Chapter 3: Aku Percaya Hantu
Saat aku membuka mata, aku sudah berada di UKS. Lydia disampingku tertidur lelap sambari memegang erat tanganku. Aku tau, dia anak yg baik. Andai dia bisa memilih teman yg lebih baik dari teman-teman di kelasnya itu. Dia pasti jadi gadis yg penolong dan tidak perlu khawatir dihujat. Aku memilih Lydia untuk meminta bantuan karena dia adalah orang yg menurutku berbeda, dia hanya berusaha berbaur agar tak dianggap aneh oleh orang lain di kelas. Tapi aku tidak, aku tetaplah diriku. Aku tidak ingin menjadi seperti orang lain.
Aku berusaha mengingat apa yg baru saja terjadi tapi kepalaku masih sakit. Aku tak sengaja mendesah kecil saat kepalaku nyeri dan Lydia terbangun.
"Olivia, kau baik-baik saja?" Ucapnya spontan. Aku sebenarnya tidak ingin membangunkannya tapi apa boleh buat. Aku hanya mengangguk dan tersenyum tipis.
"Maaf, aku harusnya percaya padamu dari awal. Teman-teman dikelas sudah tau hal ini, mereka juga merasa tidak enak padamu." Ucapnya.
"Tidak apa. Ini salahku, selama ini aku bersikap dingin pada kalian, jadi wajar saja kalo kalian beranggapan begitu. Aku minta maaf." Jawabku. Lydia hanya tersenyum simpul dan menunduk.
"Ngomong-ngomong, kenapa kau tadi pingsan, Olivia?" Tanyanya lagi. Dan aku tiba-tiba kembali gemetar. Lydia mengingatkanku lagi dengan mahkluk mengerikan itu. Aku tak bisa melupakannya. Aku melotot dan menggenggam erat tangan Lydia, gadis itu juga terlihat kebingungan saat merasakan tanganku yg gemetar dan dingin.
"Ada apa? Kau kenapa?" Tanyanya khawatir. Dia hendak berdiri untuk memanggil guru tapi aku menghentikan niatnya.
"Lydia, apa kau melihat apa yg aku lihat?" Tanyaku gemetar. Dia hanya mengeryitkan dahi dan menggelengkan kepala. "Di toilet?! Saat kau menghampiriku, apa kau melihatnya? Seorang wanita yg menyeramkan?!" Bentakku ketakutan.
Lydia menepis tanganku dan mundur beberapa langkah. "Ada apa denganmu Via? Kau tiba-tiba jadi aneh... Pertama kau tanya soal suara, sekarang seorang wanita. Maksudmu apa?" Ucap Lydia.
Aku tau aku memang aneh dan aku tidak tau apa wanita itu asli atau hanyalah halusinasiku. Aku terdiam saat Lydia bilang begitu. Melihat ekpresinya membuatku menutup mulut rapat-rapat dan memilih utk menarik selimutku. Lydia menatapku dengan tatapan heran dan pergi untuk memanggil guru.
***
Wali kelasku membuat surat izin bagiku untuk pulang karena melihat kondisiku. Dia menelpon ibu, dan ibu secepat kilat langsung menjemputku. Beruntung saat itu ayah tidak ada di rumah. Dia belum pulang dari pekerjaannya. Lydia membantu membawakan tasku ke mobil, sedangkan aku masih memikirkan hal tadi. Aku tak banyak bicara saat diperjalanan pulang.
"Harusnya kau tidak perlu sekolah kalau sakit." Ucap Ibu dan membantuku berbaring dikasur.
Aku meminum air yg diberikan Ibu. "Aku tadi melihat sesuatu yg mengerikan..." Gumamku.
"Apa? Kau melihat apa?" Tanya Ibu. Dan aku kembali teringat dengan Lydia. Jika aku bertanya hal yg tak masuk akal ini, tidak akan ada yg percaya. Mereka akan menganggapku aneh. Aku tidak suka dianggap begitu. Lagipula aku masih belum memastikan apakah itu asli atau hanya halusinasi dari kepalaku yg begitu pusing saat itu.
"Lupakan." Ucapku memalingkan wajah. "Aku lelah, aku ingin istirahat bu." Lanjutku dan menarik selimut membelakangi Ibu.
Dia hanya menghela nafas dan mengelus singkat rambutku. "Baiklah, Ibu harus kembali ke kantor. Kau mau makan apa untuk makan malam? Tanyanya lembut.
"Terserah Ibu saja." Jawabku singkat. Aku bisa mendengar Ibu menghela nafas panjang. Dan beranjak dari kasurku. "Baiklah, jaga dirimu." Ucapnya. Ia menutup pelan pintu kamarku.
Aku sebenarnya tidak ingin mengabaikan Ibu, aku hanya masih shock dengan kejadian-kejadian tadi. Aku rasa aku hanya berhalusinasi, karena mungkin hari ini aku sedang sial dan sakit. Itu saja. Aku tidak ingin memikirkannya lagi, aku harus melupakan makhluk mengerikan itu.
Saat ku dengar suara mobil Ibu yg sudah menjauh aku beranjak dan turun ke lantai bawah. Hanya ada aku dirumah ini, aku adalah anak tunggal dan ayah kejam itu masih bekerja. Biasanya dia pulang jam 6 sore. Aku menatap jam dinding, masih menunjukkan pukul 3.
Aku sedikit merinding disini, tidak seperti biasanya. Entah mengapa aku merasa ada yg mengawasiku. Saat aku membuka lemari es untuk mengambil sekaleng soda, tiba-tiba air keran di wastafel cuci piring menyala dengan sendirinya. Aku hampir menjatuhkan kaleng minumanku karna kaget. Aku melihat keseliling, ini aneh. Aku tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya dan aku sering berada dirumah sendirian. Aku mematikan kerannya dan dengan langkah yg cepat pergi ke ruang tamu.
Aku menyalakan televisi dan duduk disofa. Sebenarnya aku tidak tertarik utk menonton TV, hanya saja kebisingan TV setidaknya bisa mengurangi kesunyian rumah dan rasa merindingku. Aku masih melirik kanan kiri, baiklah, aku merasa tidak aman dirumahku sendiri. Aku berusaha untuk mengabaikan perasaan tidak enak ini dengan minum dan ngemil beberapa permen dimeja. Bersikap setenang mungkin.
Olivia Bella~
Sebuah bisikan tiba-tiba terdengar, aku terkejut dan spontan berdiri. Menggosok-gosok kedua telingaku dengan telapak tangan karena aku benar-benar merasakan nafas seseorang yg menyebut namaku tepat di telinga. Saat itu juga televisiku tiba-tiba mati. Aku tidak memegang remote controlnya atau bahkan menyentuh televisinya. Aku bahkan melihat stok kontaknya masih tercolok. Lalu siapa yg mematikan televisi?
Bisa kau bayangkan, jika kau sendirian dirumah lalu benda-benda disekitarmu mati dan hidup sendiri? Dan kau mendengar bisikan aneh? Ini sangat mengerikan. Ayolah, aku tidak percaya dengan yg namanya hantu.
Praaaak!
Bingkai foto yg ada di dinding tiba-tiba jatuh. Kacanya pecah dan bingkainya ambruk. Aku benar-benar terkejut. "Oh tidak, Ibu pasti memarahiku. Atau mungkin ayah akan memarahiku." Gumamku.
Dengan cepat aku meraih sapu dan sekop di dapur dan membersihkan pecahan kaca itu, aku menaruh lembar foto itu di atas meja dan kembali ke dapur untuk meletakkan kembali sapu dan sekop. Namun saat aku kembali ke ruang tamu lagi, foto itu sudah menjadi potongan kecil. Aku tidak percaya, siapa yg merobeknya? Aku yakin, baru 5 detik aku ke dapur dan balik lagi kesini, dan fotonya tadi baik-baik saja.
Aku benar-benar ketakutan, aku kembali melirik ke setiap sudut ruangan. "Keluarlah! Siapapun kau berhenti mempermainkanku seperti ini, jangan bersembunyi, keluar!" Teriakku cemas. Tapi tak ada apapun, aku mendekati potongan foto itu dan menyadari ada sebuah tulisan difoto robek ini. Aku menyatukan foto itu seperti puzzle secara terbalik. Dan aku bisa membacanya.
___________________________________
Kau bisa melihatku sekarang, Olivia Bella?
___________________________________
"Apa ini?!" Teriakku kaget. Aku menjauh dari meja itu dan mundur perlahan. Mataku melirik kemana-mana dan aku sangat khawatir. Aku berharap Ibu pulang atau ayah, setidaknya aku tidak mau sendirian dirumah lagi. Aku berlari ke kamarku dan mengunci pintunya. Namun saat aku berbalik aku mendapati sebuah tulisan lagi di cermin meja riasku, sebuah lipstik tiba-tiba terlempar dan mendarat tepat dibawah kakiku. Lipstik kesayanganku habis? Aku menunduk untuk memungutnya. Tulisan itu ditulis menggunakan lipstik ini.
Dengan ragu-ragu aku mendekati cermin itu, tanganku gemetar menggenggam lipstik yg sudah habis ini. Aku membacanya perlahan.
“Ayo berteman, namaku Sonia. Mau berkunjung kerumahku? Hahahahahahaha.”
Aku menjatuhkan lipstikku dan mematung, cerminku dipenuhi dengan tulisan berantakan itu.
Olivia Bella!
Bisikan itu terdengar lagi, kali ini lebih kasar. Dia terdengar menuntut. Aku spontan menoleh kebelakang tapi tak ada siapapun. Dan saat aku menoleh ke depan cermin lagi. Aku melihat seorang gadis kecil, terpantul dari kaca cermin itu. Dia persis berdiri di belakangku. Rambutnya dikepang dua, mengenakan gaun selutut berwarna merah muda, sepatu ber-renda dengan hak pendek. Wajahnya dilukis seperti badut, namun lukisan diwajahnya berantakan dan sudah pudar separuh. Dia tersenyum dari pantulan kaca. Gadis kecil itu maju perlahan dan sekarang berdiri tepat di depanku.
Aku hanya bisa terdiam dan nafasku terengah-engah saking takutnya. Sekarang aku melihatnya. Benar-benar melihatnya. Dia mendongak dan menatapku dengan mata merahnya. Aku tidak tau apa yg harus ku lakukan, aku hanya bisa diam karna kakiku sangat berat untuk melangkah mundur. Gadis itu tertawa dan menyodorkan boneka Tedy milikku.
"Ayo main kak..." Ucapnya, lalu tertawa. Tawanya sangat menyeramkan dan menggema ke seluruh ruangan. Karna hal itu aku berlari tergesa-gesa membuka pintu kamar yg tadi aku kunci. Anak itu menjatuhkan tangannya yg tadi terangkat untuk menyodorkan boneka. Aku bisa melihat senyum diwajah gadis itu menghilang. Dia terlihat kesal.
"Kau jahat! Sonia tidak suka lagi dengan Olivia!!" Teriaknya, aku tergelincir dan jatuh dari anak tangga karena mendengar teriakannya. Ah, badanku rasanya sakit sekali. Aku berusaha untuk berdiri, lagipula aku sudah biasa luka memar seperti ini. Sonia tiba-tiba muncul di hadapanku, aku melangkah mundur dan dia merobek kepala boneka Tedy ku.
"Kau mau jadi seperti boneka ini, kakak?” Ucapnya dan melempar boneka yg robek itu kearahku.
“Aku tidak mau main denganmu! Dasar bocah!” Teriakku kesal karna dia merobek boneke kesayangan yg selama ini sudah menjadi temanku satu-satunya. Hantu itu merengut mendengar kata-kataku dan menatap sinis.
Air mata tak bisa ku bendung lagi. Rasa takut dan marah bercampur aduk. Aku memilih utk berbalik dan berlari dengan kaki yg pincang. Badanku benar-benar sakit tapi aku harus bertahan. Sekuat tenaga aku berlari menuju pintu keluar. Namun Sonia tiba-tiba muncul lagi dan mendorongku dari belakang saat aku hampir dekat dgn pintu.
Sungguh, aku rasanya tidak sanggup lagi untuk bergerak. Kepalaku sedikit luka dan berdarah. Barang-barang di sekitarku bergerak dan menjadi berantakan. Kursi dan meja terbalik, patung dan bingkai-bingkai foto jatuh dan pecah, semuanya rusak. Aku memegang kepalaku dgn air mata yg berceceran.
“Hentikan!” Teriakku yg tidak tahan lagi.
Aku mendengar suara tawa anak kecil yg melengking. Aku yakin itu Sonia. “Kau kakak yg jahat!” Bentaknya.
Aku menurunkan alisku dan berdiri. “Baiklah, aku minta maaf. Sekarang aku percaya pada hantu.” Jawabku.
Semua barang di sekitarku berhenti bergerak dan Sonia muncul lagi, kali ini dia berdiri di depan pintu dgn wajah yg tersenyum seram. “Adik yg baik selalu memaafkan kakaknya.” Ucapnya. Sonia membuka pintu itu secara perlahan, dan menyingkir dari depan pintu. “Tapi aku butuh waktu untuk memaafkan…!” Lanjutnya dgn sedikit penekanan di akhir.
Aku tersentak dan menyatukan kedua tanganku. “Kumohon, biarkan aku pergi. Aku percaya dgn keberadaanmu Sonia.”
“Apa kau lihat aku membuka pintu? Kalo kau mau pergi silahkan saja…” Ucapnya ramah, namun tak lepas dari mata merahnya yg bersinar.
Aku meneguk salivaku dan perlahan melangkahkan kaki. Sonia masih berdiri disana sembari memperhatikanku, dia terlihat mencurigakan.Saat aku berhasil mencapai ambang pintu, tubuhku seperti terdorong kuat keluar sampai aku terjatuh, lalu pintunya tertutup keras dgn sendirinya.
“Ingatlah bahwa aku belum memaafkanmu, kakak. Hahahaha!” Teriaknya dari dalam.
Aku langsung berdiri dan lari menjauh dari rumahku. Sekujur tubuhku sakit, dan aku benar-benar kacau. Aku merasa lega saat sudah sampai ditempat yg menurutku aman. Yaitu gereja.
Aku takut untuk kembali ke rumah itu lagi. Sekarang aku percaya bahwa hantu itu ada. Dan aku tidak tau kenapa aku bisa melihat mereka. Aku pergi ke telepon umum karena aku meninggalkan ponselku dikasur. Beruntung aku selalu mengantongi uang saku. Tapi hanya cukup untuk menyewa telepon.
Aku menelpon Ibu dan memintanya untuk menjemputku di gereja yg sering kami kunjungi. Dia sempat kebingungan dan bertanya banyak hal padaku, namun aku langsung menutup teleponnya. Semua orang melihatku dengan tatapan heran. Beberapa orang bahkan mengira aku habis berkelahi dan berulang kali menanyakan hal yg sama karna melihatku seperti ini. Tapi aku memilih untuk mengabaikannya, aku meringkuk, duduk dianak tangga gereja tersebut sembari menunggu Ibu.
