Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Singa Liar Itu Bernama Anjel

Sean sungguh tak menyangka Anjel begitu galak padanya, Sean tersenyum, “Sungguh wanita yang menarik.”

Anjel masuk ke apartemennya, mengucapkan sumpah serapah yang sejak tadi dia tahan. Meluapkan semua emosinya. Anjel pergi ke pantry dan menata belanjaannya di kitchen set. Mengambil sebungkus mie dan memasaknya. Dia teringat belum membalas pesan Nadia sahabatnya, sembari menunggu mie matang, dia mengetik pesan dan mengirimkan pada Nadia.

Sedikitpun Anjel tak membenci Nadia, walaupun Wayan, mantan kekasihnya begitu mencintainya, Anjel hanya berpikir bahwa takdir memang sedang mempermainkannya. Melihat Nadia bahagia dengan Mark, suaminya sekarang ini, dia jadi mengingat Wayan, yang saat ini sedang mendekam di penjara.

“Andai kamu tidak berbuat sebodoh itu, apa mungkin kita bahagia saat ini?”

Anjel menatap mienya yang sudah matang, tiba-tiba tak ada keinginan untuk memakannya. Mengingat Wayan, mendadak membuat hatinya sesak. Menyesali semua kebodohannya yang begitu mudah percaya dengan Wayan.

Anjel berdiri, meninggalkan pantry dan menuju balkon apartemennya. Menatap langit Paris yang begitu indah, menatap menara Eiffel yang menjulang begitu tinggi dan cantiknya.

Ponsel Anjel berdering, temannya yang kebetulan tinggal di Paris meneleponnya.

“Halo,” sapa suara di seberang sana.

“Hai, Nin, kamu tega padaku, seharusnya kamu menjemputku hari ini. Kenapa kamu begitu sibuk, apa sebaiknya kita akhiri saja hubungan kita ini?”

Nindy, teman Anjel tertawa mendengar teman gilanya itu berbicara, “Sepertinya , kamu sudah baik-baik saja, sekarang. Buktinya kamu sudah mulai gila. Apa kamu sudah makan?”

“Aku menjadi gila, bukan baik-baik saja. Aku baru saja selesai memasak mie, tapi mendadak selera makanku hilang seketika, mengingat Wayan.”

“Woi, Move on! Kamu sudah menunggunya terlalu lama, setelah kamu mendapatkannya, kamu malah dibuang begitu saja. Jangan bodoh Anjel. Masih banyak lelaki di dunia ini. Apalagi di sini, surga dunia yang sebenarnya,” ujar Nindy kesal. Sahabatnya benar-benar masih stuck di tempat yang sama, meskipun tinggal di negara yang berbeda.

“Nin, kapan kamu ke sini? Aku kesepian, Nin.”

“Besok aku ke sana, ya. Aku baru pulang kerja, langsung ke apartemen Andrew.”

“Keterlaluan kamu!” seru Anjel kesal. Pasalnya, dia mendadak jadi cemburu melihat sahabat-sahabatnya begitu bahagia dengan pasangan mereka masing-masing.

Nindy terbahak-bahak, “Bagaimana, Njel dengan tawaranku waktu itu, kamu mau bersenang-senang saja di sini atau mau menetap dan bekerja. Di perusahaan tempatku bekerja, benar-benar sedang membutuhkan tim marketing yang handal, aku rasa kamu bisa menjadi bagian dari mereka, itu kalau kamu mau, aku tidak memaksa.”

“Aku pikir-pikir dulu, Nin. Aku baru saja sampai di Paris hari ini, beri aku waktu beberapa hari untuk memikirkannya, okay?”

“Baiklah, kabari aku, kalau kamu memang berminat bekerja di perusahaan yang sama denganku, meskipun aku tahu, uang kamu tak akan habis dalam kurun waktu yang lama, tapi menyibukkan diri, bisa membantumu melupakan Wayan.”

Anjel menghela nafas dalam. Apa yang dikatakan Nindy benar, dia harus menyibukkan dirinya dengan berbagai macam kegiatan. Melupakan mantan itu bukan hal yang mudah, apalagi mantan yang pernah memberi kehangatan.

“Angel?” panggil Nindy.

“Heem, iya aku masih di sini.”

“Baiklah, istirahatlah kamu pasti lelah, besok aku ke apartemen kamu.” Nindy mengahiri panggilannya. Anjel hendak kembali ke dalam, dia memutar tubuhnya dan melihat Sean sedang menatapnya dari balkon sebelah. Mata mereka bersirobok, Anjel melotot ke arah Sean.

Sean tertawa, dia gemas sekali dengan tetangga sebelah rumahnya itu. “Kenapa kamu begitu menggemaskan.”

Sean makin tertarik dengan tetangga sebelah rumahnya, dia bak singa liar yang butuh ditundukkan. Sean tersenyum di sudut bibirnya. Tidak seperti biasanya dia tertarik dengan wanita, tapi hal berbeda ketika dia bertemu Anjel.

Sean masuk kembali ke dalam kamarnya, tatapannya menerawang, mengingat pertemuan-pertemuannya dengan Anjel.

“Anjel Ayer, apa dia ada hubungan dengan keluarga Ayer, sepertinya menarik. Aku harus mencari tahu hubungan Anjel dengan keluarga Ayer. Namun melihat ada kemiripan Anjel dengan Tuan Ayer, sepertinya, mereka memang ada hubungan keluarga,” gumam Sean pada dirinya sendiri.

“Lihat saja nanti, aku akan mendapatkan kamu, Anjel Ayer!”

Dia bertekad akan mengejar dan mendapatkan Anjel bagaimanapun caranya.

Ponsel Sean berdering, keningnya berkerut, melihat sekretarisnya malam-malam meneleponnya.

“Halo,” sapa sekretaris Sean. “Saya hanya ingin menyampaikan perubahan jadwal Bapak. Besok pagi, Bapak diharuskan meeting dengan AA Enterprise pukul tujuh pagi, semua berkas yang Bapak butuhkan, sudah saya siapkan di meja Bapak.”

“Kenapa harus pagi? Tidak ada waktu lainnya? Saya masih lelah, perjalanan dari Indonesia ke sini, bukanlah perjalanan yang singkat.” Alasan Sean membuat sekretarisnya mendengus sebal, Sekretaris Sean yang tak lain dan tak bukan adalah Nindy, teman Anjel.

“Penyakit Sean kumat lagi. Dia bekerja sesuai moodnya.” Kesal Nindy pada Sean.

Menjadi sekretaris seorang Sean selama bertahun-tahun, membuatnya hafal bagaimana kelakuan atasannya itu, apalagi mereka sudah saling mengenal satu sama lain sudah sejak lama. Nindy tertempa, menjadi sekretaris Sean memang harus punya mental baja, kuat, kokoh, dan terpercaya, seperti semen Tiga Ban.

Sean memang CEO yang sudah tidak di ragukan lagi kemampuannya, hanya satu kekurangan Sean, dia selalu mengganggap sesuatu bisa mudah didapatkan dengan uang dan cenderung meremehkan sesuatu. Itulah kenapa dia sampai sekarang masih suka melajang. Bagi Sean, semua orang yang mendekatinya hanya menginginkan uang darinya, tidak lebih. Wanita-wanita yang dekat dengannya bahkan rela melemparkan diri mereka hanya karena uang Sean dan juga kepopulerannya.

“Baiklah, besok aku akan datang, jangan sampai kamu melakukan kesalahan apa pun!”

“Sean, kalau aku tidak mengingat bahwa kamu atasanku, sudah pasti, aku akan menghajarmu!” seru Nindy kesal. Sean tertawa tergelak mendengar sahabatnya itu mulai emosi.

“Oh, ya, besok aku ijin pulang duluan, aku harus bertemu dengan temanku yang baru saja, tiba di Paris hari ini.”

“Jangan macam-macam, Nindy. Aku akan mengatakan pada Andrew, kalau kamu punya selingkuhan baru,” canda Sean terkekeh. Dia menggoda Nindy.

“Daripada kamu mengurus urusanku, lebih baik kamu cari kekasih atau calon istri. Mau sampai kapan kamu sendiri. Apa kamu masih mencintai mantan kekasihmu yang selingkuh itu? Aku sungguh tak mengira, sahabatku sekaligus CEO tertampan versi majalah Bubi ini, kalah dengan mantan kekasihnya. Gagal move on!” ejek Nindy terbahak. Sean memang belum bisa melupakan mantan kekasihnya. Padahal jelas-jelas, Sean diselingkuhi di depan mata Sean sendiri. Mungkin karena mereka sudah berpacaran terlalu lama, jadi Sean tidak mudah melupakan mantan kekasihnya itu.

“Kamu ini senang sekali membuat orang membuka luka yang sudah mulai mengering. Aku juga ingin mencari penggantinya Nindy, tapi kamu tahu sendiri, kan, mereka lebih suka menjadi cinta satu malamku saja, ketimbang menjadi kekasihku.” Alasan Sean membuat Nindy mencebik.

-bersambung-

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel