4. Pingsan
Karena kebingungan bagaimana caranya membawa Guntur ke rumah sakit, akhirnya Rain menelpon Amel yang ia ketahui adalah sepupu dari Guntur untuk datang dan membantu. Saat Amel datang ke tempat di mana Guntur pingsan, ia cukup curiga dengan apa yang mereka lakukan di sini. Guntur pingsan, sedangkan Rain berpenampilan sangat kacau. Rambut yang berantakan, keringat yang membasahi wajahnya, hingga pakaiannya yang lusuh dan tanpa mengenakan bra. Jadi, Amel memutuskan untuk mengajak Rain sekalian untuk menjelaskan apa yang terjadi.
Kini, Rain berada di dalam rumah mewah yang dari luar tampak seperti istana dalam sebuah dongeng, dan di dalamnya jauh lebih indah dari yang ia bayangkan sebelumnya. Ini rumah Guntur.
Amel memakaikan jas milik Guntur pada Rain untuk menutupi bagian atas tubuhnya, lalu mengajaknya untuk mengobrol santai sembari menikmati teh hangat dan camilan menunggu Guntur siuman.
"Jadi, bagaimana kronologinya?" Tanya Amel dengan penasaran, ia berharap tak seperti yang ia pikirkan.
Apa yang di pikirkan Amel? Yang di otak cantiknya sekarang adalah, Guntur mencoba memperkosa Rain. Terdengar terlalu berlebihan? Tapi penampilan Rain benar-benar cukup berantakan dan terlihat seperti seorang korban.
"Aku, memukul Pak Guntur." Jawab Rain dengan jujur. Jawaban Rain barusan seolah membenarkan apa yang tengah di pikirkan oleh Amel.
"Aku menyesal, aku benar-benar minta maaf. Aku reflek, tidak benar-benar di sengaja atau di rencanakan." Rain mencoba untuk menjelaskan. "Tapi, kalau saya memang harus mendapatkan hukuman atas apa yang saya lakukan, Saya siap, tapi jangan bawa masalah ini ke ranah hukum. Saya mohon. Saya siap di pecat, tanpa pesangon. Atau di paksa untuk mengundurkan diri dari kantor. Saya bersedia." Imbuhnya merasa bersalah, ia berhak mendapatkan hukuman.
Amel menghela nafas pelan lalu meminum teh hangat dengan santai. "Itu bukan kebijakan aku, jadi tunggu saja sampai Guntur Siuman. Boleh aku tahu alasan kenapa kamu memukulnya?"
"Ah, itu---," Rain bingung apa mengatakan apa.
Hening cukup lama, Rain tak kunjung menjelaskan, dan hal itu cukup bagi Amel untuk membenarkan isi pikirannya. Rain, sebagai korban pastinya sangat malu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, dan ia paham akan hal tersebut.
"Di mana Guntur?" Seru seseorang yang baru saja datang di hadapan Amel dan Rain. Amel langsung berdiri dari duduknya dan bertingkah sopan terhadap seorang wanita paruh baya dengan pakaian santai dan aksesoris mewah yang melekat pada tubuhnya.
"Dia sedang berada di kamar, Tante. Belum sadarkan diri." Jawab Amel pada Raisa-ibunda Guntur.
Tatapan Raisa tertuju pada Rain, ia belum pernah melihat wanita berpenampilan gembel seperti ini di rumahnya.
"Siapa dia? Pembantu baru?"
"Bukan Tante." Jawab Amel dengan cepat.
Amel dengan cepat menggandeng Raisa untuk pergi dari hadapan Rain, dan sebelum melangkah pergi, ia terlebih dahulu mengatakan sesuatu pada Rain.
"Kamu tunggu sini, jangan kemana-mana. Ok?"
"Iya." Usai mendengar jawaban Rain, Amel dan Raisa langsung bergerak menjauh, ke duanya tampak mengobrol dengan serius di halaman depan.
Rain cukup tersindir dengan kalimat Raisa barusan yang mengatakan dirinya adalah pembantu baru. Tapi kalau di lihat-lihat, penampilannya benar-benar sangat kumuh.
"Ahh...." Desah Rain saat merasakan cairan kembali keluar dari payu*daranya dengan deras, ia menutupi dadanya sembari menikmati setiap cairan yang keluar, bukan nikmat yang sesungguhnya, lebih tepatnya lagi rasa geli dan risih. Kenapa ini harus terjadi padanya, kalau ada yang bertanya mengenai kenapa pakaian atasnya semakin basah, kalimat bohong apa lagi yang harus ia katakan?
"Kepala gue pusing." Gumam Rain dengan sebal.
-
"Namanya Rain." Ucap Amel memperkenalkan sosok Rain pada Raisa saat mereka tengah berbincang berdua.
"Rain?" Gumam Raisa seolah tak asing dengan nama tersebut. "Rain yang di taksir sama Guntur selama tiga tahun itu?" Seru Raisa dengan heboh.
"Benar Tante."
"Dia gembel?"
"Aduh, bukan gitu Tante. Dia itu sebenarnya cantik---."
"Penampilannya kayak gitu, cantik dari mana?" Sela Raisa memotong kalimat Amel.
"Dengarkan dulu. Sepertinya, Guntur berniat memperkosa Rain di semak-semak. Sebab itu penampilan Rain seperti itu."
"WHAT?!" teriak Raisa dengan syok. "Apa tadi kamu bilang? Memperkosa? Di semak-semak?!"
Amel mengangguk pelan. "Dan, Rain memukul Guntur dengan keras sampai pingsan."
"Kenapa Guntur mau melakukan itu?"
"Karena Guntur mungkin emosi melihat Rain pulang kerja sama pria lain. Dan saya memintanya untuk nekad dari pada Rain di ambil oleh pria lain. Tapi saya gak nyuruh Guntur melakukan hal keji itu, dan saya juga gak pernah kepikiran kalau Guntur bakalan lakuin hal tersebut." Jelas Amel dengan panjang lebar.
Raisa membuka mulutnya dengan sempurna, ini benar-benar di luar dugaannya.
"Kenapa harus di semak-semak? Mereka bisa melakukannya di hotel. Guntur ini, seperti tidak punya uang saja." Omel Raisa yang di luar ekspektasi Amel.
"Tante, gak masalah dengan hubungan mereka?"
"Tentu tidak, kenapa? Karena ceweknya miskin?" Sinis Raisa dengan sombong. "Amel, begini ya. Tante ini bukan tipe ibu-ibu yang ada di sinetron yang ngelarang anaknya menjalin asmara dengan gadis miskin. Tante setuju-setuju saja Guntur mau pacaran atau menikah dengan wanita manapun asal dia suka, sayang dan cinta. Dan wanita itu juga harus sopan, baik hati dan tidak gila laki-laki lain. Kalau soal gila uang, biar sajalah. Keluarga kita kaya raya, jadi tidak masalah dengan uang."
"Yang jadi masalah adalah, kenapa Guntur mau melakukannya di semak-semak? Dasar pria tidak tahu malu." Maki Raisa pada anaknya sendiri.
"Tuan Muda Guntur, sudah bangun Nyonya." Lapor seorang pembantu pada Raisa dan Amel.
Raisa dengan cepat pergi ke kamar Guntur, sedangkan Amel menyusul Rain untuk bertemu dengan Guntur bersama.
"Rain, Lo gak papa?" Tanya Amel pada Rain yang tengah memegangi kepalanya yang terasa cukup pening.
Rain menggeleng pelan.
"Guntur sudah sadar, yuk temui dia." Ajak Amel dan Rain langsung berdiri dan berjalan bersama dengan Amel menuju kamar Guntur.
Kepala Rain semakin terasa berat, ia teringat dengan ucapan Rendra, bahwa sakit kepala adalah salah satu dampak dari penyakit yang tengah ia derita.
"Lo yakin gak papa? Lo keliatan pucat." Tegur Amel dan Rain kembali menggeleng pelan.
Amel menoleh ke arah Rain dengan iba, ia berpikir bahwa Rain tengah ketakutan hendak menemui Guntur. Kasihan sekali.
Amel merangkul bahu Rain dengan kuat, mencoba untuk menenangkan.
"Gak usah takut, gue ada buat Lo."
Rain membalas tatapan Amel, kalimatnya barusan membuat hati kecilnya tercubit penuh dengan haru.
Ke duanya masuk ke dalam kamar, di sana sudah ada Raisa dan Guntur yang tengah duduk di ranjang sembari menikmati sisa-sisa rasa pening di kepalanya.
"Kamu apain dia?" Tanya Raisa dengan tegas pada Guntur.
Tatapan Guntur bertemu dengan Rain, membuatnya langsung terpana.
"Mama tanya kamu apain dia?" Dengan gemas Rain menarik telinga Guntur cukup kuat hingga pria itu merasakan sakit.
"Aduh sakit." Keluhnya mencoba melepaskan tangan sang Mama yang berada di daun telinganya.
"Mama tanya sekali lagi, kamu apain dia?!" Amuk Raisa sembari menunjuk ke arah Rain.
"Aku gak ngapa-ngapain."
"Ngaku!" Bentak Raisa pada Guntur.
"Mama kenapa marah-marah? Aku gak ngapa-ngapain Rain." Jawab Guntur dengan jujur.
"Mendingan Lo ngaku deh, Lo berniat buat perkosa Rain di semak-semak 'kan?" Tuding Amel menjadi-jadi.
Guntur yang mendengarnya terlihat syok, fitnah macam apa lagi ini?
"Kenapa nuduh kayak gitu? Gak bener." Balas Guntur membela diri.
"Lihat penampilannya dia, berantakan. Dan sama kamu, kalau gak niat buat perkosa dia, kamu mau apain dia di tempat sepi huh?!" Kini giliran Raisa yang kembali mengomel.
Guntur menatap ke arah Rain, apa Rain yang mengadu pada Amel dan sang Mama jika ia hendak memperkosanya?
Guntur turun dari ranjang dan berjalan ke arah Rain yang tengah hilang kendali atas pikirannya. Ke dua matanya mulai buram sempurna padahal dirinya hanya minus 2, kepalanya terasa memberat dan semua ucapan yang ia dengar seperti menggema. Ketakutan mulai menguasai dirinya.
"Rain, kamu mengatakan apa pada mereka soal aku?" Tanya Guntur yang kini sudah berada tepat di hadapan Rain, sangat dekat.
Tubuh Rain mulai hilang kendali, jatuh ke depan tepat di dada Guntur, sedangkan tangannya tanpa sengaja menarik kemeja Guntur hingga ke dua kancing depannya lepas. Setelah itu tubuhnya jatuh tersungkur di lantai tepat di bawah kaki Guntur dan membuat panik semua orang.
"Kamu kenapa biarin dia jatuh? Seharusnya tahan pinggangnya!" Amuk Raisa kembali sembari membantu Rain untuk sadar kembali.
Guntur masih berdiri, ia justru sibuk dengan pemikiran konyol yang tengah hinggap di otaknya. Rain menyentuhnya lagi, sungguh luar biasa.
"GUNTUR!" teriak Amel cukup keras, membuat kesadaran Guntur langsung kembali.
"Hey gila, bantuin bawa Rain ke rumah sakit. Dia kelihatan pucat." Omel Amel dengan emosi.
"Ok."
"Sejak kapan kamu lemot?!" Dengan emosi Raisa memukul kepala Guntur dengan pelan, ia tak habis pikir apa yang tengah di pikirkan oleh Guntur sampai terlambat membantu Rain saat pingsan.
"Maaf, Mah." Ucap Guntur lalu mengangkat tubuh Rain untuk di bawa ke rumah sakit segera.
"Cinta membuatnya terlihat bodoh."
