Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Cantik Menggoda

Sean meninggalkan Anjel, dia tidak mau wanita yang meeting dengannya menunggu dirinya terlalu lama, hanya karena dirinya yang sibuk menjahili Anjel.

Anjel menarik nafas dan menghembuskannya, “Lama-lama aku benaran darah tinggi kalau sering bertemu dengannya, apa aku minta Papa untuk memindahkan apartemenku. Sepertinya itu ide yang bagus.”

Anjel menelepon Papanya, namun sama sekali tak dijawab, mungkin papanya masih sibuk dengan pekerjaannya, kalaupun menelepon mamanya, sudah bisa dipastikan tidak akan dijawab di jam rawan, dia arisan sosksialitah. Dia lebih mementingkan teman-teman soksialitahnya itu, ketimbang mengurusi putrinya satu-satunya, tiba-tiba ada rindu di hatinya, rindu dengan ibu Nadia yang sudah seperti ibu kandungnya, dan juga rindu dengan Nadia.

Anjel mengeluarkan ponselnya, mengirimkan pesan pada sahabatnya itu. ‘Tak ada salahnya aku mengirimkan pesan sekarang atau menelepon, sekarang di Indonesia pasti sudah pukul lima sore.’

Daripada mengirimkan pesan, dia lebih memilih menggunakan opsi video call. Anjel mendial nomor ponsel Nadia. Baru beberapa deringan tampak di seberang sana wajah semringah Nadia bersama ibunya.

Sungguh Tuhan begitu baik mengabulkan permintaannya, dia memang sedang merindukan mereka berdua, dan tepat sekali, mereka sedang bersama saat ini.

“Kenapa kalian bisa bersama? Ibu, Anjel kangen sama Ibu.”

“Sama aku, enggak?” tanya Nadia menunjuk dirinya sendiri.

“Enggak, aku lebih kangen Ibu, daripada kamu, Ibu presdir.”

“Awas saja kamu, aku bilangin Mark, nanti, biar kamu disuruh nikah paksa sama bapak kau itu!”

Anjel terbahak mendengar logat Nadia yang sengaja dia gunakan, untuk menghiburnya, sahabatnya itu sudah hafal betul jika saat ini Anjel sedang tidak baik-baik saja.

Mereka mengobrol ngalor-ngidul melepas kerinduan, bercerita ke sana kemari, sementara di seberang sana seseorang sedang memperhatikan Anjel yang sejak tadi tersenyum begitu manis.

Anjel baru memutuskan panggilan video callnya, ketika Nindy berulang kali meneleponnya, segera dia menyudahi kerinduannya dengan Ibu dan Nadia. Tak lupa dia juga menitipkan salam untuk Mark.

Baru saja dia menjawab telepon Nindy, si toa masjid sudah mencerocos.

“Kamu dimana, sedang apa, dengan siapa, kenapa telepon kamu susah banget dihubungi, sih. Kamu menduakan aku, kita sudah janji, lho, sehidup, tapi tak semati.”

Anjel mendengus sebal tapi juga tersenyum, terhibur dengan kata-kata absurd temannya itu.

“Je suis désolé.” (Maafkan aku)

“Aku sedang dalam panggilan video dengan Nadia,” lanjut Anjel lagi.

“Teman yang kamu ceritakan padaku waktu itu? Wanita yang dicintai mantan kekasihmu, bukan?”

“Iya.. iya, ingatkan terus aku tentang bagaimana bodohnya diriku menyerahkan jiwa dan ragaku untuknya, damn you!”

Nindy tertawa terbahak-bahak, “Kamu itu pintar-pintar bodoh, sekolah setinggi langit sampai ke luar angkasa rela bucin demi seonggok sampah yang tak tahu di untung. Hanya karena dia mirip oppa-oppa Korea. Kamu menunggunya hingga bertahun-tahun.”

“Sudahlah, jangan dibahas lagi, jangan buat moodku hancur lagi setelah dengan susah payah aku membangunkannya.”

“Why, something happen?”

“Nanti aku ceritain ke kamu, sekarang kamu di mana. Cepat ke sini, aku sedang menunggumu di Aux Cerises. Cepatlah kemari sebelum aku menukarmu dengan mata uang rupiah.”

Nindy terbahak-bahak, sejujurnya dia sudah berada di stasiun kereta api, ketika menelepon Anjel. Sekarang dia sedang berjalan menuju cafe di mana Anjel berada. Dia sengaja tak mengatakan pada Anjel dan berniat mengagetkannya.

“Apa kamu masih lama, Nin. Apa perlu aku memesankan sesuatu untukmu?”

“Menurut kamu, aku ada di mana?”

“Di belakangku, kamu pasti berniat mengerjaiku atau membuatku jantungan?”

Nindy terbahak-bahak, segera dia mengakhiri panggilan, memegang pundak Anjel yang menoleh padanya, sembari bersedekap.

Temannya ini memang sebelas dua belas dengan Nadia, sama gilanya. Sosok yang tak asing, yang sedang bersama kliennya menatap kebersamaan Anjel dan sekretarisnya. Ya, Sean sedang menatap Nindy dan Anjel yang tampak akrab sekali, sesekali keningnya berkerut memikirkan hubungan yang terjadi antara mereka berdua. Setahunya Nindy tidak pernah bercerita dengannya, jika memiliki teman yang berasal dari Indonesia.

Dia segera mengakhiri sesi meeting dengan partnernya, dia penasaran dengan apa yang dilihatnya, jika memang Nindy mengenal Anjel, itu akan sangat menguntungkan untuknya, dia bisa kenal lebih dekat dengan tetangganya yang cantik nan menggoda itu.

Sean mengirimkan pesan pada Nindy, kebetulan perusahaan mereka sedang merekrut karyawan baru, jadi dia berharap wanita yang berada di sebalah rumahnya itu mau ikut bergabung dengan perusahaannya. dia sudah menyelidiki latar belakang Anjel. wanita cantik itu pernah bekerja sebagai marketing handal di Indonesia. Track record nya benar-benar bagus. Bagaimanapun caranya dia harus meyakinkan Nindy untuk merayu dan meyakinkan Anjel.

Sean : Kamu dimana? Apa ada hal penting di kantor?

Nindy membuka ponselnya, dilihatnya satu pesan dari Sean. Dia sibuk mengetik balasan, hingga mengabaikan Anjel.

“Siapa? Apa atasan kamu meminta kamu kembali ke kantor dan kita akan membatalkan acara kita setelah ini? “

“Enggak, dia hanya menanyakan aku dimana, mungkin ingin menanyakan jadwal dia selanjutnya.”

Anjel menyeruput exspressonya yang dingin, sedingin hidupnya saat ini. Dengan lihai Nindy mengetik pesan yang ditujukan pada teman sekaligus CEO-nya itu.

Nindy : Jadwal clear, kamu bisa kembali rebahan di apartemen kamu, aku juga sedang di luar, aku sudah ijin denganmu, jadi jangan coba-coba kamu menggangguku!

Sean : Aku CEO-nya, bukan kamu, kenapa jadi kamu yang memerintahku untuk tidak mengganggumu. Dasar teman tak tahu diri. Bagaimana perekrutan marketing yang baru, sudah sampai di mana progresnya?

Nindy : Bukankah sudah kubilang, aku tidak mau diganggu, Sean, ini jam makan siangku. Aku juga sudah bilang padamu, kalau aku mengajukan cuti setengah hari untuk menemani temanku yang baru tiba di Paris. Kamu paham nggak sih, apa yang aku katakan!

Sean : Hell yeah! Nikmati waktumu kalau begitu. Kapan-kapan kenalkan aku dengan temanmu.

Nindy tak lagi membalas pesan Sean, dia bahkan mengumpati temannya itu, “Dia bilang kenalkan, dia saja gagal move on minta dikenalkan, dasar stupid jerk!”

Anjel menatap Nindy penasaran, menautkan aslinya, ingin bertanya tentang apa yang dia ucapkan barusan, tapi dia merasa sungkan.

“Kalau mau bertanya, tanyakan saja, daripada kamu penasaran nantinya.” ucap Nindy pada Anjel yang masih memandanginya.

“Lama-lama kamu jadi cenayang. Enggak, aku hanya penasaran siapa yang kamu omeli, atasanmu?”

Nindy mengangguk, dia menghela nafas pelan, “Dia sama bodohnya dengan kamu, lelaki tampan dengan sejuta pesona yang tak mampu move on dari kekasihnya yang selingkuh. Padahal kalau dia mau, seribu perempuan datang padanya, mereka bahkan dengan senang hati melempar dirinya begitu saja, menawarkan berbagai servis untuknya.”

Anjel melotot tak percaya, dia begitu penasaran dengan sosok yang diceritakan Nindy, pasti lelaki itu tampan dan berkarisma, hingga banyak perempuan rela melakukan apa saja demi mendapatkannya.

"Lalu kenapa dia tidak bisa move on, harusnya itu hal yang mudah untuknya, dia tinggal tunjuk, wanita mana yang dia mau. beres, kan?"

Nindy menatap tajam ke arah Anjel, “Ish...!”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel