Preteding
Jam alarm terus berdering dengan sangat nyaringnya, mata Risa masih terpejam tapi tubuhnya bergerak perlahan ke tepi ranjang, tangannya berusaha mencari jam alarm itu yang sejak tadi berusaha membangunkannya.
"aku masih mengantuk!" ucapnya pelan, setelah itu dalam satu hentakan tangan jam alarm itu mati. Tak ada gangguan lagi, Risa ingin melanjutkan tidurnya, dia masih merasa sangat lelah.
Semalam dia sampai di apartemen cukup larut, jika diingat-ingat Risa mungkin baru tidur tiga jam.
"Risa—,"
"Risa!!!!"
"Risa, mau sampai kapan kamu tidur? cepat bangun!"
Asyla terus berteriak, dia menggedor pintu kamar Risa secara berulang kali.
"kamu lupa, jika kita ada meeting pagi ini!"
"Risa!!"
"Sepuluh menit lagi, please!"
"sepuluh menit lagi, dan kamu akan kehilangan pekerjaanmu."
Risa mengibaskan selimut yang menutupi tubuhnya, bangun dari tempat tidurnya dengan malas membuka pintu kamarnya.
"Tunggulah 5 menit lagi, aku akan bersiap-siap dulu."
Mulut Asyla terbuka melihat Risa yang baru saja bangun, lima menit lagi? Bahkan Risa belum mandi sementara mereka harus berangkat sepuluh menit lagi, sebelum jalanan kota London terserang kemacetan.
Risa dan Asyla memang sudah tinggal bersama sejak lima bulan lalu, Risa baru saja menyelesaikan pendidikannya di universitas di London enam bulan yang lalu, kebetulan Asyla adalah teman kakaknya, karena saran kakaknya Risa tinggal bersamanya, karena tempat tinggal kakaknya Risa sangat jauh jika dia harus menempuhnya setiap hari.
Karena dari itu ayahnya Risa harus merelakan putrinya untuk tinggal bersama Asyla, lagi pula sejak kuliah Risa sudah tinggal sendiri di London, ayahnya tidak terlalu khawatir karena putrinya bisa menjaga diri dengan baik.
"Asyla, ayo!!!"
Risa mengambil tas barunya yang baru dibeli minggu, lalu mengambil heels berwarna merah maroon senada dengan rok tipisnya yang dia pakai.
"Untukmu," ucap Asyla, dia menyerahkan sandwich yang dia buat tadi.
"Kita pakai mobilku."
"Baiklah."
"Bagaimana kemarin dengan Tuan Alex?"
"Kita mendapatkan kontraknya, meski aku harus mendapatkan masalah kemarin."
Wajah Risa menekuk mengingat kejadian kemarin, bagaimana pria itu menyalahkannya atas apa yang terjadi pada Kevin.
Risa hampir lupa dengan Kevin, apakan anak itu baik-baik saja? Hatinya tersentuh mendengar penuturan Kevin, anak itu sepertinya begitu merindukan ibunya. Bagi Risa, Kevin anak yang menyenangkan terlepas begitu menyebalkan ayahnya.
"Menyebalkan, karena ada orang gila arrogant yang menyalahkanku karena anaknya jatuh sakit."
"Siapa?" tanya Asyla santai seolah permasalahan yang Risa hadapi kemarin adalah permasalahan biasa saja.
Kening Risa mengerut, 'siapa?' Risa bahkan tidak tahu nama pria itu yang memarahinya kemarin.
"aku tidak tahu," ucap Risa, dia mengunyah sandwich yang ada di tangannya.
"Anaknya bernama Kevin, dia menyangka jika aku adalah Ibunya."
Asyla hampir saja menginjak rem karena kaget.
"kamu? Ibunya?" Setelah itu terdengar gelak tawa Asyla menggema.
"usiamu baru 21 tahun, menikah saja kamu belum."
"berhentilah menertawakan-ku, kendarai saja mobilnya dengan benar, aku tidak mau mati konyol karenamu." Risa menatapnya tajam dan dingin, tapi Asyla malah semakin tertawa.
**********
"Yang benar saja?" Asyla menggeram kesal.
"Bertemu dengan Grew Sean? Bukankah cukup bertemu dengan Tuan Alex kemarin!"
Asyla hampir saja menggebrak meja atasannya, amarahnya hampir memuncak mendengar penuturan dari managernya.
"Ayolah Asyla, aku tahu kalian bisa melakukan presentasi ini, kemarin kamu dan Risa bahkan sudah berhasil membuat Tuan Alex menandatangani dokumen itu."
"Masih ada anggota tim yang lain?" Asyla mendesah frustasi.
"Sudahlah Asyla dibandingkan terus mengeluh, lebih baik kita lakukan saja," ujar Risa, atasanya akan terus memaksa mereka jika tidak mau, Risa sudah mengenalnya dengan jelas sifat manager itu.
Geraman kesal Asyla hanya membuat Bisma managernya semakin menyunggingkan senyum kemenangan.
"Lihat! Bahkan Risa sudah setuju, pergilah segera!"
Jika saja Bella masuk hari ini, tentu Risa dan Asyla tidak perlu melakukan presentasi mengenai tender pembangunan hotel Grew Grup, perusahaannya bergerak dibidang konstruksi, perusahaan raksasa yang mempunyai pengaruh besar di London, tapi perusahaan tempat Risa bekerja begitu memperhatikan kesejahteraan karyawannya.
**********
Yang bisa menghentikannya Sean dari segala kegilaan terhadap pekerjaan hanya Kevin, hanya puteranya semata wayangnya yang mampu membuatnya melupakan segala kepentingannya.
"Kevin!!" Sean mengusap pelan dahi anaknya
"Ayah pergi dulu bekerja, kamu harus cepat sembuh, istirahatlah.”
“Ibu dimana?" suara Kevin masih terdengar serak tapi cukup jelas.
"Ibu harus mengambil beberapa pakaian ke rumahnya, dia akan kembali sore nanti," ucap Sean yang tidak jika dia peduli harus berbohong asal puteranya bahagia.
"benarkah? Kalau begitu aku akan menunggu Ibu, diakan tidak tahu rumah kita" mata Kevin menatap lekat wajah Lian, guratan luka jelas tersirat di wajah Sean.
"Ya, Ibu pasti kembali sore nanti," pria itu mengecup pelan surai Kevin.
"Juan" Sean menempelkan benda tipis persegi itu tepat di telinganya, dia harus segera menyelesaikan masalah ini secepat mungkin.
"tolong bantu aku melacak keberadaan seseorang, temui aku di kantor 30 menit lagi."
"Baiklah." suara di seberang sana terdengar lebih santai berbeda dengan ketengangan yang melingkupi Sean, Setelah menelpon Juan, Sean segera melangkahkan kakinya ke area parkir rumah sakit, supir sudah menunggunya di dalam mobilnya.
"Hari ini Tuan harus menghadiri lelang pembangunan hotel terbaru." ucap sang supir itu setelah dia menyalakan mesin mobil.
"baiklah."
Grew Sean, dia bukan pria yang dengan mudah terbawa emosi, suasana harinya akan cenderung tenang tidak menggebu-gebu, dia bisa menyembunyikan sejuta ekspresi dibalik wajah datarnya dan dingin.
Tapi kemarin, di hadapan gadis itu dia tidak mampu mengontrol emosinya hanya karena wajahnya gadis itu benar-benar mirip dengan mendiang istrinya, bahkan Kevin yang hanya melihatnya ibunya dari foto bisa langsung mengenal kemiripan gadis itu.
Suara sepatu pantofel itu menggema, beberapa karyawan yang lewat menunduk memberi hormat pada pria itu.
"Dimana lelangnya?"
"Di lantai 16, Tuan semua peserta lelang sudah berkumpul."
Sebut saja dunia ini terlalu sempit, atau tuhan terlalu cepat mempertemukan mereka kembali, Sean tidak mampu menyembunyikan raut keterkejutannya di wajahnya saat mendapati gadis itu menjadi perwakilan salah satu perusahaan yang akan mengikuti lelang itu.
Sean duduk ditempat yang sudah disediakan untuknya, dia bahkan tidak perlu bersusah payah membuka acara lelang ini ketika salah satu pegawainya sudah melakukan itu, matanya sibuk menatap gadis itu, dia membuka beberapa dokumen di depannya.
Risa, gadis berusia 21 tahun perwakilan dari Grup KN, dalam diam Sean menyerap segala informasi yang disuguhkan di depannya, setelah ini dia harus menemui gadis itu.
