Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 3. Senior Sesungguhnya.

Kelas kehutanan angkatan 2019 bubar pukul 11.40. Awalnya Febbi mau langsung pulang. Tapi pemberitahuan untuk kumpul di PKM jam 1 siang menghentikan niat gadis itu. Jadi di sini lah dia, duduk di gazebo dengan teman sekelasnya.

Meja Gazebo dipenuhi gelas plastik bekas somai dan Jus jeruk.

"Eh anjir.. Di suruh kumpul lagi kita?" Tiba-tiba dari sebelah kanan muncul seorang cowok jangkung berpakaian hitam putih. Well, semua mahasiswa baru kehutanan diwajibkan memakai baju hitam putih. Katanya budaya turun temurun di fakultas ini dan sebagai pembeda antar senior dan junior. Tidak tahu berasal dari mana aturan bodoh itu.

Febbi hanya menyimak. Asal kalian tahu, gadis itu dikenal pendiam di antara teman-temannya. Febbi sih kalem. Begitulah panggilan teman-temannya untuk gadis cantik itu.

"Ha.. Katanya mau bahas pengkaderan lagi." Celetuk Alex, cowok yang duduk di kursi gazebo samping Febbi. Gazebo ini berbentuk lingkaran dengan meja di tengah-tengahnya.  Gazebo yang memisahkan lapangan dengan tempat parkir.

"Nggak bosan apa bahas itu terus." kata teman yang lainnya.

"Mau dibacain tata tertib keknya."

"Kek sekolah aja pake acara tata tertib segala, anjir. Dikiranya kita masih sekolah apa."

"Kalau berani bicara depan senior sana. Jangan bisanya cuma ngomel di sini."

"Mana berani gue..."

Suara sorakan terdengar ramai setelahnya.

Febbi mengangguk menyetujui dalam hati. Peraturan di jurusan kehutanan sama persis dengan peraturan sekolah nya dulu. Tidak boleh pake make-up, sepatu harus yang bertali, juga harus tunduk dengan senior. Peraturan terakhir adalah yang paling fatal jika dilanggar.

Padahal sebelum lulus sekolah, Febbi sudah berkhayal kehidupan kuliah nya jauh lebih baik.

Tapi..

Hm.. Mau protes tapi takut dapat masalah. Jadi mereka semua hanya mengikuti apa yang disampaikan senior.

Sudah Febbi katakan diawal, senioritas di kehutanan masih sangat kental.

"Eh. Eh. Kak Juan tuh."

Febbi spontan mendongak saat mendengar Risma, salah satu teman sekelasnya menyeletuk. Dia mengikuti arah pandang gadis itu ke parkiran mobil. Di sana, cowok dengan wajah tertampan yang pernah Febbi liat sedang keluar dari mobil honda Jazz berwarna hitamnya.

Febbi mendengus. Melihat wajahnya saja membuatnya kesal. Pesona Juan memang tidak bisa ditolak oleh mata. Apalagi seperti sekarang, ia sedang memakai celana cino dengan kemeja biru tidak dikancing memperlihatkan kaos putih polos yang membalut tubuh sempurnanya dengan rambut acak-acaknya yang menambah kesan terlihat bad boy. Tapi Juan bukan cowok seperti itu, dia tidak termasuk ke dalam kategori bad boy. Juan bisa saja dikategorikan GoodBoy kalau saja dia tidak sedingin itu. Dia tidak pernah terlihat bersama seorang gadis atau bertingkah menyebalkan dengan menggoda para gadis. Juan adalah sosok CoolBoy yang sebenarnya.

Dia berjalan di atas trotoar yang berada tidak jauh di samping gazebo di teman-teman Febbi berada. Tas hitamnya tergantung di sebelah bahu kanannya. Juan melangkah tegap tanpa menghiraukan sekitarnya. Nafas Febbi tertahan saat pria itu menatapnya sebentar sebelum mengalihkan kembali pandangannya ke depan. Juan berjalan ke koridor gelung A sebelum menghilang di balik gedung.

"Anjir, dingin banget." Pekik mereka. "Kalau saja Kak Juan nggak sadis nolak cewek. Gue pasti tanpa pikir dua kali nembak Kak Juan."

"Harga diri, cuk."

"The Real cewek bar-bar."

Febbi tertawa mendengar celetukan-celetukan mereka. Menggeleng memperhatikan kebucinan Milda terhadap Juan. Apa jadinya kalau mereka tahu gadis yang sedang duduk bersama mereka ini adalah istri dari senior yang mereka idolakan.

Tiba-tiba secara serentak bunyi notifikasi masuk di ponsel mereka. Mereka saling pandang sebelum meraih ponsel dan membuka aplikasi Whatsapp.

"Eh disuru kumpul sekarang. Ayo. Ayo."

"Padahal kan belum jam 1."

"Biar saja. Ayo ke sana dari pada kena masalah lagi. Nggak kapok apa push up 1000 kali dalam sehari?"

Mereka semua beranjak dari gazebo ke bagian samping fakultas di mana gedung indoor olahraga lama berada. Gedung sakrar bagi mahasiswa baru karena hawa nya yang berbeda. Setiap melihat gedung itu, pasti bulu kuduk mereka merinding. Febbi bahkan berpikir seribu kali untuk melintas melewati gedung itu. Lebih baik cari aman dengan lewat jalan memutar.

Sebenarnya Febbi dan dua orang teman dekatnya selama kuliah, Wilda juga Inna sangat jarang untuk ikut hal seperti sekarang ini. Mereka lebih memilih melarikan diri dari pada harus masuk ke gedung itu hanya untuk menyiksa diri, karena mereka tahu akhirnya akan seperti apa di dalam sana.

Di depan gedung, sudah ada beberapa senior yang berdiri di depan pintu ganda layaknya penjaga neraka yang menatap mereka tajam.

"Lembek amat jalannya. LARI!"

Serentak mereka berlari mengikuti intruksi itu. Berlari berdesak-desakan masuk ke dalam gedung lapangan indoor. Sudah ada salah seorang senior yang menunggu di tengah lapangan, menyuruh mereka berbaris sesuai kelas.

"Mana yang lain?" Tanya Senior yang mereka kenal bernamanya Ilham, salah satu panitia pengkaderan.

"Ada kuliah kak jam 1."

Ilham mengangguk. "Ini kelas apa yang hadir?"

"Kehutanan A dengan C, Kak."

"Yang kuliah kelas B, D dengan E?"

"Iya, Kak."

Kembadi dia mengangguk. Cowok dengan rambut sepunggung itu kemudian berjalan dengan pelan di depan barisan. "Sekarang jam berapa?" Tanyanya pelan penuh intimidasi.

"Jam 12.45, kak!"

"Disuruh kumpul jam berapa?"

"Jam 1, kak!"

Ilham mengangguk kemudian berdiri di depan salah satu mahasiswa baru dari kelas kehutanan C. "Kenapa kumpulnya sekarang kalau kalian disuruh jam 1?"

Semua diam.

"Hah?"

"Ada pemberitahuan di Grup, kak. Harus kumpul sekarang."

Febbi memberanikan diri menatap ke depan dan melihat Ilham sedang melototi maba itu. Pria itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia kemudian kembali berjalan. "Kalian sudah saling kenal kah satu angkatan?"

Dengan polosnya mereka menjawab jujur. "Belum, kak."

"Belum? Astaga... Ini sudah semester dua dan kalian belum mengenal satu sama lain?"

Febbi diam. Lebih tepatnya menggerutu dalam hati. Mana bisa mengingat semua nama dalam satu angkatan? Dia hanya mengenal teman sekelasnya, beberapa orang di kelas B dan tidak mengenal sama sekali di kelas C dan D. Lingkungan pertemannya itu sempit. Febbi bukan tipikal orang yang akan mengajak berkenalan dan sok kenal.

"Turun 2 set dulu." ujar pria itu lempeng.

Mereka saling pandang dan bergerak gelisah dengan ragu untuk melakukannya. Febbi hanya bisa menghembuskan nafas pasrah. Kan sudah dia bilang, masuk ke gedung ini harus siap mental dan fisik. Disini nerakanya mahasiswa baru!

"KALIAN TIDAK DENGAR, KAH? TURUN DUA SET SAYA BILANG!" Teriakan Ilham  menggema di ruangan itu. Bahkan Febbi menyempatkan mengusap kedua telinganya.

Dengan cepat mereka mengambil posisi. Melakukan Push Up sebanyak 20 kali kemudian berdiri kembali.

"Karena sekarang hanya dua kelas yang hadir. Tata tertib tidak bisa dibacakan. Bilang sama teman kalian untuk hadir besok jam 4 sore. Kalau masih seperti ini tidak lengkap. Kalian tahu sendiri konsekuensi nya. Sekarang kalian bubar."

.

.

.

Malamnya saat Febbi akan tidur, Juan baru saja pulang. Febbi tidak tahu dari mana pria itu dan tidak mau tahu. Dengan santainya, dia masuk ke dalam kamar dan menggantung tas nya di dinding berikut jaket kulit hitam kebanggaannya.

Saat Juan akan berbalik, Febbi menutup mata dan berpura-pura tidur. Febbi bisa mendengar suara laci nakas di sampingnya dibuka dan ditutup kembali.

Febbi meremas saprai di bawahnya tersadar, kenapa dia harus berpura-pura tidur.

Febbi merasakan tempat tidur di sampingnya bergerak, selimut yang tadi nya dia pakai untuk menutup tubuhnya ditarik Juan. Jantung gadis itu berdetak keras karena belum terbiasa dengan kehadiran Juan yang tidur di samping nya dan dalam jarak sedekat ini.

Tidak lama keadaan sunyi dengan nafas teratur dari Juan. Dengan perlahan, Febbi membuka mata. Wajah polos Juan yang sedang tertidur memenuhi pandangannya. Pria itu tertidur menghadap Febbi. Sejenak gadis itu menatapnya, meneliti wajahnya. Alis tebalnya, mata dengan bulu mata lentiknya, hidung bak prosotan dan bibir merah yang membuat gadis itu cemburu dengan kesempurnaan wajah pria itu. Wajahnya mulus tanpa bekas apapun. Febbi berdecak kagum. Juan memang sangat tampan.

Baru saja Febbi ingin membalikkan tubuh membelakangi pria itu. Juan malah bergerak semakin mendekat dan tanpa gadis itu duga, pria itu memeluknya. Meletakkan tangannya di atas perut Febbi dengan nyaman.

Tubuh gadis itu kaku. Jantungnya berdetak keras. Febbi mencoba melepas pelukannya tapi Juan malah merengek dan menariknya semakin masuk ke dalam pelukannya. Febbi mengerjap, kedua matanya terbuka lebar menatap wajah Juan yang berada tepat di depan wajahnya. Febbi sampai menahan nafas. Jarak mereka sangat dekat. Bergerak sedikit saja. Febbi yakin hidung mereka akan bertemu.

Malam itu, Febbi tidak bisa tidur sama sekali.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel