Chapter VII
"Ia akan pulang bersamaku"
[]
"Apa yang kau yakin Veddira?"
"Aku akan memberi nomor telepon orang tua nya. Cobala-"
"Kebetulan, rumah nya dekat dengan rumah baru ku Mr. Aku akan membawa dia kesana"
"Oh good, terimakasih Veddira. Kau memang pengertian" Sahut Mr. Megan sambil sedikit menyentil pipi ku.
[]
"Kau sudah siap?" Sahutku sedikit menyapa anak kecil ini. Genggaman kecil nya melilit di dua jari ku. Sedikit menyesal tidak menanyakan nama anak tampan kepada Ms. Megan.
"Kita akan berlari ke kapal berwarna abu abu itu, kau kapten ku kau yang memimpin ku berlari. Kau siap bukan? " Ucapku sambil bertekuk lutut padanya agar ia yakin bahwa aku orang baik. Bukan seperti imajinasi anak anak yang mengira bahwa aku adalah orang yang harus dihindari seperti yang dikatakan oleh orang tua kepada anak nya.
Ia menatapku. Mata nya yang kecil berwarna keemasan bersinar terang. Suasana hujan yang semakin deras membuat kesan dingin berubah menjadi hangat setelah menatap nya. Tanpa sadar tangan yang kecil menarik ku dan berlari menuju kapal yang menunggu. Jas hujan berwarna biru dengan langkah kaki kecil berlari menuntun ku.
"Biarkan aku menggendongmu" Ucapku dengan cepat. Menggendong nya dan membiarkan ia duduk di kursi depan menutup pintu dan berlari ke sisi mobil lain.
"Ugh! Astaga dingin sekali" Lirihku sambil menutup pintu mobil. Anak tampan ini pintar sekali ia membuka jas hujan nya dan melipat sendiri. Ia memastikan bahwa tempat duduk tidak akan basah karena jas hujan biru milik nya.
"Kendalikan dirimu Veddira. Ehh! Aku ingin sekali mencubit nya" Batin ku gemas melihat kepintaran nya.
" Kali ini, biarkan aku memimpin kapal abu abu ini. Terimakasih atas kerjasamanya kapten!" Sahutku padanya. Walaupun ia hanya terdiam menatap ku matanya seperti mengatakan bahwa ia juga senang telah menjadi kapten yang menuntunku.
Laporan cuaca terdengar di radio. Mengatakan bahwa semua warga kota Swanlet harus tetap berada di dalam rumah karena badai akan semakin menerjang dengan kuat. Batang pohon berjatuhan dijalan. Jalanan macet, air mulai menggenang. Semula nya hanya mengatakan bahwa badai hujan menjadi badai Typhoon yang dahsyat.
"Nona, kau harus menepi" Ucap pria berpakaian hijau terang. Petugas polisi yang cukup berumur mengetuk pelan kaca mobil ku. Aku hanya menatap nya melihat ia menunjuk tempat pengungsian mobil yang berada di pertamina.
"Sial. Kau lihat aku membawa anak kecil di dalam sini" Bentak ku kepada petugas tersebut. Aku tidak bisa bertahan di sana selama badai typhoon ini menerjang yang tidak tau kapan akan berhenti.
"Tidak peduli nona, kau harus menepi, kami tidak ingin menerima resiko" Jawabnya keras karena suara hujan yang sangat deras membuat suara nya tenggelam. Mataku melihat anak tampan ini yang sedang memandang ku juga. Ia hanya terdiam melihat ku.
"Baiklah. Kita akan mempercepat kapal kita. Bisa kau berpegangan kuat" Ucapku padanya dengan lembut. Tentu dengan patuh ia memegang sling pengaman dengan kencang. Nafas ku menggebu kencang saat aku mengegas kencang mobil meninggalkan beberapa tugas yang meneriaki agar berhenti. Tampak ia sangat takut karena mobil ku kendarai dengan kencang menghantamkan hujan yang deras dan menghindari beberapa ranting pohon yang besar. Matanya menatapku yang masih fokus dengan jalanan.
"Jika kita tidak berjalan, para perompak akan menangkap kita. Itu hal buruk kan?" Sahutku pada nya. Ia menatap lagi padaku aku yakin tatapan itu adalah jawaban nya bahwa tindakan ku benar. Aku bisa saja bertahan dipengusian itu. Tapi tidak dengan anak berusia 1.5 tahun ini, itu terdengar mengerikan. Karena aku sudah pernah merasakan mengungsi di sana karena badai Katrina yang menerjang 4 tahun lalu.
Jujur, nafas ku menggebu karena jalanan mulai tidak terlihat. Sedikit ku rasakan mobil ini yang ku kendarai ini mulai tergeser karena angin mulai meniup kencang mobil ini. Sedikit aku melirik anak tampan ini yang melihat ke arah depan yang tidak terlihat apapun lagi, aku mengelus pelan dan menatap balik padanya dan mengatakan bahwa kita akan baik baik saja dan akan segera sampai. Hanya mengandalkan GPS yang ada di mobil dan kenekatan ku ini aku terus mengegas kencang mobil di jalanan kosong di tengah badai ini.
[criitt]
Aku mengerem kencang saat GPS berbunyi bahwa mobil ini sudah sampai di titik dimana apartemen ku berada. Aku memakaikan jas hujan pada anak Zale dan mengobrak-abrik kursi belakang mencari payung atau apapun yang bisa digunakan.
"Sial. Alice mencuri nya " Batinku dan berdecak kesal sendiri.
"Baiklah kita sudah sampai kapten. Bisa kau mengancing jas hujan mu kita akan berlari menuju pelabuhan" Ucapku pelan padanya. Ia memakai jas hujan nya dengan bantuan ku. Sedikit aku melirik ke arah luar. Pohon yang bergoyang-goyang kencang dan keberadaan mobil ku saat ini membuat aku sedikit kebingungan.
"Dimana letak apartemen ku. Sial, ini di blok berapa" Batinku kebingungan.
Karena mobil mulai tergeser dan wajah anak Zale mulai ketakutan. Aku mempercepat dan keluar dari mobil sambil menggendong anak tampan ini. Ku tutup kencang pintu mobil dan berlari entah ke arah mana. Anak kecil ini sedikit menarik lengan baju ku dan menunjuk ke arah mobil.
"Oh tidak"
"Ha-Hadiah dari ayah" Batinku sambil melihat mobil ku tergeser jauh terbawa angin.
[TRAKK-BRUKKKK]
Patahan pohon terdengar dan terjatuh tak jauh dari kami. Spontan aku memeluk nya dan berlari menjauh tanpa memperdulikan mobil ku terbawa badai.
"Kau tidak apa apa?" Tanyaku padanya. Ia hanya menggeleng kan kepalanya. Memperjelaskan bahwa ia baik baik saja dengan mata yang ketakutan juga badan yang gemetar.
"Maafkan aku" Sahutku padanya. Jika aku tidak nekat ia tidak akan ketakutan seperti ini. Tanpa sadar air mataku mengalir sambil memeluk nya.
"Bertahanlah sebentar lagi" Ucapku. Dengan sigap aku berlari di antara hujan dan angin yang menerjang. Angin yang kencang membuat aku kesusahan bergerak. Aku hanya takut bahwa aku akan jatuh karena angin kencang ini.
Dengan langkah yang tidak tau dimana letak apartemen ku berada. Aku terus berlari tanpa peduli badan ku yang sudah basah dan kedinginan akan badai typhoon ini. Langkah kaki terus bergerak sambil memeluk anak ini bersamaku. Tanpa sadar anak tampan berjas hujan biru ini menaruh tangan nya di atas kening ku memastikan bahwa aku bisa melihat ke depan tanpa air hujan yang terus menerus menghantam di wajahku. Aku tersenyum hangat nya padanya dan ia menunjukkan senyum kecil nanti hangat kepadaku pertama kali.
Bersambung...
