Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bagian 3

✨Destiny✨

Aku mengunci pintu kamar agar tidak dimasuki para orang aneh itu. Dibanding keluar, lebih baik aku berdiam diri di kamar hingga fajar tiba. Toh, jika dilihat-lihat kamarku menyimpan banyak camilan.

Kakiku melangkah mencari keberadaan toilet. Dan ternyata benar, di ujung kamar—tepatnya di dekat jendela—ada sebuah pintu yang mana terdapat toilet.

Apa ini lelucon? Mengapa aku tidak ingat memiliki toilet di kamar sendiri?.Aku mengusap wajah gusar.

Sebenarnya apa yang terjadi?

Pertanyaan itu terus terulang bak kaset rusak dalam benakku. Sedari kemarin hanya perihal itu yang terpatri dalam pikiranku. Aku beranjak menuju rak buku yang tertata rapi di bagian pertengahan kamar, sangat cantik, dekorasinya sangat sesuai dengan diriku yang suka ketenteraman.

Ah iya! Apa aku pernah bilang bahwa kamar ini begitu luas? Bila sudah, maka aku ingin mengatakannya sekali lagi. Kamar ini sangat-teramat luas! Entah seberapa kaya keluargaku ini hingga sanggup memelihara rumah begini. Maksudku—membersihkan rumah, membayar listrik, segala keperluan, juga merawat sekitar—sungguh merepotkan. Apalagi bila dilihat-lihat, banyak pembantu di sini. Apa orangtuaku sungguh bergelimang harta?

Baiklah, kembali ke tujuan semula. Aku mulai larut mencari-cari buku. Mataku menjelajah membaca setiap judul buku. Kebanyakan yang kudapat ialah novel mature content dan juga figure public.

Tanpa sadar tanganku tergerak mengambil sebuah buku, sampulnya seorang lelaki tanpa sehelaipun jubah tengah bermaking love bersama wanita. Sontak aku memekik kaget seraya melempar buku tersebut ke lantai.

Heol!

Buku macam apa itu?

Tanganku kembali terjulur mengambil buku lainnya.

"Ihhhh," pekikku dalam hati. Ini bukan seleraku!

Lantas—mengapa aku mengoleksi buku seperti ini?

Aku berusaha menetralkan keterkejutan dan beralih mengambil sebuah buku bersampul doraemon. Tampilannya seperti buku harian, tetapi tebalnya kira-kira lima puluh lembar. Aku tidak yakin itu buku harian. Tanpa babibu aku mendudukkan bokong di kursi kemudian bergegas membuka halaman pertama dari buku tersebut.

From: Sheya Kawai ulala:*

To: My love brother

Duh, halo semuaa

Apa gue terlalu alay ya? Hihi><

Ini pertama kalinya gue nulis kayak gini.

Berasa nulis diary tau ngga._.

Tapi coba tebak kenapa gue nulis beginian?

Hayooo

Karena apa?

Karena apa?

Karena apa?

Ka.re.na ha.ri i.ni Kak Gian se.nyum. ke gu.e

Yuhuuuuu

Iya gays!

Jadi, ceritanya Kak Gian tuh cuek banget. Dan baru kali ini dalem seumur hidup gue disenyumin ma tuh cowok!

Ngga nyangka

Ya... walau terkesan lebay, gue bersyukur Kak Gian mau nerima gue hehe.

Gue harap Kak Gian lebih banyak senyum ke gue hihi^^

XOXO

Alisku berkerut kala selesai membaca halaman pertama. Apa aku yang menulis ini? Sungguh?

Tapi, ini terlalu lebay. Ditambah, aku menyukai Gian?

Iyuh~ darimana datangnya perkiraan tersebut?

Lelah berpikir, akhirnya aku lanjut ke halaman kedua.

From: Shey Shey Sheya ippo○○

To: My nyebelin brother

Haii semuaaa

Bertemu lagi dengan gue yang tidak lain dan tidak bukan merupakan jodoh Kak Gian. Eh.

Yaa ... kita jumpa lagi karena di sini gue mau curhat huhu:(

Kakak gue bernama Varo tuh nyebelin pake kuadrat.

Ngga suka ah sama dia.

Dia ngenalin gue ma temen-temen cowoknya, mereka semua genit.

Sebenernya gue suka juga dideketin ma cogan, tapi ujung-ujungnya Kak Hesa murka ke gue><

Lain kali ngga mau temenan sama Varo lagi!

XOXO

"Alay banget," gumamku, bergidik atas apa yang kutulis. Meski kenyataannya, aku memang tidak menyukai Varo.

Aku kembali membalikkan halaman.

From: Sheya beauty

To: My soft brother

Hm ...

Kali ini, gue mau cerita.

Tentang ... Kakak gue bernama Zino.

Yas!

Pertama kali jumpa, dia keliatan dingin, ngga berekspresi, nggak pedulian, tapi taunya ...

Lembutnya kebangetanㅠㅠㅠㅠ

Ya walau ngga terlalu kentara, tapi gue tau sebenernya dia beneran peduli ma gue:"

Jadi terharu deh.

Intinya posisi Kak Gian di hati gue tergeser, jadi milik Kak Zino hihi~~~

XOXO

Aku terpelongo.

Zino? Bukannya Zino itu cowok yang tadi bertemu denganku di dapur?

Dia?

Si wajah datar?

Menolak persepsi itu, aku membaca ke halaman berikutnya.

From: Sheyalan! Eh engga. Sheyangtip!

To: My material brother

Pernah denger sultan yang selalu beliin apa aja untuk anaknya?

Yak! Gue ngerasain juga!

Kakak gue ... Azka, selalu beliin gue apapun.

Apapun!

A-pa-pun!

Kayak kali ini, gue minta beliin mobil mercedes terbaru, dan langsung dipesen!

Anjim, ngga nyangka deh gila.

Tapi pas ketauan Kak Hesa ... terpaksa dijual balik:(

Huhu:(

Kak Hesa pelit amat, nggak suka!

XOXO

Aku tidak percaya yang menulis ini adalah aku. Sebab di situ tertulis bahwa aku tidak menyukai Kak Hesa. Padahal aslinya, orang yang paling kusukai dan dapat membuatku nyaman hanya lah Hesa.

Tidak masuk akal.

Semua yang kubaca menurutku sangat aneh. Tidak dinalar sama sekali. Benar-benar berbeda dari jati diriku. Aku bahkan tidak ingat satu momen bersama mereka. Lalu—

Ah! Daripada lanjut membaca, yang mana malah membuatku bertambah bingung, alhasil aku bangkit berdiri kemudian menghempaskan tubuh di kasur. Sepertinya aku butuh istirahat sekejap, dikarenakan pusing di kepalaku kembali menjadi.

Nasib bagaimana hidupku selanjutnya, itu akan kupikirkan nanti. Yang penting sekarang adalah mengistirahatkan kepala yang sebentar lagi akan meledak.

Ya ... aku harus tidur. Mulai memejamkan mata, tidak perlu waktu lama, aku sudah berada di ambang mimpi.

•••••••••••••••••••••••••••••••••

Tok tok!

Tok tok tok!

Tok tok tok tok!

Aku mengerjapkan mata. Rasa kantuk masih menyerangku.

Tok tok tok tok!

Tok tok tok tok tok!

Sontak aku terbangun kala mendengar ketokan pintu yang tidak santai.

Tok tok tok!

Ketokan itu benar-benar menganggu.

"Shey! Sstt! Hei! Buka pintunya cepetan," bisik seseorang dari luar.

Aku terbengong-bengong, tidak tau harus apa.

Tok tok tok!

"Cepetan duh," bisiknya lagi, kali ini bernada menuntut.

Dan entah mengapa refleks aku berdiri, melangkah menuju pintu, serta-merta membuka pintu tersebut. Barulah tampak sosok yang mengacau tidur lelapku.

Dia menatapku sambil memasang wajah heran. "Kok lo belum siap-siap? Udah jam tujuh nih, entar Kak Hesa pulang. Duh Shey, Shey." Dia menggarut kening frustasi.

Aku hanya menampilkan wajah melongo, sebab rasa kantuk masih belum sepenuhnya menghilang.

"Satu jam lagi tamu-tamu bakal dateng." Dia menepuk jidat lalu menatapku lagi. "Mending sekarang lo ganti baju, nggak perlu mandi. Cuci muka! Udah buru, buru, buru!" Dia membalikkan tubuhku secara paksa lalu mendorongku menuju kamar mandi.

Aku bahkan belum menalar apa yang terjadi. Kejadiannya tadi; aku tidur, bermimpi, kemudian ada suara ketokan pintu, aku bangun, membukakan pintu tersebut, lalu ada orang gila yang menyuruhkan cepat-cepat berpakaian, sementara aku tidak tau berpakaian untuk apa.

Dia terus mendorong tubuhku. Semula aku diam menuruti keinginannya. Tetapi kala dia membasuh wajahku menggunakan air, aku tersentak dan tersadar bahwa aku diperlakukan tidak sewajarnya. Dan aku baru sadar, orang gila yang meracauku itu ialah cowok putih bernama Varo.

"Lo apa-apaan sih!" bentakku spontan. Tenggorokanku terasa tercekat, efek baru bangun tidur.

Dia tampak terkejut, seperti menyorot raut tidak percaya karena aku membentaknya.

"Lo gimana sih, Shey? Lupa sama perjanjian kita? Kita berempat udah rencanain ini dari sebulan lalu," jelas dia seraya menyorotku bingung.

"Berempat?"

"Ya iya. Gue, lo, Azka sama Keenan."

Aku membungkam. Termenung memikirkan sebuah rencana yang tadi dikatakan Varo.

"Rencana apa?" tanyaku, tidak mau berpikir keras.

Dia berdecak. "Masa lo lupa?"

"Ya namanya udah sebulan lalu! Gimana nggak lupa?!" bentakku lagi. Ini spontan dari lubuk hati, bahwa emosiku tersulut bila melihat wajah cowok ini.

"Hadeh, kalau gitu sekarang lo ganti baju dulu. Entar kalau udah siap, langsung gue kasih tau rencananya. Kira-kira sepuluh menit lagi Kak Hesa pulang, biar kita langsung check it out." Dia berpesan kemudian berlari keluar, meninggalkan aku yang membatu di tempat.

"Apa sih? Ini kenapa? Ada apa? Kenapa gue nggak inget apa-apa?" teriak batinku.

Aku mengusap wajah gusar. Daripada stres memikirkan hal tidak berguna terus, lebih baik aku menuruti titahan Varo. Kakiku melangkah keluar toilet, menuju lemari besar, bermaksud mengambil pakaian.

Sesaat setelah aku membuka lemari berupa ruangan kecil itu, mulutku terbuka lebar. Kagum akan pemandangan menakjubkan yang memanjakan mata.

"Ini baju-baju gue semua? Milik gue?!"

Aku menggeleng takjub. Baju-baju ini sungguh mewah. Beragam jenis dan beragam warna. Layaknya seorang putri yang memiliki koleksi gaun nyentrik. Mengkhayal sekejap, sedetik kemudian aku tersadar, segera mencari baju yang sesuai.

Sesungguhnya aku tidak tau pakaian seperti apa yang harus dipakai. Aku kembali mengingat perkataan Hesa dan juga Azka mengenai 'pesta nanti malam' itu artinya sekarang bukan? Berarti ini adalah pesta? Karena tidak memiliki pilihan lain, alhasil aku memilih dress berwarna pouch di atas lutut yang dihiasi mutiara kecil di sekitar pinggangnya.

Seusai mengenakan gaun tersebut, aku beralih menuju cermin. Terdapat banyak makeup di sana, namun aku sama sekali tidak pintar menggunakannya. Hingga akhirnya aku hanya memoleskan bedak bayi dan juga liptint ke bibir.

Sejenak aku meratapi wajah di cermin. Apa ini wajahku? Rasanya aku tidak pernah memiliki wajah secantik ini. Entah mengapa pernyataan itu hadir dalam hatiku.

Brak

"Udah?"

Aku tersentak, tiba-tiba pintu kamar terbuka diikuti wujud seseorang yang menyembul.

"Lo siapa?!" bentakku, lagi.

Dia mendengus, kemudian masuk dan menarikku keluar kamar.

"Ya gue Keenan. Sinting apa gimana sih. Sekarang cepetan, Azka sama Varo udah nungguin."

Dia terus menarik, menyeretku entah kemana.

Kepalanya tampak celingukan kesana-kemari. Kemudian menyuruhku untuk berjalan di depan.

Aku curiga dia akan melakukan suatu hal jahat. Aku menyiapkan mental, bersiap-siaga jika dia menyerang dari belakang. Tetapi hampir lima menit, aku belum menerima pukulan kayu atau apapun.

Kami masih berjalan, dia kembali memimpin langkah. Sekarang kami berada di sebuah ruangan panjang bak lorong sekolah. Aku tidak tau bagaimana mendeskripsikan tempat megah ini.

"Stop," ujarnya tiba-tiba. Sontak aku menghentikan langkah.

Aku menunggu apa yang terjadi selanjutnya, dan beberapa detik kemudian Varo dan Azka datang menghampiri kami.

"Kak Hesa udah di kamar," ujar Azka. Dia menatapku. "Sheya gue, lo harus bujuk dia sampe mau ya."

Keningku hanya berkerut sebagai respons.

Varo melirik Azka dan Keenan lalu mereka bertiga serempak menatap ke arahku.

"Lo beneran lupa rencana kita?" tanya Varo, memastikan.

Aku berubah kikuk, ditatap tiga cowok di ruangan tak berpenghuni membuatku berkeringat dingin.

"Seriusan?" tanya mereka.

Aku berdeheman menghilangkan canggung. Kuarahkan tatapan ke manik mereka satu per satu.

"Ya, gue lupa."

Mereka saling lirik kembali. Setelah itu mengerubungiku membentuk sebuah lingkaran. Aku semakin kikuk, terlebih aku berkontak fisik dengan mereka.

"Jadi gini ...." Azka membuka suara. "Nenek kan hari ini dateng ...."

Aku mendengar dengan seksama, mencerna segala penjelasan yang mereka beri.

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel