Chapter 3 : Berapi-api
Cika menarik wanita paruh baya itu sampai ke dalam rumah karena tak habis pikir lagi, dan ia akan mengadukannya pada sang ayah.
Terlihat pria paruh baya itu sedang melihat ponsel dengan wajah serius, Cika terus menarik ibunya. "Pak! Liat mama tuh!"
Tentu saja ayah Cika menatap istrinya dari atas sampai bawah dengan wajah datar, ia rasa tak ada yang aneh dengan wanita paruh baya itu. "Kenapa? Mama kamu gak ada apa-apa kok."
"Ih bukan, mama tuh tadi nyari gara-gara lagi sama Tante Mawar," balas Cika yang sudah lelah juga malu dengan kelakuan ibunya ini, jika tidak dengan ibu Raka maka siapa saja akan dia hajar kalau sampai berani menyinggungnya.
Tak ada respon dari sang ayah. "Lah emang biasanya mama kamu kayak gitu, entah dari komplek kita atau komplek sebelah."
Mendengar hal itu Cika semakin kesal. "Ini nih yang bikin mama makin menjadi-jadi, giliran anaknya yang buat masalah aja langsung paling depan marahin."
Indah yang mendapatkan itu tersenyum puas. "Ya udah mama mau masak"
Cika menatap kepergian ibunya dengan wajah tak terima, sedangkan sang ayah masih sibuk mengutak-atik ponselnya. Walau pria itu duduk diam, rupanya diam-diam punya 50 kontrakan, juga 10 usaha roti bakar yang dia miliki.
Hidup pria itu sudah amat santai tapi Cika yakin di ponsel itu ada rencananya yang ingin memperbesar usahanya. Gadis cantik itu pun duduk di samping ayahnya yang kerap ia sebut bapak.
"Pak!"
"Hhhmm? Kenapa?"
"Minta duit dong!" ucap Cika yang membuat pria paruh baya yang bernama Dadang itu menatapnya tajam.
"Mau kemana kamu? Pacaran ya?" tanyanya sambil merogoh saku celananya.
Cika pun menatapnya malas, pacaran aja yang dipikiran orang rumah ini. Padahal ia paling malas berhubungan dengan lelaki termasuk tetangganya itu.
"Siapa yang pacaran? Orang mau main kok sama Vivian."
"Kamu ini masa kalah sama kakak kamu, pacarnya cantik tau Melonnya gede," ucap sang ayah, yang membuat Cika tak habis pikir. Kenapa satu keluarga ini tidak ada yang benar.
"Kkhhmm." Suara Indah tiba-tiba membuat keduanya melihat kearah dapur, rupanya singa sudah menguping. "Berani kamu ya, mas!"
Senyuman bodoh Dadang pun terlihat. "Bercanda sayang, tapi nanti malem bikin anak ke-tiga ya!"
Tak lama Indah masuk kembali ke dapur tanpa berkata lagi, Cika menatap tajam pada sang ayah. Bisa-bisa dia berbicara hal seperti itu pada anaknya yang jomblo ini.
"Kenapa kamu liat bapak kayak gitu? Iri ya? Hahahaha kasian!" ucap Dadang yang menggoda anak gadisnya, Cika pun yang kesal lantas pergi dari sana dengan perasaan kesal dan tak jadi meminta uang dari sang ayah.
.
.
Gelapnya malam nampak indah karena dihiasi kelap-kelip bintang, namun sayang udara dingin menusuk kulit membuat siapa saja sekarang memakai jaket untuk melindungi diri.
Cika keluar dari rumah dengan jaket miliknya, terlihat Vivian sudah siap dengan motor bebeknya yang bernama merah merona. "Mau kemana sih? Dingin tau malem ini?"
"Jalan-jalan ke mall, gue mau beli tas baru," ucap Vivian dengan wajah sombong sambil alisnya dinaik-naikan, tentu saja Cika yang melihat menatapnya datar tak minat.
"Lo pikir gue iri? Sorry ya gue gak suka koleksi barang kaya kalian!"
"Ih Lo itu manusia aneh, makanya gak suka hal-hal kayak kita wanita asli gini."
Saat sedang berbincang berdua, tamu tak diundang tiba-tiba datang, dan berhenti di depan mereka dengan wajah datar khasnya. "Mau pada kemana?"
Vivian tentu saja kaget, ia tak pernah tau kalau Raka adalah tetangga Cika, sedangkan gadis cantik berkuncir kuda itu menatapnya kesal, ngapain anak gila belajar ini keluar malam? tidak biasanya.
"Mau apa lo tau? urusin aja hidup masing-masing!" ujar Cika.
"Udah malem, gak baik perempuan keluar malam!" ujar Raka yang membuat Vivian menatap Cika, yang ia tau Raka tipe yang dingin pada semua perempuan, tapi kenapa pada Cika dia peduli? Atau karena mereka tetangga?
"Gak ada urusan ya sama Lo, gue mau kemana kek ya terserah gue lah, Lo kok seneng banget sih ikut campur?"
"Ki-kita cuma mau ke mall kok, ka. Gak lama," ucap Vivian, yang membuat Raka menatapnya datar.
"Gak bisa, ini udah jam 8 malam. Besok lagi apa gak bisa?" tanya Raka yang membuat Cika semakin kesal, dengan cepat gadis cantik itu mengambil sendal miliknya dan melemparkan ke arah Raka, namun lelaki itu berhasil menghindar.
"Ih Lo--!" ucap Cika yang sudah Frustasi, tak lama pak RT juga hansip datang dengan membawa baterai lengkap dengan sarung yang ada di selempang mereka.
"Loh dek Cika mau ke mana?" tanya pak RT yang membuat gadis cantik itu mencoba tersenyum pada ketua di sana.
"Mau keluar pak, tapi ini nih gak ngebolehin saya pergi!" ucap Cika yang mengadu pada pak RT karena tingkat Raka yang mengesalkan juga mengekang.
"Pantes saja saya tungguin di pos ronda gak ada, ternyata di sini," ucap pak RT pada Raka, tentu saja Cika dan Vivian semakin tak paham. "Lagipula ya dek Cika, anak cantik itu gak boleh pergi malem-malem gak baik, bukan kita melarang tapi kejahatan tidak ada yang tau nanti."
Cika pun terdiam, ia memang jarang pergi ke luar karena malas tapi Vivian memaksa dia. "Ya udah vi, besok lagi aja!"
Mereka pun tak bisa berkutik karena ada pak RT di sini, lagipula ucapan mereka ada benarnya, Vivian pun kembali menyalakan motornya. "Ya udah kalau gitu, saya pulang aja. Mari pak!"
Pak RT juga Hansip tersenyum pada Vivian. "Oh iya mari-mari."
Cika yang kesal tak pamit pada siapapun di sana, dia masuk ke dalam dengan pintu yang dibanting keras, membuat pak RT dan Hansip terkejut, tapi Raka masih memasang tampang datar dan pergi sana seakan tak terjadi apa-apa.
Karena melihat Raka yang sudah jauh, kedua orang tua tersebut segera berlari kecil untuk menyusul langkah kaki Raka yang terasa amat cepat.
Biasanya ia memang ikut meronda jika sedang jenuh di rumah waktu malam, nanti jam 12 ia baru pulang karena sekolah.
"Raka! Kamu ini cepet banget jalannya!" ucap Hansip yang sedikit ngos-ngosan sambil melingkarkan salah satu tangannya di leher Raka. "Saya sampe capek ngejar kamu!"
Tak ada jawaban, langkah Raka tetap cepat hingga mereka sudah mengimbanginya.
"Pak RT!"
"Apa jang?" tanya Pak RT pada hansip yang ternyata bernama Ujang itu.
"Dek Cika cantik juga ya, tapi sayang tingkahnya ugal-ugalan."
"Iya jang, bener banget. Kalau istri saya bolehin saya nikah lagi, dek Cika adalah daftar nomer pertama yang saya pilih."
Tiba-tiba langkah Raka berhenti, dia menatap sang ketua di sana dengan tatapan tajam dan dingin seakan bersiap membunuh kapan saja.
"Ra-Raka! Pak RT cuma bercanda, itu juga kalau boleh sama istri," ucap pak RT yang merasa amarah Raka tak mereda malah semakin berapi-api.
