
Ringkasan
Cika dan Raka adalah tetangga dekat, namun sayang konflik dari keluarga mereka, membuat keduanya tak sedekat itu apalagi mengingat pribadi keduanya yang amat berbeda sangat jauh. Cika karakter bar-bar dengan IQ dibawah standar, sedangkan Raka siswa dingin dengan kepintaran yang dimilikinya, karena ujian semester akhir akan segera datang, dia yang ingin masuk kampus bergengsi, akhirnya meminta bantuan Raka untuk itu. Akan tetapi sebuah syarat yang tak pernah Cika duga, keluar begitu saja dari pria berwajah datar itu. "Gue akan bantu Lo, tapi balasnya Lo harus jadi pacar gue, setuju?" Bagaimana kisah akhir mereka? Baca selengkapnya sekarang!
Chapter 1 : Gue Gak sengaja
Langkah kaki kian cepat, apalagi saat ia melihat jam yang ada di tangannya, mata indah itu melotot karena benar-benar sudah telat, dia terus berlari hingga sampai di pagar sekolah.
SMA Cakrawala itu rupanya sudah menutup rapat pintu untuk siapa saja murid yang terlambat, Amelia Siska itu membungkuk karena sudah lelah berlari dan usahanya sia-sia. "Sial banget gue, aduh mana capek lagi."
Gadis cantik yang kerap di sapa Cika itu menatap ke tembok sekolah, ide gila yang biasanya ia lakukan lansung terlintas begitu saja, membuat senyuman penuh maksud itu terlihat.
Ia bersiap diri untuk menaikan benda tinggi menjulang itu, hingga ia sampai di atas. "Untung gue bisa manjat, kalau enggak apa kata emak?"
"Kkhhmm!" ucap seseorang tiba-tiba, yang membuat Cika yang tadinya senang, mendadak syok sambil menatap ke bawah. Terlihat seorang lelaki berwajah datar menatapnya dengan tak minat.
Cika yang melihat itu tersenyum. "Eh ada besti gue, udah lama lo di situ, kak?"
Pria bernama Raka Sebastian itu melihat jam tangannya, dan menggeleng heran. "Lo mau gue tarik, atau turun sendiri?"
"Iya, iya ini gue turun!" ucap Cika dengan nada malas, dalam sekali lompat ia akhirnya turun dan berhadapan langsung dengan pria berwajah datar ini. "Ke-kenapa lo liatin gue kayak gitu? Apa kecantikan gue ini terlalu membahana sampe Lo gak bisa berpaling?"
"Dandanan Lo acak-acakan, udah mirip tukang sapu jalan," ucap Raka yang membuat Cika kembali syok, dia melihat bajunya yang memang kusut karena buru-buru plus berlari tadi.
Dengan cepat Cika memperlihatkan tinjunya. "Lo kalau mau berantem ngomong!"
"Udah, Lo ikut gue sekarang!" ujar Raka, yang berjalan terlebih dahulu. Karena Cika tau akan seperti apa akhirnya jika ia mengikuti lelaki itu, dia segera melangkah berbeda arah dengan Raka. "Kalau lo kabur, hukumannya bisa lebih dari lari di lapangan 10 kali."
Pada akhirnya Cika hanya pasrah, dia berjalan mengikuti langkah Raka. Alasan kenapa lelaki datar itu masih di luar, di tengah jam pelajaran ini, karena selain pintar, dia juga andalan guru saat mereka tidak bisa mengerjakan tugas mereka.
Walau itu terasa memberatkan Raka, namun tak ayal uang jajan selalu ia dapatkan setiap kali selesai tugas, seperti sekarang.
Entah kenapa pengawas hari ini tidak bisa datang hingga berakhir Raka lah yang berkeliling, terlihat juga buku di tangannya, membuat Cika tak heran kenapa dia menjadi murid pintar di sekolah.
Tok, tok! Mereka pun akhirnya sampai di Ruang guru, semua orang yang ada di sana lantas menatap mereka. Raka mencengkram tangan Cika, lalu mendorong gadis itu masuk kedalam.
Cika yang melihat perlakuan kasar itu menatapnya tak terima, lihat saja balasannya nanti. Setelah melakukan itu Raka pergi tanpa berkata apa-apa, membuat semuanya paham kalau Cika sudah membuat masalah.
"Hallo bapak, ibu, makin seger aja keliatannya," ucap Cika yang mencoba bersikap ramah, akan tetapi tanggapan mereka tak bersahabat, tentu saja membuat Cika menunduk.
.
.
Waktu cepat sekali berlalu, rupanya bel istirahat sudah berbunyi. Dua orang siswi kini bercanda tawa sambil menyantap makanan yang mereka pesan, hingga nafsu makan mereka yang menggebu-gebu perlahan hilang menjadi rasa mual karena Cika datang.
"Anjir, bau apa ini, huek!" ucap salah satu Teman Cika, Ayudira.
"Lo makan bangke ya, Cika?" tanya gadis satu lagi yang bernama Vivin, kedua menutup hidung mereka, sedangkan Cika yang lelah karena membersihkan WC sekolah sebagai hukuman, menatap mereka seolah tak perduli.
Dia mengambil jus alpukat milik Vivin seperti orang yang tak minum selama ribuan tahun, setelah habis setengah ia menaruh benda itu. Keduanya pun menatap satu sama lain, lalu kembali menatap Cika yang terlihat tidak baik-baik saja.
"Lo---lo gak kenapa-kenapa'kan? Gak kemasukan penghuni sekolah'kan?" tanya Ayudira yang takut tapi penasaran.
"Gue mau bales dendam!" ucap Cika yang Sontak membuat Vivian mendekat, karena takut ucapan itu bukan dari Cika teman mereka.
"Ba-bales dendam ke siapa? Siapa yang bunuh kamu?" tanya Vivian dengan suara gemetar.
Cika yang mendengar itu mantap tajam pada kedua temannya, mereka ini semakin lama semakin tidak masuk akal seperti dia, atau memang ke ramdomannya sudah menular?
"Kalian ngomong apa sih? Gue Cika bego!" ucap Cika kesal, mendengar hal itu kedua temannya pun bernafas lega dan kembali ke makan mereka.
"Gue kira Lo bolos, Cik," ucap Ayudira.
"Iya, lagian ngapain sih Lo masuk? Mana bau lagi, abis mandi air got ya Lo?" tanya Vivian yang ucapannya lagi-lagi begitu tidak beradab.
"Kurang ajar, gue tuh abis di hukum bersihin toilet, mana ada yang ngasih duit lagi tadi, di sangka gue penjaganya."
Ucapan itu membuat tawa kedua temannya pecah, tentu saja Cika yang melihat itu semakin kesal.
"Hahahaha, lo dapet berapa anjir! Bisa-bisanya!" ucap Vivian yang merasa perutnya mulai sakit karena tawa ini.
"Hahahaha, ta-pi muka Lo emang cocok sih, Cik! Hahahaha aduh perut gue sakit sumpah, hahaha."
"Dasar temen bego!" ucap Cika yang sudah teramat kesal, mereka ini memang senang menghinanya.
Tak lama kantin itu terdengar riuh, Cika dan kedua temannya menoleh sebentar, rupanya itu geng Raka yang hendak makan namun para gadis pemuja mereka memang senang membuat semua lelaki itu mati kelaparan.
"Kapan sih mereka bisa bikin kantin ini tenang? Apalagi para cewek-cewek itu, ih iyuh banget!" ucap Vivian yang sudah ilfil karena pernah di tolak mentah-mentah dari salah satu member mereka.
"Halah bilang aja, Lo masih kesel," balas Cika.
"Serius? Ini udah mau satu tahun!" ucap Ayudira yang tak menyangka, membuat Vivian menatap tak suka pada keduanya.
"A-apa sih? Siapa juga yang kesel? Gue cuma mau makan dengan tenang!" ucap Vivian yang segera makan, tanpa memperdulikan tatapan dari teman-temannya.
Sedangkan Cika menatap kesal juga kearah kerumunan itu, terlebih pada Raka. Entahlah setiap ia bertemu lelaki itu, kesialan akan menghampirinya, atau cuma perasaan?
Saat ia terus memperhatikannya, tanpa diduga Raka juga menoleh kearahnya dengan wajah seperti biasa, melihat hal itu Cika segera mengalihkan pandangannya tak nyaman.
Tapi ia tetap harus merencanakan balas dendamnya, ia tak terima karena mendapat hukuman yang harusnya tidak ia dapatkan kalau lelaki tampan itu tidak ada di sana.
Tiba-tiba Cika bangkit sambil mengambil es teh milik Ayudira, merasa ada yang tidak beres sebagai teman Ayudira menahannya. "Lo mau ngapain?"
"Gue mau bikin baju si Raka basah," balas Cika dengan penuh tekat.
"Jangan bikin masalah lagi, image Lo di sekolah ini udah hancur, apalagi Raka itu siswa populer!"
"Gue gak perduli, kalau gue dapet masalah dia juga harus kena!" ucap Cika yang segera melepas tangan Ayudira, tentu saja sang teman hanya bisa menutup mata pura-pura tak perduli dengan temannya itu.
Anak itu jika suka bertekad maka siapapun tak ada yang bisa menghentikannya, dengan cepat Cika berjalan kearah Raka dan mendorong pria itu dengan es teh yang ada di tangannya.
Kantin yang tadinya riuh itu, mendadak hening karena ulah Cika, gadis cantik itu pura-pura syok sambil mengusap baju Raka yang basah. "Ah sorry, gue gak sengaja!"
Namun wajah datar Raka, sekarang malah berubah menjadi meringis kesakitan, membuat semua pasang mata menatap tajam padanya.
