Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

Happy Reading!!

***

Senyum Salvia mengembang saat menatap pantulan dirinya di dalam cermin besar yang ada di kamar mandi. Kejadian di dalam mobil tadi yang membuatnya seperti ini, terlebih ketika melihat buah dadanya yang kini telanjang selesai mandi terpampang nyata dengan warna sedikit kemerahan. Rasanya dada Salvia berdesir hangat sekaligus geli, meskipun ada sakit yang tak bisa Salvia pungkiri sisa remasan Devan yang tak selalu lembut. Namun tetap saja rasa nikmat lebih mendominasi.

Salvia jadi semakin merasa gemas dan bangga pada bagian tubuh favoritnya, karena ternyata Devan begitu menyukainya. Pria itu bahkan mengakui keindahannya secara terang-terangan. Membuat seorang Devan yang pertama kali Salvia kenal begitu dingin dan cuek, berubah menjadi pria menyenangkan sekaligus mesum. Tapi harus Salvia akui bahwa dirinya semakin suka pada pamannya itu.

Puas dengan kegiatannya menatapi diri sendiri, Salvia bergegas keluar dari kamar mandi dan segera berpakaian sebelum Devan memanggilnya untuk makan malam. Ia sudah janji tidak akan membuat Devan menunggu lama, sebab ternyata perutnya pun telah berontak minta dikenyangkan mengingat siang tadi Salvia terlalu malas mengisi perutnya dan ketika pulang sekolah sore tadi malah di isi dengan kegiatan yang menyenangkan bersama Devan di dalam mobil. Membuat kini perutnya semakin keroncongan. Dan begitu tiba di dapur, Salvia tidak bisa lagi mengabaikan segala makanan yang terhidang. Keberadaan Devan bahkan sampai tidak begitu Salvia hiraukan.

“Lapar banget kayaknya, Sal?” tegur Devan saat melihat bagaimana lahapnya Salvia makan sampai untuk menyapa sebagaimana biasanya tidak sempat gadis itu lakukan. Membuat Devan sedikit tersinggung entah karena alasan apa.

Dan akibat tanya itulah akhirnya Salvia sadar bahwa sosok tampan yang duduk di sampingnya sedang memperhatikan. Berbeda dengan biasanya yang lebih memilih fokus pada makanan. Devan hanya akan mengangkat kepala ketika mulai kesal dengan ocehan Salvia. Itu pun hanya untuk memberikan delikan terganggunya. Tapi sekarang, pria itu justru yang lebih dulu membuka suara. Sebuah kemajuan yang membuat Salvia menarik kedua sudut bibirnya.

“Gara-gara Uncle,”

Devan mengerutkan kening tanda tak paham. Namun kemudian mengangguk paham ketika Salvia menjelaskan alasannya.

“Tapi itu ‘kan kamu yang minta,” karena sejak awal Devan tidak memiliki niat untuk melakukannya. Selain Salvia adalah gadis remaja, dia pun anak dari suami kakaknya. Devan tidak ingin merusak. Tapi karena Salvia yang memprovokasi, jangan salahkan Devan melakukannya.

“Iya, dan kayaknya aku mau minta lagi, deh, Uncle,” cengirnya polos, membuat Devan tersedak, beruntung mulutnya sedang tidak mengunyah apa pun, jadi tidak begitu menyakitkan sebagaimana malam kemarin. “Setelah ini waktunya aku maskerin payudara. Uncle, mau bantuin aku gak?” Dan sekali lagi Devan tersedak. Air yang sedang dirinya teguk berhasil kembali keluar melalui hidungnya dan itu membuat Devan merasa perih. Kalimat Salvia benar-benar membuat kepalanya pening, terlebih tawaran gilanya yang benar-benar mengejutkan. Entah Salvia gadis menakjubkan atau justru tak tahu malu, yang jelas mulutnya berhasil di buat menganga.

“Aku pakainya suka gak merata, padahal udah depan cermin,” lanjutnya seakan mengeluh dengan mulut yang tak henti mengunyah, membuat Salvia terlihat menggemaskan di mata Devan. Dan rasanya ia tak tahan untuk mencium bibir mungil itu.

Gara-gara Salvia yang selalu menciumnya sembarangan Devan jadi ketagihan, apalagi teringat kejadian di mobil sore tadi, Devan tidak menyangka bahwa Salvia akan selihai itu menggerakan lidah di dalam mulutnya. Berhasil membuat Devan menggeram karena nikmat. Beruntung pengendalian dirinya bagus jadi aktivitas mereka tidak berlanjut dengan saling memuaskan di dalam mobil, meskipun begitu tiba di kamar Devan langsung menuju kamar mandi, mengguyur tubuhnya yang terasa panas dengan air dingin. Tangannya bahkan sampai pegal karena harus memuaskan sendiri miliknya yang begitu keras.

Sekarang, dengan sialannya Salvia meminta dirinya membantu mengoleskan masker pada payudaranya? Ck, Devan tidak yakin malam ini dirinya tak mandi air dingin lagi.

“Bantuin ya, Uncle?” pintanya dengan mata mengedip-ngedip lucu.

Wajah Devan memanas. Dadanya bergejolak pun dengan kepalanya yang bersorak kesenangan, sementara hatinya malah justru menggeleng keberatan teringat akan konsekuensi yang di dapatkan. Tapi tenggorokannya terasa kering untuk menyuarakan penolakan, sementara lehernya seolah di tahan sesuatu yang tak kasat mata hingga membuat Devan tak mampu menggerakkannya.

Devan benar-benar merutuki dirinya. Ia juga geli akan tingkahnya yang bak pria remaja yang tak pernah sama sekali mengenal wanita dan segala yang kaum hawa itu punya. Padahal jika di tengok ke belakang, Devan bahkan bisa di bilang berpengalaman walaupun tidak setiap wanita dirinya tiduri. Tapi menghadapi Salvia yang masih berusia remaja Devan malah justru menjadi pecundang, sedangkan Salvia adalah penakluknya.

Sialan!

Ini sungguh sialan!

Lebih tepatnya Salvia.

Iblis kecil itu, benar-benar sialan!

Namun nyatanya meski hati memaki, Devan tetap saja menuruti apa yang Salvia inginkan. Selesai dengan makan malam yang sisanya tak begitu Devan nikmati, mereka kini sudah berada di dalam kamar. Devan duduk di ranjang Salvia yang empuk dan nyaman sementara Salvia sedang sibuk menyeduh bubuk berwarna kehijauan di mangkuk kecil sambil menjelaskan manfaatnya seolah Devan harus tahu itu.

Saat yang paling mendebarkannya adalah ketika Salvia membuka kancing piyama yang dikenakannya hingga tak lama kemudian bra berwarna merah yang kontras dengan kulit putih gadis itu terpampang nyata, membuat Devan susah payah menelan ludahnya. Padahal sore dan pagi tadi Devan sudah melihatnya dan meremas dengan kedua tangannya. Tapi ternyata masih saja Devan belum terbiasa. Entah karena milik Salvia yang begitu indah atau karena Devan yang norak. Yang jelas Devan sudah merasa panas dingin saja. terlebih AC kamar Salvia yang sengaja di matikan. Alasannya karena Salvia tidak ingin dadanya kedinginan.

Awalnya Devan tak paham, tapi kemudian ia tahu maksud kedinginan yang Salvia katakan. Tentu saja, karena mengoleskan masker dengan warna hijau pekat nyaris hitam itu Salvia harus membaringkan tubuhnya, tidur telentang dengan membiarkan bagian dadanya telanjang. Dan itu merupakan siksaan untuk Devan.

Sore tadi Devan tidak berani membuka bra yang Salvia kenakan meskipun ia ingin. Sekarang dada itu justru terbuka sepenuhnya. Tanpa adanya seragam, tanpa adanya bra yang menjadi penyangga. Dada bulat itu terpampang nyata, menggantung di depan dengan begitu manja. Belum apa-apa Devan sudah dibuat merinding saja.

“Sekelilingnya, ya, Uncle,” ucapnya sembari menggerakkan kedua ibu jarinya ke sekeliling payudara, membuat Devan lagi-lagi menelan ludahnya susah payah. “Yang merata,” peringatnya sekali lagi.

Menghampiri Salvia yang telah membaringkan tubuhnya di sofa, Devan yang semula duduk di ranjang berkali-kali menarik dan membuang napasnya sebelum kemudian mengambil duduk di sisi Salvia dan mulai melakukan apa yang keponakannya itu inginkan, membaluri gumpalan daging itu dengan cairan kental di mangkuk kecil yang ada di atas meja.

Beruntung Devan tak harus menyentuhnya langsung sebab ternyata kuas kecil sudah Salvia sediakan di sana. Devan hanya harus menahan pandangan dan gejolak keinginan meremas bukit kembar yang begitu indah itu. Dan Devan bersyukur bahwa tak butuh waktu lima menit untuk menyelesaikan tugasnya, meskipun masih butuh waktu untuk menunggu masker itu kering dan menyerap. Tapi setidaknya Devan bisa memalingkan wajah, berpura-pura sibuk dengan ponselnya walaupun pikirannya tak bisa pergi ke mana-mana selain pada payudara Salvia yang begitu menggemaskan.

Gadis itu ternyata tidak berbohong saat mengatakan gemas pada dadanya. Karena nyatanya memang semenggemaskan itulah bongkahan daging Salvia. Terlebih ketika Devan melihatnya langsung tanpa penghalang.

“Udah lima belas menit ‘kan, Uncle?” tanya Salvia tanpa mengalihkan tatapan dari ponselnya yang sedang menampilkan drama korea yang sejak tadi di tontonnya.

“Dua menit lagi,” jawab Devan seraya melirik timer yang telah di atur sebelumnya.

“Mau Uncle yang bersihin atau aku?” kali ini barulah Salvia menolehkan kepalanya pada Devan yang masih setia duduk di sisi tubuhnya yang telentang. Sofa di kamar Salvia memang tidak begitu panjang, tapi cukup lebar, jadi Devan masih bisa nyaman duduk di sana.

Devan tak lantas memberi jawaban, ia menimbang lebih dulu mengenai keuntungan dan kerugian dari apa yang akan dilakukannya. Setelah tadi merasa cukup canggung berurusan dengan dada Salvia, sekarang Devan sudah dapat mengendalikan diri dan mulai terbiasa lagi. lagi pula ini bukan untuk pertama kali. Pagi tadi Devan sudah menyentuhnya pun dengan sore tadi yang bahkan lebih lama dari sebelumnya. Rasa-rasanya tidak masalah jika sekarang Devan melakukannya lagi. Toh sejak pagi Salvia telah memintanya melakukannya lagi dan lagi. Jadi bukankah Devan tak perlu lagi sungkan?

Mulai sekarang Devan harus membiasakan diri dengan permintaan Salvia yang tak biasa itu. Toh Devan pun merasakan enaknya. Devan juga bukan pria kemarin sore yang tidak tahu apa itu payudara, bukan pria suci yang tak pernah menyentuhnya, jadi kenapa harus bertingkah layaknya pria lugu? Lebih baik Devan menampakkan diri pada Salvia betapa panasnya ia sebagai pria.

Ah itu memang ide bagus.

Jadi mari kita mulai bermain.

Rasanya Devan pun bosan jika harus terus menerus berkutat dengan pekerjaannya seperti satu bulan belakangan ini. Ia butuh hiburan, dan Devan tak perlu mencarinya jauh-jauh sebab Salvia telah bersedia menyenangkannya dengan memainkan apa yang ada di tubuh gadis itu.

***

see you next part !!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel