Bab 7
Happy Reading!!!
***
“Ahhh, Uncle,” desah Salvia sembari menatap pantulan dirinya di dalam cermin yang tengah memperlihatkan tubuh bagian atasnya yang sedang dimainkan Devan.
Kegiatan membersihkan masker dari kedua payudara Salvia berlanjut dengan remasan-remasan tangan Devan yang begitu memabukkan. Terlebih sekarang dengan tidak adanya penghalang yang menyembunyikan gundukan kenyal itu. Devan terasa bebas meremas dan Salvia merasa semakin nikmat karena ternyata tangan Devan memang benar-benar sehangat itu. Permukaannya yang tidak begitu halus seperti tangan miliknya memberi sensasi geli yang menyenangkan.
Di dalam cermin yang berdiri di depannya, Salvia dapat melihat dengan jelas bagaimana raut wajahnya yang tengah merasakan kenikmatan, juga gerakan tangan Devan yang begitu lihai. Dadanya yang menggemaskan terlihat begitu memukau saat berada dalam genggaman tangan Devan yang besar. Dan itu membuat Salvia semakin kagum saja pada dirinya sendiri yang tak menyangka memiliki dada seindah itu. Bahkan ternyata Salvia bisa seseksi itu dalam keadaannya yang sekarang. Membuat pujian berkali-kali Devan berikan diiringi dengan kecupan pria itu di sepanjang pundak dan lehernya. Menambah gairah Salvia yang kembali berharap lebih. Namun belum siap mengutarakannya. Untuk sekarang cukup dengan ini dulu. Hingga Salvia merasa siap untuk mendapatkan lebih dari ini.
“Uncle, pindah ke kamar aja yuk, aku pegal,” kakinya melemas seiring gairah yang bertambah. Dan Salvia tidak ingin meleleh seperti jelly. Lagi pula, meskipun dalam keadaan berdiri begitu menyenangkan karena dadanya menggantung sempurna, sepertinya dalam posisi berbaring atau duduk pun tidak akan kalah nikmatnya.
“Oke, tapi kamu harus izinin Uncle kelum dada kamu. Uncle pengen mainin ini dengan lidah Uncle,” bisik Devan memberi syarat. Dan nyatanya Salvia tidak perlu berpikir untuk memberi izin, sebab tak jauh berbeda dengan Devan, Salvia pun ingin merasakannya.
“Tapi payudara aku gak bisa ngeluarin susu,”
“Gak apa-apa. Rasanya tetap enak, kok.”
Salvia hanya mengangguk, lalu pasrah di gendong Devan menuju kamar dan di baringkan di atas ranjang dalam keadaan tubuh bagian atas yang masih telanjang.
Dengan gerakan perlahan Devan merendahkan tubuhnya hingga mulutnya berada tepat di depan dada Salvia. Di awali dengan kecupan-kecupan ringan yang terasa menggelikan, lalu berlanjut dengan jilatan yang berhasil membuat Salvia merinding sampai akhirnya puncak payudara Salvia yang telah menegang Devan masukkan ke dalam mulutnya. Mengelumnya pelan, dan sesekali menghisapnya, membuat Salvia kembali meloloskan desahannya dengan gerak tubuh yang mulai gelisah.
Tangan Salvia yang semula meremas Seperai bergerak naik, menyentuh punggung Devan yang berbalut kaus hitam yang sudah terasa lembab. Dan hal itu membuat Devan semakin terangsang, lumatannya tidak lagi bisa pelan karena nyatanya Devan pun ingin menyalurkan sesuatu yang berdesir dalam tubuhnya. Bahkan bagian tubuhnya yang berada di bawah perut sudah memberontak meminta kebebasan, membuat Devan semakin merasa tersiksa dan ingin sekali melepaskannya. Hanya saja Devan tak ingin kelepasan. Jadi meski tersiksa Devan biarkan saja miliknya itu di dalam celananya, berharap mau berbaik hati padanya yang tidak siap merusak Salvia semakin jauh dari ini.
“Uncle, pengen cium,” pinta Salvia serupa cicitan dengan jemari menarik-narik rambut Devan yang tebal.
“Sebentar Sal, Uncle belum puas sama ini,” ucapnya sembari berpindah dari dada kiri Salvia ke kanan yang sejak tadi hanya mendapat remasan dari tangannya. Bagaimanapun Devan tidak ingin membuat payudara menggemaskan Salvia itu merasa cemburu.
“Tapi bibir aku gatal, Uncle!” rengek Salvia diiringi desahannya yang semakin tak terkendali.
Tidak ada jawaban dari Devan. Laki-laki itu terlalu asyik menghisap dada Silvia yang begitu candu. Dan sebagai ganti, Devan berikan jari telunjuknya pada mulut Silvia. Seakan paham, Salvia langsung menghisapnya sambil sesekali memainkan jemari Devan dengan lidahnya. Rasanya memang tidak senikmat berciuman, tapi itu tidak terlalu buruk juga. Salvia tetap menikmatinya dan melakukan itu hingga bibir Devan menggantikan telunjuknya.
Erangan memenuhi ruangan dan seprai yang awalnya rapi berubah berantakan karena kegiatan Salvia dan Devan. Kini kaus yang Devan kenakan sudah lepas dari tubuhnya, membuat keduanya sama-sama bertelanjang dada.
Entah sudah berapa lama kegiatan itu mereka lakukan. Devan begitu rakus dengan dada Salvia yang padat dan kenyal, sementara Salvia semakin keenakan dengan cumbuan Devan yang memabukkan.
Tangan Devan tidak bisa diam sekadar di dada Salvia karena ternyata naluri kelelakiannya merasa penasaran akan bagian tubuh Salvia yang lainnya. Maka, di tengah bibir yang saling beradu di atas sana, Devan gerakkan satu tangannya menyusuri perut Salvia yang tak berlemak, lalu semakin turun, masuk ke dalam celana Salvia hingga akhirnya Devan menghentikan tangannya di depan kewanitaan Salvia. Basah. Itu yang pertama Devan temukan, hingga rasanya Devan penasaran untuk mengetahui telah sebasah apa Salvia sekarang.
Devan belum berani memastikannya langsung, ia cukup menyentuh dari balik celana dalam yang Salvia kenakan. Namun nyatanya akibat keingintahuannya itu malah justru membuat Devan semakin penasaran hingga jemarinya yang semula hanya ingin memastikan justru bergerak pelan, semakin membangkitkan gairah Salvia.
Ciuman yang barusan menggebu terlepas akibat Salvia yang tak mampu menahan desahan. Tubuh perempuan itu bahkan menggelinjang. Tangannya yang berada di punggung dan rambut Devan mencengkeram kuat, menyalurkan rasa nikmat yang diberikan Devan lewat sentuhan dimiliknya yang paling sensitif. Dan karena perbuatan Devan itu sesuatu dalam diri Salvia ingin keluar. Salvia merasa tak tahan, namun ragu untuk melepaskan.
“Keluarkan aja, Sal,” bisik Devan seakan paham.
“Gak. Aku harus ke kamar mandi, Uncle,” tolak Salvia di tengah rasa tersiksanya.
“Di sini aja. Keluarkan biar kamu lega. Ini pelepasan pertama kamu, Sal,” lagi Devan membisikan. Dan karena saking tak tahannya Salvia benar-benar melepaskannya, diiringi dengan desahan panjang dan cengkeraman kuat di kepala Devan yang berada di belahan dadanya, membuat wajah Devan tenggelam di sana. Namun bukannya marah, Devan malah justru merasa senang, dan langsung menjulurkan lidahnya, menjilat gumpalan daging itu dengan gerakan sensual yang membuat Salvia kegelian sekaligus nikmat.
“Enak ‘kan, Sal?” pertanyaan Devan tertuju pada pelepasan yang baru saja Salvia dapatkan.
“Luar biasa,” jawab Salvia dengan nada takjub.
Devan terkekeh mendengarnya, lalu setelahnya menggigit kecil dada Salvia sebelum mengangkat kepalanya dari sana. Sepertinya sudah saatnya Devan menyudahi aktivitasnya ini. Devan yakin Salvia sudah mulai kelelahan. Dan Devan pun tak ingin dirinya benar-benar tidak terkendali. Miliknya di bawah sana tidak boleh semakin memberontak. Bahaya. Jadi lebih baik disudahi sekarang.
“Kalau begitu sekarang kamu tidur. Besok sekolah,” satu kecupan Devan berikan di bibir Salvia yang bengkak akibat ulahnya beberapa menit lalu.
“Uncle gak mau nemenin aku sampai tidur?”
Tanpa perlu berpikir Devan menggelengkan kepalanya. “Uncle harus mandi,”
“Bukannya tadi udah?” tanya heran Salvia.
“Uncle perlu mandi lagi.”
“Kenapa?”
Menggeram gemas, Devan kembali menjatuhkan tubuhnya, meraih bibir Salvia dan melumatnya cukup kasar. Hanya singkat, karena setelahnya Devan mendekatkan bibirnya pada telinga Salvia, membisikkan sesuatu yang berhasil membuat gadis remaja itu terbelalak dengan wajah merona, apalagi saat Devan menekankan bukit gairahnya yang masih terbungkus celana pada paha Salvia. Memberi tahu gadis itu tentang seberapa keras miliknya akibat ulah Salvia yang selalu saja menggodanya, terlebih dengan aktivitas mereka barusan.
“Uncle—”
“Lain kali kamu juga harus bisa memuaskan aku,” bisik Devan tepat di depan telinga Salvia. “Uncle gak mau terus-terusan melakukannya sendiri. Apalagi harus mandi malam-malam seperti ini,” tambahnya di akhiri dengan gigitan kecil di cuping telinga Salvia yang berhasil membuat gadis itu menggigit bibir bawahnya. “Jadi, persiapkan diri kamu dari sekarang, karena Uncle tidak tahu sampai mana bisa menahan diri.”
***
see you next part!!
