
Ringkasan
Rain adalah gadis muda berusia 25 tahun, belum menikah dan belum pernah berhubungan sexual dengan pria manapun. Tapi, masalahnya ia memiliki cairan yang keluar dari payu*daranya, atau biasa di sebut ASI. Ia pikir itu benar-benar ASI, ternyata ia salah. itu adalah sebuah penyakit yang membuatnya terjebak dalam cinta segitiga antara dokter dan bos tempat ia bekerja.
1. Rain
"Akh, jadi gue bakalan mati?" Rengek Rain usai dirinya di vonis mengidap penyakit tumor kelenjar hipofisis atau dengan nama lain prolactinoma. Prolaktinoma adalah tumor nonkanker yang tumbuh di kelenjar hipofisis (pituitari) di dasar otak. Tumor ini menghasilkan hormon prolaktin secara berlebihan.
"Semua yang bernyawa akan mati." Jawab Dokter Rendra dengan santai, ke duanya sudah mengenal satu sama lain sejak lama, sebab itu pertemuan ke duanya tampak sangat santai, dan bahasa yang mereka gunakan non formal.
"Serius nih." Balas Rain yang tampak syok dengan vonis yang di alaminya.
"Itu tumor, bukan kanker. Dan bisa di sembuhkan. Bukan salah satu penyakit yang berbahaya." Terang Dokter Rendra sembari membaca hasil pemeriksaan Rain.
"Tapi perawat bilang tadi, perlu di kemoterapi juga. Pasti parah."
"Itu pilihan, kalau mau kemoterapi itu bagus. Kalau tidak, ada dua cara lainnya. Yaitu operasi, dan minum obat-obatan. Mau pilih yang mana?"
"Bagusan yang mana?" Tanya Rain dengan serius, ia ingin cepat sembuh.
"Kemoterapi."
"Tapi gue gak mau botak! Huaaa....." Tangis Rain pecah dengan lebay, ia menangis tersedu-sedu namun tak berhasil membuat dokter Rain dan perawat di sampingnya merasakan iba atau semacamnya, justru mereka menilai perilaku Rain terlalu berlebihan dan terkesan---alay.
"Bagaimana dengan operasi?" Usul dokter Rendra.
"Payu*dara gue di operasi? Di angkat gitu? Gue gak punya nen dong."
"Tumor ini, tidak berada di payu*dara mu." Terangnya dengan jelas.
"Terus di mana? Kenapa yang salah nen gue? Nen gue keluar asi, padahal gue gak lagi hamil atau menyusui. Gue belum nikah, dan belum pernah berhubungan sama cowok manapun. Gue jomblo."
"Itu bukan asi, itu cairan yang sebabkan oleh hormon prolaktin yang berlebihan."
"Kalau kamu pilih operasi, ada dua metode. Operasi transsphenoidal untuk menjangkau kelenjar hipofisis melalui tulang sphenoid, atau melalui tulang tengkorak. Kamu bisa pilih mau yang mana."
"Pusing kepala gue." Gumam Rain dengan putus asa.
"Terserah Lo deh, mau ngapain gue. Operasi yang mana aja gue okein. Intinya, gue mau sembuh."
"Kayaknya kamu takut sama operasi."
"Siapa yang gak takut operasi gue tanya? Banyak orang di luar sana yang takut sama operasi, termasuk gue. Tapi kalau demi kebaikan diri gue sendiri, ok aja. Walaupun takut."
"Bagaimana jika kita coba pakai obat? Tapi kamu harus rutin minum obatnya, dan jangan lupa harus rajin periksa kesehatan di sini untuk melihat bagaimana perkembangannya."
"Setuju. Itu kayaknya lebih ok di gue, dari pada harus operasi atau kemo." Putus Rain pada akhirnya menemukan solusi yang tepat. "Tapi, ini gak bakalan bikin gue mati, kan?"
"Tumor ini tidak membahayakan jiwa, jadi tenang saja."
"Syukur deh kalau gitu." Hela Rain dengan lega. "Efek dari penyakit ini itu, cuma keluar cairan mirip asi di nen gue doang 'kan? Gak ada efek lainnya?"
"Sebenarnya ada yang lain, seperti menstruasi yang tidak teratur, kehilangan gairah sexual, sakit kepala, dan masalah penglihatan. Apa kau merasakan beberapa hal tersebut?"
"Mens gue, gak teratur. Kadang dua bulan sekali, tiga bulan sekali, bahkan dulu pernah lima bulan gak mens sama sekali. Kadang juga pusing, dan mataku memang rabun. Tapi katanya rabun karena minus, sudah ku periksa ke dokter mata, minus 2 untuk mata kanan kiri."
"Kalau soal gairah sexual, gak ngerti. Belum nikah soalnya."
"Kamu kalau lihat cowok gimana? Membayangkan adegan hot?" Tanya dokter Rendra yang di anggap gila oleh Rain.
"Mana ada gue kepikiran begitu, gue bukan tipe cewek mesum ya." Amuk Rain tak terima.
"Coba sesekali kamu bayangkan seorang cowok yang cukup menarik perhatianmu beradegan mesra denganmu. Apakah kamu akan mendadak bergairah atau tidak sama sekali."
"Dih, ngajarin pikiran gue kotor aja Lo."
"Bukan begitu, kalau memang kamu ada masalah seperti itu juga, nanti obatnya kan bisa kita sesuaikan."
"Bener juga. Ya udah deh, nanti gue bayangin dulu, kalau ngerasa apa gitu, gue hubungin Lo. Gue butuh praktek dulu. Gak papa, kan?"
"Gak papa, saya tunggu."
"Balik dulu deh gue. By."
"By."
Rain, namanya hanya satu kata. Tidak memiliki mama tengah, dan tidak memiliki nama belakang, simpel, mudah di ingat dan terdengar aesthetic. Ke dua orang tuanya menamainya Rain bukan tanpa sebab, karena Rain lahir pada bulan Januari, di mana musim hujan di Indonesia tengah terjadi. Saat Rain lahir, ke dua orang tuanya harus susah payah pergi ke rumah sakit karena adanya badai dan banjir. Sebab itu, dia di beri nama---Rain. Singkat, padat, dan hujan.
Saat ini Rain sudah berusia 25 tahun, bekerja di salah satu perusahaan penerbitan buku terbesar di Indonesia sebagai seorang editor naskah.
Hidup Rain sempurna, memiliki gaji yang cukup banyak, tinggal bersama dengan keluarga Cemara serta memiliki teman-teman yang baik hati. Hingga--- sesuatu terjadi padanya.
Ini bermula saat malam hari, ia merasa bahwa payu*daranya terasa seperti mengeluarkan sesuatu, sebuah cairan yang menyebabkan piyamanya basah. Awalnya ia menduga kamarnya bocor dan air hujan mengenai tubuhnya, tapi dirinya salah. Cairan itu benar-benar keluar dari buah da*danya. Dan itu terjadi tidak hanya satu atau dua kali, tapi setiap hari. Bahkan di kantor juga begitu, sampai ia malu karena pakaian atasnya basah, saat di tanya rekan kantornya ia selalu beralasan tak masuk akal, untung saja mereka percaya. Dan itu membuat Rain was-was, apa yang terjadi padanya?
Pernah satu ketika, Rain memencet puti*ngnya cukup kuat, dan itu menjadi bukti nyata bahwa cairan tersebut memang berasal dari sana. Tentu saja hal tersebut langsung membuatnya terkejut sekaligus takut, apa yang terjadi padanya? Ia belum menikah, apalagi menyusui, kenapa ASI keluar dari payu*daranya?
Dan sekarang, ia sudah tahu alasannya apa, sebuah tumor tumbuh di otaknya dan membuatnya merasakan hal tersebut. Walaupun kata Dokter Rendra tidak bahaya, tetap saja Rain ketakutan. Ia masih muda, masih banyak impian yang ingin ia wujudkan, salah satunya adalah menikah.
-
"Rain sudah kembali?" Tanya Guntur pada Anton-sekertarisnya. Guntur adalah direktur utama dari perusahaan tempat Rain bekerja, dan ia memiliki rahasia mengenai perasaannya pada Rain. Di kantor ini, yang tahu soal perasaan Guntur pada Rain hanya dua orang, yaitu Anton dan Amel-sepupunya yang juga bekerja di perusahaan yang sama.
Guntur Bumi sudah lama menyimpan rasa pada Rain, tapi sayangnya ia belum berani mengungkapkannya.
"Belum Pak," jawab Anton sembari sibuk dengan laptopnya.
"Dia sakit parah?" Tanya Guntur kembali.
Anton menghentikan pekerjaannya lalu menatap ke arah bosnya.
"Kalau sakit parah sih, kayaknya enggak pak. Soalnya cuma pamit mau ke dokter sebentar, nanti katanya balik lagi."
"Bikin khawatir aja."
"Mungkin kelelahan, pekerjaan Rain beberapa Minggu belakangan ini cukup padat pak. Dia harus merevisi beberapa naskah sebelum terbit, dan juga melakukan layout pada naskah. Mungkin itu sebabnya dia tidak sehat."
"Kasihan sekali." Gumam Guntur dengan sedih, ia tidak tega jika harus melihat Rain begitu bekerja terlalu keras.
"Makanya Pak, cepetan lamar Rain. Supaya dia bisa jadi istri bapak secepatnya dan duduk manis di rumah sambil nunggu bapak pulang kerja."
"Saya juga pengennya gitu. Tapi belum berani."
"Aduh pak, jangan kelamaan. Nanti keburu Rain di ambil sama cowok lain."
"Jaga omongan kamu ya!" Tegur Guntur dengan tegas, ia tidak suka mendengar ada pria lain yang mendekati sang pujaan hatinya.
"Pak, Rain itu cantik. Mustahil kalau yang naksir cuma bapak doang. Pasti di luar sana ada yang coba dekati Rain. Nanti kalau tiba-tiba Rain udah publis punya pacar, bapak sakit hati. Sebab itu, gerak cepat."
"Berhenti mengoceh dan lanjutkan pekerjaanmu." Tegas Guntur pada Anton, Anton lalu mengangguk pelan dan kembali pada pekerjaannya. Sedangkan Guntur tengah memikirkan bagaimana caranya memikat hati Rain.
Guntur menyukai Rain sejak 3 tahun yang lalu, di mana ia melihat berkas lamaran pekerjaan Rain. Melihat foto Rain dalam biodata yang di kirim untuk melamar pekerjaan, ia mulai tertarik, dan benar saja, saat mereka bertemu langsung, Guntur makin jatuh hati padanya.
Dalam 3 tahun ini, hubungan mereka hanya sebatas bos dan karyawan, tidak lebih. Mereka tidak pernah makan siang bersama walaupun Guntur mengimpikannya setiap waktu. Mereka juga berbincang cuma sebentar dan hanya membahas mengenai pekerjaan, padahal dalam hati Guntur ingin mengobrol lebih lama dan santai sembari mendekatkan dirinya pada Rain. Tapi rasa malu dan gengsinya cukup tinggi, membuat hubungan mereka belum dekat sampai saat ini.
"Rain kembali!" Amel membuka pintu ruangan dan berseru, membuat Guntur yang tengah melamun tersentak kaget lalu menatap sepupunya dengan datar.
"Persiapkan dirimu, tanya bagaimana keadaannya dan mulai dekatkan dirimu. Jangan hanya bersembunyi dari balik ruanganmu yang penuh dengan buku ini. Ayolah, kejar cintamu wahai saudaraku." Cerocos Amel dengan panjang lebar.
"Buku mana yang baru saja kamu baca? Bahasamu seperti tengah membaca buku dongeng." Komen Guntur pada Amel.
"Aku memang baru saja baca cerita dongeng."
"Dasar anak-anak."
"Kalau aku anak-anak, kau apa? Pecundang?"
"HEY!"
