Chapter 4 : Meninggalkan Raka
Saat ini Cika menatap sebuah foto universitas bergengsi yang ingin ia masuki, akan tetapi otaknya seakan tak mendukung untuk sampai ke sana.
Suasana kelas cukup ramai karena belum jam pelajaran, jadi semaunya masih sibuk dengan masing-masing, ada yang bernyanyi, ada yang bergosip, dandan bahkan sekedar melihat ponsel.
Ayudira, gadis berpenampilan tomboy itu baru saja datang dan menatap heran dengan sang sahabat yang kini memandang sebuah gedung. "Apa tuh?"
Cika menoleh. "Universitas negeri, gue mau masuk ke sana setelah lulus."
Gadis tomboy itu tersenyum sinis. "Yakin Lo? Otak Lo aja pas-pasan, biang kerok lagi!"
Bukannya mendapatkan dukungan, Ayudira malah menyindir dengan kata-kata yang amat nyata hingga ia merasa jantungnya tertusuk sesuatu yang tak terlihat.
"Lo tuh, kalau gak bisa ngasih semangat jangan bikin mental gue down dong!" ujar Cika kesal, dia memasukan foto itu ke saku setelah melipatnya.
"Heh, gue tuh lagi nyadari elo supaya ngaca! Yang masuk ke sama itu golongan yang pinter doang, sedangkan elo? Gue tanya Lo pinter?"
"Si anjing!" ucap Cika yang masih tak terima, dia menoleh kearah jendela kelas, karena tempatnya saat ini berada di pojok dan luarnya ada lapangan multifungsi yang biasa di gunakan para siswa.
Terlihat siswa dari kelas A sedang menjalankan pelajaran Olahraga, bahkan sebelum jam pelajaran mulai. Cika menfokuskan matanya pada Raka yang saat ini sedang melihat teman-temannya berlari di lapangan.
Brak!
"Eh copot!" kaget Ayudira, dia menatap tajam pada biang kerok yang sudah membuat jantungnya hampir berhenti berdetak tadi. "Cika! Lo bisa gak sih, gak bikin gue kaget!"
"Yu! Gue tau siapa yang bisa bikin gue masuk ke universitas negeri itu!" ucap Cika dengan wajah berbinar dan amat yakin dengan rencananya itu, tapi sang teman malah sebaliknya dia menatap tak percaya pada Cika.
"Siapa?" tanya Ayudira serius.
"Raka!" balas Cika, yang membuat satu kelas menatapnya. Sedangkan satu teman mereka Vivian berbeda kelas dengan keduanya.
"Cika! Lo jangan cari gara-gara lagi sama pangeran gue ya!"
"Iya, Lo tuh rese banget sih sama Raka, udah kayak parasit tau!"
"Apa lagi rencana Lo, Cika?"
Tanya beberapa teman satu kelas mereka, tapi Cika tak menanggapi itu, dia malah menatap Ayudira berharap reaksi temannya itu berbeda.
"Gimana?" tanya Cika berharap.
"Apanya yang gimanaa?"
"Rencana gue!"
"Maksud Lo? Lo mau ngapain sama si Raka?"
"Ya belajar bareng lah, bego!" ucap Cika, yang membuat Ayudira menggeleng.
"Gak, gue gak yakin Raka mau Nerima, cewek yang bikin dia berada di neraka sekolah selama 3 tahun," ucap Ayudira, yang membuat Cika terdiam, lalu ia minta siapa lagi selain anak tetangganya itu.
Cukup lama ia terdiam hingga Cika menatap lagi Ayudira. "Apa Lo liatin gue? Mau minjem duit?"
"Enggak, gue cuma punya rencana," ucap Cika, namun perasaan Ayudira semakin tak enak, pasalnya rencana anak ini tak ada yang pernah benar.
"Rencana apa lagi? Lo jangan aneh-aneh ya Cika!" ujar Ayudira pusing, tak lama ia merinding karena Cika tersenyum begitu lebar.
.
.
Pulang sekolah Cika memegang kedua tali tasnya, dia berhenti tiba-tiba, sontak langkah kaki yang ada dibelakang berhenti. Ini masih jauh dari rumah kemana anak ini malah berhenti di sini.
Gadis berkuncir kuda itu berbalik arah, membuat Raka heran. Senyuman lebar Cika berikan membuat ia semakin waspada. "Mau apa lo?"
"Raka---gue boleh gak ngomong sesuatu sama Lo!" ucap Cika, membuat detak jantung ia seakan berhenti berdetak, ada apa ini? Apa gadis cantik itu akan mengungkapkan perasaannya?
"Mau ngomong apa emang?" tanya Raka yang masih memandang ekspresi datar.
"Lo mau gak---jadi guru gue!" ucap Cika, yang entah kenapa membuat perasaan Raka kecewa, dia memandang Cika semakin tak bersahabat.
"Guru apa maksud Lo?"
"Jadi gue mau masuk universitas Negeri, tapi Lo tau kan otak gue kayak gimana, jadi gue minta bantuan Lo buat ngajarin gue supaya lulus," ucap Cika dengan wajah penuh harap, Raka tak pernah melihat Ekspresi lain Cika, selain marah-marah padanya.
Tak lama sebuah senyuman yang tak pernah Cika bayangkan, terpampang nyata di wajah Raka, jika ia lihat anak ini semakin tampan saja kalau senyuman itu keluar. "Gue akan bantu Lo, tapi balasnya Lo harus jadi pacar gue, setuju?"
Cika menatap syok mendengar pernyataan itu, apaan ini? Kenapa tiba-tiba?
"Tu-tunggu, Lo gak kesurupan, kan? Atau jatuh terus kepentok batu gitu?" tanya Cika yang masih tak paham, pasalnya syaratnya tak masuk akal, ia lebih terima jika anak ini memberikan syarat yang diluar nalar dari pada prediksi BMKG seperti ini.
Raka kembali mode datar. "Enggak kok, gue beneran ngomong ini, tapi kalau Lo gak mau juga gak apa-apa."
Langkah kaki tinggi itu berjalan melewati Cika, yang tentu saja membuat gadis cantik tersebut masih termenung, apa ini nyata? Seorang Raka mengajaknya berpacaran? Setelah puluhan wanita ia tolak, bahkan ada rumor kalau lelaki tampan itu gay, malah meminta berpacaran? Ini sungguh di luar logika.
Ia sekarang menoleh, melihat Raka yang semakin lama semakin menjauh. "Apa gue terima aja ya? Tapi masa gue jadian sama musuh gue sendiri? Tapi ganteng juga si Raka!"
"WOY RAKA!" teriak Cika, yang membuat Raka menoleh. "TUNGGU! GUE MAU JADI PACAR LO!"
Gadis cantik itu berlari mengejar ketinggalannya dengan Raka yang sabar menunggu Cika, hingga dia sampai dihadapannya.
"Jadi Lo mau?" tanya Raka.
"Iya gue mau, tapi Lo jangan aneh-aneh ya! Intinya gak ada yang boleh tau tentang ini."
"Gue gak setuju!"
"Hah? Maksud Lo, Lo mau go publik gitu?" tanya Cika tak percaya, apa dia mau satu sekolah heboh, bisa jadi incaran bully-an jika orang-orang tau.
"Iya, karena gue ngajak pacaran bukan cuma omong kosong!"
"Terus kalau gue kena bully gimana? kalau satu sekolah ngamuk gimanaa? Gak lucu ya, ka!"
"Gue pacar Lo, gue akan ngelindungi Lo," ucap Raka datar, namun setiap katanya mengandung kejujuran yang bisa Cika rasakan.
Cika yang merasa ada hawa aneh di hatinya, segera membuang muka. "Ka-kalian gitu kita pulang aja dulu! Gue mau makan!"
"Gimana kalau kita kencan aja! Sebagai awal jadian!" ujar Raka, yang membuat perasaan Cika semakin aneh, dia merasa Raka yang ia kenal bukan seperti ini.
"Ga-gak mau, intinya gue mau pulang aja!" ucap Cika yang dengan cepat pergi menjauh dari Raka, membuat pria berwajah datar itu tak paham, bukannya para gadis suka kencan?
Atau ia yang lupa kalau gadis yang sudah resmi menjadi miliknya itu berbeda?
"Cika! Tunggu gue!" ujar Raka yang berlari kecil untuk mengejar ketertinggalannya, namun bukannya menunggu atau melambatkan langkah kakinya, Cika malah semakin cepat meninggal Raka yang terus mengejarnya.
