Pustaka
Bahasa Indonesia

My Boyfriend is A Ghost!

160.0K · Tamat
Bella Frasty
51
Bab
7.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Kisah kehidupan dari seorang gadis Indigo yg harus bertahan dengan kemampuannya melihat makhluk halus, seiring bertambahnya usia kemampuannya menjadi lebih aktif. Hingga pada suatu hari, orangtuanya memutuskan untuk berpisah dan dia harus pindah ke Jepang, disebuah apartemen sederhana, tak disangka disana ada seorang lelaki manis dengan seragam sekolah kuno, anak itu menyukai si gadis Indigo pada pandangan pertama. Namun dia menyadari, bahwa dia hanya seorang hantu lemah yg tak bisa apa-apa. Hingga ia memutuskan untuk mengambil tubuh dari manusia yg sedang putus asa dan menendang roh aslinya untuk keluar agar bisa bersama Olivia Bella, si gadis Indigo selamanya. Akan tetapi kisah cinta mereka tidak berjalan mulus dgn hadirnya seorang ketua kelas ideal yg juga ternyata disukai oleh Olivia, gadis itu kebingungan harus memilih diantara siapa. Hantu manis yg selalu membuatnya tersenyum atau Ketua kelas yg selalu membantu dirinya?

RomansaFantasiTeenfictionDewasaCinta Pada Pandangan PertamaSupernaturalSweetMenyedihkanBaperWanita Cantik

Prolog: Introduction

Namaku Olivia Bella, teman-temanku suka memanggilku 'Via'. Aku tinggal di Florida. Ibuku masih memiliki darah korea dan ayahku warga lokal. Hari ini aku berulang tahun yg ke 6 dan memasuki sekolah dasar. Aku anak yg pendiam sehingga aku sedikit kesulitan dalam berkomunikasi. Aku tidak tau, walaupun aku sudah berusaha namun mulutku seakan terkatup rapat dan enggan mengobrol atau sekedar menyapa.

Aku selalu menyalahkan orantuaku saat aku dalam kondisi itu, dari kecil aku sudah mendapat banyak kekerasan dari ayahku. Saat aku menginjak taman kanak-kanak, ayah dan ibuku selalu bertengkar hebat di depanku. Aku yg saat itu hanya gadis kecil yg lemah hanya bisa meringkuk diatas kasurku sambil memeluk boneka Teddy Bear besar kesayanganku, satu-satunya temanku.

Aku mendengar banyak suara piring yg dilempar, pecahan gelas kaca, serta bentakan dan tangisan. Aku terdiam tak berani untuk melontarkan kalimat saat mereka bertengkar. Aku ketakutan dan hanya menangis, aku bahkan melihat dengan mata kepalaku sendiri, bahwa ayahku menampar Ibu dengan kasar. Tetap saja, saat itu tak ada yg bisa kulakukan selain memeluk bonekaku.

Aku tidak tau kenapa mereka selalu bertengkar, ayah beberapa kali melempar benda-benda di dekatnya, bahkan ponselnya sendiri. Ayah juga pernah menarik dan menyeretku masuk ke rumah saat aku hanya ingin bermain dengan teman tetanggaku. Ia mengunci pintunya dan memukul badanku dengan ikat pinggang. Aku hanya anak kecil dan tidak tau apa kesalahanku, ayah bahkan sempat melemparku dengan botol minuman sampai pecah dan mengenai tembok disebelahku. Saat itu Ibu datang dan melindungiku, sekujur tubuhku sakit dan memerah karena ikat pinggang itu. Aku menangis sejadi-sejadinya dan Ibu membawaku masuk ke kamar sedangkan ayah hanya mendengus dan pergi keluar dengan raut wajah kesal.

"Ibu... Salahku apa? Temanku hanya memanggilku untuk bermain bersamanya, tiba-tiba ayah marah dan menarikku masuk." Isakku saat itu sembari memeluk erat Ibu.

Dia hanya tersenyum simpul dan membelai rambutku. "Kau tidak salah apa-apa. Mungkin karena sekarang sudah sore jadi ayah marah kalau kau main keluar." Jawabnya lembut.

"Memangnya kenapa kalau aku main sore? Apa itu berbahaya?" Tanyaku lagi, masih dengan air mata berceceran.

"Tidak juga. Anak kecil tidak boleh main sore, nanti diambil hantu. Mau hm?" Ucap Ibu sedikit menyentil hidungku.

Aku hanya mempoutkan mulutku, tanda bahwa aku sedang serius dan tidak tertarik dengan candaan Ibu. Dia hanya terkekeh kecil dan mengobati lukaku. Walaupun hanya itu alasannya, aku tetap tidak suka, ayah tega memukuliku dengan ikat pinggang hanya karena itu? Aku benci ayah.

Ibu selalu bersikap ceria dan selalu tersenyum di depanku. Aku tau, di belakang Ibu sangat tertekan. Aku sering melihatnya menangis diam-diam. Saat ayah pulang, Ibu slalu mengunci pintu kamarku dan tidak memperbolehkan aku keluar setidaknya sampai ayah tidur. Aku juga tau, Ibu hanya tidak mau ayah melakukan hal kasar padaku hanya untuk pelampiasan lagi, di dalam kamar aku tidak berani membuat suara sekecil apapun. Dia wanita yg kuat. Selalu bersabar menghadapi Iblis macam ayah.

***

Hari ini, aku pergi ke sekolah dasar. Ini adalah hari pertamaku. Ibu mengantarku pagi-pagi sekali sebelum ayah bangun. Aku buru-buru, rambutku dibiarkan terurai panjang, aku sangat gugup dan hanya bisa menunduk sambil menenteng tas berwarna pink dibelakangku. Suasana masih sepi dan dingin, aku mencari kelasku mondar mandir selama beberapa menit.

Hingga akhirnya aku menemukannya, kelas 1 A. Aku melihat sekeliling sebelum memasuki kelasku. Tetap tak ada siapapun. Aku menghidupkan lampu kelas dan ya, aku adalah orang pertama yg datang. Dengan langkah kecil aku meletakkan tasku di kursi nomor 2 dari belakang. Aku tidak tau dimana kursiku, aku hanya asal duduk, aku rasa karena ini hari pertama, mungkin siapa duluan dia dapat.

Aku menghela nafas dan melihat keseliling ruangan itu, seperti kelas pada umumnya, sedikit berbeda dengan kelas ditaman kanak-kanakku dulu. Ada lukisan anatomi tubuh manusia, angka, dan abjad. Serta papan tulis putih yg besar. Selama 20 menit aku hanya duduk termenung sendirian di kelas itu, sangat bodoh bukan? Anak lain mungkin akan berkeliling kelas, menyentuh beberapa barang yg belum pernah ia lihat, menulis sesuatu atau mengerjakan beberapa aktivitas. Tapi aku tidak, aku hanya merapatkan tanganku diatas meja dan duduk diam, hanya melirik ke sekitar dan sesekali menggigil dengan suasana pagi yg dingin.

Selang beberapa detik kemudian, akhirnya datang seorang anak. Dia sedikit terkejut saat melihatku, mungkin karna rambutku yg terurai dan hanya ada aku sendirian? Lalu dia terkekeh dan meletakkan tasnya dikursi persis depanku. Dia anak laki-laki, dengan mata biru dan rambut yg hitam. Dia berbalik badan untuk menyapaku.

"Hai, senang bertemu denganmu." Ucapnya dengan senyum lebar.

Aku sedikit tersentak dan menundukkan kepala. Aku malu, dan benar-benar gugup. Dia sangat manis saat tersenyum. Aku tidak tau perasaan apa ini, perasaan yg ada pada anak sekolah dasar. Dia semakin menatapku dgn tajam saat aku tidak menjawabnya. Aku mengangguk agar dia tidak menatapku lagi.

"Kau anak yg pendiam yah." Ucapnya terkekeh. Dan aku hanya tersenyum simpul untuk menanggapinya.

"Apa kau keberatan kalau aku duduk di depanmu?" Tanyanya. Aku tidak tau kenapa dia harus bertanya padaku. Silahkan saja dia mau duduk dimana. Aku mengangguk dan dia sekali lagi terkekeh.

"Tolong bicara, aku hanya ingin mengenalmu. Kita kan sudah jadi teman sekelas." Ucapnya. Lagi-lagi aku terdiam dan menuduk.

Tiba-tiba dia berdiri dan duduk di kursi tepat di sebelahku. Aku sangat gugup dan sedikit bergeser untuk menjauh darinya. Dia mengulurkan tangan dan tersenyum tipis. "Namaku Rey. Kau siapa?" Ucapnya.

Aku terpaksa meraih jabatan tangannya dan balas tersenyum. "Na-namaku, Olivia Bella." Jawabku gugup dan langsung melepaskan tanganku. Aku bisa mendengarnya tertawa kecil disampingku.

"Olivia Bella, namamu cantik. Sama seperti orangnya." Ucapnya sedikit mencondongkan wajahnya ke arahku.

"Te-terima kasih." Jawabku lagi. Dia terus tersenyum seperti orang aneh dan akhirnya pindah lagi ke tempat duduknya.

"Aku harap kita bisa jadi teman sekelas yg baik. Aku akan mencalonkan diriku untuk jadi ketua kelas, haha. Jangan lupa pilih aku nanti yah, Olivia." Ujarnya dan mengancungkan jempolnya.

Aku hanya mengangguk dan melemparkan senyuman tipis. Setelah itu dia kembali menghadap ke depan, mengeluarkan beberapa buku dan membaca. Sedangkan aku, masih tidak melakukan apa-apa.

Beberapa menit kemudian, satu persatu murid mulai datang dan memenuhi isi kelas. Aku melihat Rey menyapa setiap anak, dia sangat aktif. Sesekali bercanda dengan anak-anak yg lain. Aku kagum padanya, andai aku bisa jadi seperti dia. Disaat aku sedang asik-asiknya memperhatikan Rey, seseorang menghalangi pandanganku.

"Hallo..." Tegurnya. Aku mendongak dan melihat anak itu, mengenakan kaca mata dengan rambut pirang yg dikuncir. Dia terlihat imut dengan kaca mata berwarna ungu itu. "Boleh aku duduk disini? Kelihatannya tidak ada tempat kosong lagi untukku." Lanjutnya.

"Oh ya, tentu, si-silahkan..." Jawabku terbatah. Dia tersenyum lebar dan meletakkan tasnya dikursi sebelahku. Dia sedikit membetulkan kacamatanya yg hampir nyosor dari hidung mungilnya. "Namaku Azzahra." Ucapnya masih dengan senyum lebar miliknya.

"A-aku, Olivia." Jawabku singkat dan menunduk.

"Baiklah Olivia, sekarang kita resmi jadi teman sebangku. Hehe." Ucapnya sumringah dan memelukku singkat.

"Panggil saja aku Ara yah.. Itu lebih mudah disebut." Ucapnya, kembali tersenyum tipis.

Aku hanya mengangguk mengerti. Aku menemukan teman perempuan pertamaku, Azzahra. Aku harap ke depannya nanti dia adalah anak yg baik.

Namun harapanku sirna, Azzahra tidak sebaik yg aku kira.