3. Awal Mula
"AAAAKKKKHHHH....." Guntur berteriak dengan keras saat melihat gambar yang baru saja di kirim oleh Amel lewat pesan singkat. Gambar itu menunjukkan Rain tengah berada satu mobil dengan seorang pria tampan. Ia mencoba berpikir jernih, mungkin saudara, tapi otaknya menolak keras pemikiran tersebut dan merasa cemburu dengan apa yang baru saja ia ketahui.
"Ada apa, pak?" Tanya Anton dengan panik, tadinya ia tengah bersiap untuk pulang, tapi mendengar teriakan Guntur barusan, membuatnya ikut panik.
"Lihat, Rain bersama dengan pria lain." Ucap Guntur sembari menunjukkan gambar Rain bersama dengan pria lain.
"Oh, saya sudah lihat beberapa kali cowok itu." Balas Anton mengenali sosok Rendra dalam foto tersebut.
"Kamu kenal dia?"
"Kenal sih enggak pak, tapi dia memang kadang antar jemput Rain kalau mobil Rain lagi di bengkel. Rain bilang, itu temannya." Terang Anton dengan santai.
"Cewek cowok gak ada yang benar-benar berteman, pasti salah satu di antara mereka ada yang suka." Ucap Guntur mulai berburuk sangka.
"Bapak sih, gak ada pergerakan." Tegur Anton yang semakin membuat kepala Guntur ingin pecah. Namun, jika dirinya terus saja mengabaikan Rain, semuanya tidak akan baik-baik saja, ia bahkan bisa patah hati sebelum mengungkapkan perasaannya.
"Terus, sekarang saya harus gimana?" Tanya Guntur dengan serius.
"Kalau dalam sebuah film yang pernah saya tonton, pemeran cowoknya itu bersikap nekad. Datangi rumahnya, lalu kamar segera."
"Tapi---,"
"Jangan tapi terus pak, gas pol. Jangan mau kalah. Masa bos besar kayak bapak kalah sama spek kayak temennya Rain gitu."
"Temennya Rain itu, kerjanya apa?"
"Kalau menurut saya sih pak, kayaknya pekerja biasa. Mukanya emang ganteng, tapi mobilnya gak mewah, sederhana. Pakaiannya juga sederhana, dan Rain pernah cerita sama rekan-rekannya kalau sering di traktir untuk makan di warung pinggir jalan. Kalau sekaya bapak, gak mungkin 'kan?"
Guntur memakai jasnya dengan rapi, tak lupa merapikan rambutnya hingga klimis lantas berkaca sebentar. Ia terlihat tampan, gagah dan pastinya ia kaya. Ia punya mobil mewah, dan pastinya sambat mampu untuk mengajak Rain makan di restoran mahal, jangankan sesekali, setiap hari saja ia mampu.
"Berarti, saya lebih keren?"
"Tentu pak." Jawaban mantap dari Anton membuat kepercayaan diri Guntur semakin meninggi, benar yang di katakan oleh Amel dan Anton. Ia harus punya pergerakan, pendekatan baru setelah itu menyatakan cinta pada Rain. Ini adalah waktu yang tepat untuknya melangkah lebih dekat dengan sang pujaan hati.
-
"Kamu sibuk banget ya, lama gak mampir?" Tanya Angel-ibunda tercantik Rain pada Rendra sembari menghidangkan makanan.
"Iya Tante, cukup sibuk." Jawab Rendra sembari tersenyum lebar.
"Jangan terlalu sibuk kerja, pikirin juga kesehatan kamu. Jangan mentang-mentang kamu dokter terus bersikap seenaknya sama kesehatan diri sendiri. Ingat, dokter juga bisa sakit." Omel Nathan selalu ayahanda Rain.
"Iya om, terima kasih sudah mengingatkan." Balas Rendra dengan santai. Mereka sudah mengenal sejak lama, sebab itu sudah seperti keluarga.
"Asmara bagaimana? Sudah dapat calon?" Tanya Nathan lagi pada Rendra.
"Belum ada, om." Sahut Rendra sembari terkekeh pelan.
"Jangan kelamaan jomblo, entar tua terus gak laku." Celoteh Rain yang baru saja keluar dari kamar dengan setelan pakaian santai ala rumahan.
"Itu juga berlaku buat kamu." Sindir Nathan pada Rain, membuat Rendra tersenyum mengejek ke arah Rain.
"Papa apaan sih? Rain itu gak mau nikah muda. Mau nikah di usia 30-an, masih mau ngejar karir dan nabung buat beli rumah." Balas Rain dengan sebal.
"Sudah, jangan banyak bicara terus. Makan." Tegur Angel pada suami, Rain dan juga Rendra. "Rendra, kamu makan yang banyak ya. Nikmati."
"Terima kasih Tante."
"Rain." Panggil Angel pada Rain, Rain yang tengah sibuk mengunyah makanan mendongak menatap sang Mama. "Baju kamu itu kena apa lagi? Sering banget basah di area itu? Gak sopan, ada Rendra di sini." Tegur Angel usai melihat pakaian atas Rain basah di bagian payu*dara.
Rain langsung menutup dadanya dengan segera lalu mulai masuk ke dalam kamar untuk membereskan semuanya. Sedangkan Rendra yang melihat itu mulai sedikit cemas, mungkin penyakit yang di derita Rain saat ini bukan masalah yang serius, tapi tetap saja ia khawatir.
Rain menatap dirinya di depan cermin, lihatlah! Pakaian atasnya bahkan sudah sangat basah sekarang. Perlahan Rain membuka pakaian atasnya lalu melihat bagaimana tubuh polosnya. Ia bisa merasakan dengan jelas, bagaimana rasanya payu*daranya mengeluarkan sebuah cairan yang cukup deras, dan itu mengalir pelan hingga sampai ke perutnya. Bagaimana ini? Kenapa ini terus terjadi?
"RAIN!" teriak Guntur dari halaman rumahnya, ke dua orang tua serta Rendra cukup terkejut dengan teriakan tersebut, begitu pula dengan Rain.
"RAIN!" teriak Guntur lagi usai belum mendapatkan respon apapun dari Rain ataupun siapapun dari dalam rumah Rain.
Angel dan Nathan langsung bergerak keluar dari ruang makan dan bergegas menuju ke depan untuk melihat siapa yang meneriaki nama anak mereka. Sedangkan Rendra menunggu Rain keluar dari dalam kamar.
Rain yang penasaran langsung memakai pakaiannya tanpa mengenakan bra karena benda itu sudah sangat basah. Ia berjalan keluar dari kamar dan langsung bertatapan dengan Rendra.
"Siapa yang manggil sampai teriak begitu? Emangnya dia pikir aku budek?" Omel Rain dengan kesal.
"Kamu gak papa?" Rasa penasaran Rendra mengenai kondisi Rain sekarang jauh lebih besar dari rasa penasaran mengenai siapa yang baru saja berteriak.
"Gak papa." Jawab Rain dengan lirih. Ingin rasanya Rain berteriak, IA TIDAK BIS JIKA BEGINI TERUS.
"Biar ku periksa." Rendra mengarahkan salah satu tangannya ke arah payu*dara Rain, dan hal itu membuat Rain terkejut dan langsung menyilangkan ke dua tangannya di dada.
"Lo mau ngapain?" Panik Rain setengah malu.
"Mungkin kamu ada benarnya, siapa tahu memang kanker."
"Jangan nakut-nakutin Lo, ya?" Tegur Rain dengan sebal. "Katanya gak kanker, kenapa sekarang mikir gitu?"
"Kita perlu periksa lebih detail lagi. Setuju?"
"Terus, tujuan Lo mau pegang dada gue apa?"
"Mau periksa, apa ada benjolan."
"Kagak ada."
"Kamu yakin? Memangnya kamu tahu bagaimana caranya mengetahui ada atau tidaknya?"
"Di remas 'kan? Tahu gue."
"Sini biar---"
"Biar apa?!" Amuk Rain dengan cepat. "Enak aja Lo mau main remas-remas, emang Lo pikir gue cewek apaan? Gila Lo. Dokter sinting!" Maki Rain dengan marah. "Udah berapa cewek yang udah Lo remas-remas?"
"Bahasa mu, frontal banget." Komen Dokter Rendra sembari tersenyum kecil, melihat ekspresi Rain yang tengah marah membuat hatinya sedikit lega, setidaknya itu bisa membuat Rain sedikit melupakan mengenai penyakitnya.
"Lo yang ngajarin."
"Gak pernah."
"Rain." Panggil Angel yang baru saja masuk ke dalam usai melihat siapa yang baru saja berteriak memanggil nama anaknya.
"Siapa sih, Mah? Yang teriak-teriak?" Tanya Rain dengan penasaran.
"Bosmu." Jawab Angel pada Rain.
Ke dua kening Rain menyatu dengan heran, apa ia tidak salah dengar? Siapa tadi?
"Bos?" Beo Rain dengan bingung.
"Iya, pak Guntur datang kemari."
"Mau ngapain?!" Sentak Rain dengan panik, mau ngomel lagi? Memberinya tugas yang sulit lagi? Kenapa bos itu menyebalkan sekali?
Dengan cepat Rain bergegas keluar dari rumah dan benar saja, ia melihat Guntur tengah berdiri di halaman rumahnya lalu bertatapan dengannya.
"Bapak," sapa Rain dengan sopan sembari berjalan mendekat.
"Jangan panggil begitu, saya bukan bapak kamu." Tegur Guntur dengan santai namun terkesna dingin bagi Rain.
"Maaf pak."
"Tidak masalah." Jawab Guntur sembari membenarkan jasnya supaya terlihat jauh lebih keren.
"Pak Guntur, sedang apa di sini?"
"Saya kau---,"
"Rain?" Panggil Angel usai menyadari sesuatu. Dengan cepat Rain menoleh ke arah Mamanya yang tengah menatapnya dengan curiga.
"Bukankah kamu baru saja ganti pakaian? Kenapa sudah basah lagi? Kamu ini kenapa?" Tanya Angel usai menyadari pakaian atas Rain kembali basah di bagian dada, ini bukan pertama atau ke dua kalinya ia melihat itu. Tapi berulang kali selama satu bulan terakhir ini.
Rain bingung mau berbohong apa lagi, jadi ia memutuskan untuk kabur saja.
Rain menarik tangan Guntur lalu berlari menjauh dengan Guntur yang juga tengah berlari bersamanya.
"RAIN! MAU KEMANA?!" teriak Nathan dengan keras.
Dokter Rendra yang melihat itu cukup cemburu dengan adegan yang di lakukan Rain memegang tangan Guntur, kenapa ke duanya berlari bersama? Apa mereka memiliki hubungan spesial? Tapi Rain bilang dia jomblo. Apa Rain berbohong soal statusnya?
"Lari lari lari!" Seru Rain pada Guntur. Guntur berlari mengikuti setiap langkah kecil Rain sembari mengamati wajah manis gadis pujaannya tersebut. Bahkan, tanpa riasan wajah saja Rain masih terlihat sangat cantik dan manis, sebuah kecantikan alami yang luar biasa.
Jangan lupakan mengenai tangannya yang di genggam oleh Rain, rasanya benar-benar hangat dan nyaman. Ini adalah sentuhan fisik pertama yang mereka lakukan, cukup berkesan bagi Guntur.
Tatapan Guntur semakin turun hingga berhenti di area dada Rain, benda apa yang tengah naik turun kenyal-kenyal itu?
Dugh.
"AKH!" Tak fokus pada jalanan, salah satu kaki Guntur tersandung sesuatu, membuat tubuhnya langsung ambruk terjatuh ke depan, membuat Rain terkejut dan panik seketika.
"PAK GUNTUR!"
Guntur mencoba bangkit dari jatuhnya, namun lagi-lagi ia tidak di fokuskan oleh dada Rain yang lupa memakai bra, di tambah lagi dengan pakaian Rain yang basah di bagian itu, membuat benda yang seharusnya tak Guntur lihat tersebut terjiplak dengan sempurna bagaimana bentuknya.
"Bapak gak papa?" Tanya Rain menyamakan tinggi badannya dengan Guntur yang masih duduk di tanah. "Maksudnya, Pak Guntur gak papa?" Ralat Rain usai Guntur menyatakan tak suka di panggil dengan sebutan Bapak.
Guntur mulai hilang kontrol, ada yang bangun di balik celananya.
"Ouh, shit." Maki Guntur tak bisa lagi menahan gairahnya, maklum saja, ia pria dewasa berusia 28 tahun, jadi wajar jika bertingkah seperti ini.
"Pak? Pak Guntur gak papa?" Tanya Rain lagi. Gadis itu mulai menyalahkan dirinya, seharusnya ia kabur sendirian tadi, entah apa yang tengah ia pikirkan saat menarik tangan Guntur dan mengajaknya lari bersama.
"Dadamu---,"
Rain baru sadar mengenai dadanya, ia tidak memakai bra, dan basah.
"AAAAKKKHHHH......!" Rain berteriak dengan keras lalu memukul kepala Guntur cukup kuat hingga pria itu jatuh pingsan seketika.
"Hah?!" Panik Rain mulai merasa bersalah lagi.
"Pak? Pak bangun pak. Pak Guntur! PAK!"
