengan tambahan satu orang guru. Dia juga sedikit moody dan mudah bosan jadi mungkin dia akan lebih suka belajar diluar.”

“Baik om.” Jawab Matheo, singkat.

“Kamu tentu punya kendaraan sendiri?” tanya pria itu, Matheo mengiyakan dengan anggukan bisu “Ada mobil? Om ngga terlalu senang anak anak dibonceng motor. Kalo ngga ada, om bisa arahkan supir untuk membantu kamu setiap jadwal mentoring.

“Ngga perlu om, saya akan bawa mobil sendiri.”

Verdicta sedikit saja menaikan alisnya, tak terkejut tapi juga tak menduga, dan akhirnya, “Lalu. Karena pada resume kamu menyanggupi semua bidang pelajaran, mungkin kedepannya om akan meminta kamu menangani pelajaran lain sesuai kebutuhan Shanea. Dengan kontrak yang berbeda tentu saja.” Lanjutnya, Matheo mengangguk menyanggupi, “Sekarang, mari om bawa kamu menemui Shani, begitulah cara anak itu biasa dipanggil.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel