Chapter 2 : Masalah Bayam
Cika di dorong dengan kasar oleh beberapa wanita. "Heh Cika, Lo sengaja caper ya?"
"Mata lo udah buta hah sampe nabrak ayang gue kayak gitu, lihat dia jadi kedinginan!"
"Dasar biang masalah!"
Ucapan mereka yang terus mengeluarkan hinaan tentang kenakalan selama sekolah di sini, setelah mendapat caci maki juga dorongan kasar itu, Cika berdiri dengan susah payah.
Ia melihat sekolah Raka menatapnya sambil tersenyum miring, seakan mengatakan kalau dia sudah kalah di tengah banyak pengemar yang mengerumuni itu.
Tangan Cika mengepal kuat, lihat saja pembalasannya nanti, bisa-bisanya ia tertipu dengan wajah kesakitan itu, hampir saja ia merasa iba, dasar lelaki sialan.
.
.
Bel masuk sudah berbunyi, keempat orang itu juga sudah menyantap makanan, walau di tengah Pasang mata yang melihat mereka, Raka mengusap mulutnya dengan tisu.
Dia bangkit lebih dulu membuat ketiganya bingung.
"Mau ke kelas? Udah bayar emang?" tanya Bagas teman Raka.
"Ke kamar mandi," balas Raka singkat membuat mereka pun ikut bangkit guna bayar dan setelahnya pergi ke kelas untuk melanjutkan pelajaran.
Raka berjalan menuju kamar mandi sambil memegang dadanya, dia menatap sekitar lalu masuk ke dalam sana dengan wajah yang meringis kesakitan. Perlahan-lahan ia membuka kancing bajunya, hingga sebuah tanda biru tercetak di dadanya.
Sebuah mahakarya yang di buat dari orang yang telah membuatnya, lalu membuang ia dan ibunya seperti sampah, Raka mengepalkan tangannya kuat.
Suatu hari ia akan membalas semua perlakuan gila ini. Karena Cika, memar yang ia miliki menjadi cukup sakit saat ditabrak tadi, tapi untungnya ia bisa mengontrol expressinya.
Ia tak mau ada yang menatap iba padanya. Karena ia merasa sudah lama di kamar mandi, dengan cepat Raka menutup kembali bajunya dan membuka pintu.
Alangkah terkejutnya ia melihat Cika di depan pintu lengkap dengan baju putih yang ada di tangannya, apa senyuman licik yang ia keluarkan sudah tidak mempan untuk membuat gadis ini emosi?
"Lo? Lo ngapain di sini?" Cika menatap lebih dekat, membuat Raka sontak mundur waspada. "Ma-mau apa Lo?"
"Lo gak apa-apa'kan Raka? Gue tadi liat Lo ke sakit saat masuk ke kamar mandi, apa gue nabrak Lo ke kencengan ya?" tanya Cika yang khawatir, ya walau musuh bebuyutan, tapi karena mereka juga tumbuh bersama, tentu saja Cika masih memiliki hati nurani pada Raka.
"Gue gak apa-apa, gak usah khawatir!" ujar Raka yang sekarang melihat baju di tangan Cika. "Baju itu buat gue?"
"Iyalah, gue dapet minjem dari kelas sebelah, dari pada Lo masuk angin, terus emak Lo marah dan maki-maki emak gue, berabe entar."
"Jadi lo cuma khawatir kalau nyokap gue marah?" tanya Raka, yang membuat Cika menatapnya tak paham.
"I-ya, terus apa? Lagian Lo tuh kali-kali bantu gue, jangan cuma bisa hukum doang, biar gue tuh berubah menjadi lebih baik," ucap Cika, ia memberikan baju itu yang dengan cepat di ambil Raka.
"Thanks," balas Raka yang kembali Masuk dengan pintu tertutup keras, Cika yang mendapatkan itu tentu saja memasang ekspresi kesal, merasa sudah tak ada lagi tanggung jawab Cika pun pergi dari sana.
Raka membuka bajunya, sekarang seluruh tubuhnya hampir tertutupi oleh memar, rupanya rasa sakitnya buka di dada saja, tapi sekujur tubuh.
Ia sengaja menutupi kehidupannya yang kelam, karena tak ingin orang tau bahwa dia, siswa pintar yang kehidupan dikatakan sempurna itu adalah anak haram dari seorang mantan pelacur, itu adalah aib yang akan selalu ia kubur selamanya.
Setelah memakai baju, ia keluar namun tak nampak lagi Cika di sana. "Sudah pergi ya!"
.
.
Dua tangan wanita paruh baya, kini sama-sama mengambil bayam yang hanya tersisa satu di warung sayuran itu, kedua mata mereka menatap tajam satu sama lain.
Pedagang yang melihat itu tentu saja merasa akan ada perang mulut besar dari kedua musuh bebuyutan itu.
"Maaf ya Bu indah, tapi sayur ini saya duluan yang ambil," ucap wanita paruh baya yang bernama mawar, dia menatap sinis pada Indah yang tidak ada angin tidak ada hujan malah ingin berebut bayam yang hanya ada satu-satunya di warung itu.
"Mawar, kamu ini buta ya? Orang jelas-jelas saya yang ngambil duluan kok."
"Bu Indah, sayuran di sini banyak loh tolong ngalah ya!"
"Maaf Mawar tapi saya butuh bayam ini, kamu aja yang pilih yang lain."
"Saya juga butuh, Bu! Tolong ngalah sama yang lebih muda."
"Heh, yang ada kamu ngalah sama saya!" ujar Indah yang masih tak terima jika dia harus mengalah pada wanita ini.
Cika berjalan pulang dengan malas, karena sekolahnya dekat ia selalu jalan kaki untuk ke sana, padahal motor juga sepeda ia punya tapi ibunya malah menyuruh dia berolah raga ke sekolah.
Saat sudah capek dengan hukuman dan kegiatan sekolah lainnya, Cika pun mendengar ocehan ibunya, ia mengintip warung sayuran yang tak jauh dari rumah, lagi-lagi wanita paruh baya itu membuat ulah.
"Kapan sih mereka bisa akur?" tanya Cika frustasi.
"Mungkin nanti," ucap tiba-tiba seseorang yang membuat Cika terkejut nyaris mati.
Ia menatap tajam pada lelaki datar yang ada di belakangnya, kapan dia ada di sana? Apa lelaki ini membuntutinya. "Tumben Lo pulang cepet?!"
"Lagi capek, emang gak boleh gue pulang cepet?" tanya Raka yang membuat Cika terdiam, ia pun mendengar percakapan antara dua wanita itu semakin besar, membuat Cika segera berlari disusul Raka.
"Oh jadi kamu baku hantam sama saya? Berani kamu ya Mawar?!" tanya Indah yang sudah melipat kerah lengannya bersiap untuk menghajar siapapun yang ada di depannya.
"Ibu pikir saya takut? Ayo sini!" tantang Mawar, dengan cepat kedua wanita itu tarik menarik rambutnya yang membuat situasi menjadi riuh.
Cika yang baru sampai segera menarik ibunya agar segera melepas Mawar, yang tak lain adalah ibu Raka, dan lelaki itu juga melakukan hal yang sama pada ibunya.
"Mah, udah mah! Jangan cari gara-gara!" ujar Cika yang merasa malu sekaligus panik.
"Dasar wanita sialan!" teriak ibu Cika, membuat Cika berusaha lebih keras untuk menarik wanita paruh baya itu.
Tenaga Raka yang cukup besar, rupanya membuat Mawar akhirnya menjauh dan Cika pun sontak menarik sang ibu menuju rumah karena tak mau ada lagi keributan.
Dengan nafas keduanya yang tersengal-sengal, mereka memandang satu sama lain dengan tatapan mematikan.
"Kamu itu apa-apa sih Cika? Mama tuh belum selesai sama Mawar busuk itu!" ucap Indah yang menggebu-gebu, cuma perkara hal sepele seperti ini mereka bisa baku hantam sampai seharian jika tidak ada yang menghentikannya.
"Mah istighfar! Mama itu udah tua, bukan waktunya lagi buat berantem kayak gitu, udah jangan bikin onar lagi!" ujar Cika yang kesal dengan tingkah ibunya yang mirip seperti anak kecil padahal umurnya sudah kepalan empat.
"Dia duluan yang ambil bayam mama kok."
Cika syok. "Astaga jadi ini cuma masalah bayam?"
