Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Tanpa Ampun

Jian Tian : (Bagaimana aku bisa hidup tanpa dirimu suamiku?) ucap Nyonya Zhang sambil menitihkan air mata.

Zhang Fei : (Segera pergi, dan jangan lupa katakan pada Rey untuk membawa Laura dan selamatkan dia.) Lanjut Zhang Fei.

Jian Tian : (Aku mencintaimu suamiku, sampai bertemu di kehidupan selanjutnya.) ucap nyonya Zhang.

Zhang Fei : (Aku juga mencintaimu istriku.) ucap Zhang Fei terakhir kalinya.

Zhang Fei : (Aaahh!?) Jeritan Zhang Fei terdengar sangat menyayat hati

Beberapa saat kemudian Nyonya Zhang berusaha sekuat tenaga menarik nafas panjang dan berusaha untuk tetap sadar, setelah itu dia kembali menemui Rey, yang sedang memperhatikan Laura dan Yixing di taman.

"Rey ..." panggil nyonya Zhang.

"Ada yang bisa saya bantu Nyonya?" tanya Rey.

Nyonya Zhang menceritakan apa saja yang baru saja dikatakan oleh suaminya dan mengatakan jika Larry adalah dalang dibalik segala kekacauan ini.

"Brengsek! Ternyata ini adalah ulah Larry, aku sejak awal seharusnya lebih mengawasinya," ucap Rey berapi-api.

"Baiklah Nyonya, mari kita pergi dari tempat ini seperti yang tuan Zhang katakan selagi masih ada waktu, saya khawatir tidak lama lagi tempat ini pasti akan dikepung oleh orang-orang utusan Larry," ucap Rey.

Di tempat Zhang Yixing dan Laura.

Laura berlari untuk segera menemui anak laki-laki yang sudah dianggapnya sebagai kakak itu. Hatinya terasa sangat pedih, Laura ingin mengungkapkan segalanya pada Yixing karena Yixing adalah satu-satunya orang yang Laura percaya selain kedua orang tuanya. Laura sampai di tempat Yixing dan melihatnya tengah tersenyum sambil memberikan makanan pada ikan ikan di kolam itu.

Kepedihan hati Laura langsung hilang saat melihat senyum Yixing yang hangat bak sinar mentari pagi.

"Kakak Yixing," panggil Laura lirih, Yixing segera menoleh dengan perlahan.

"Laura? Kau disini rupanya ... Aku sudah menunggumu sejak kemarin," sahut Yixing.

Laura langsung memeluk kakaknya itu dengan penuh derai air mata.

"Jangan menangis, kau bisa mengatakan segalanya padaku," pinta Yixing sambil mengelus punggung Laura yang tengah terisak.

"Kakak, ayah dan ibu sudah meninggalkanku... Kini aku hanya seorang diri di dunia ini," ucap Laura sedih.

"Tidak mungkin mereka meninggalkanmu, lagi pula jika mereka benar-benar meninggalkanmu, setidaknya aku akan tetap disisimu," lanjut Yixing.

"Berjanjilah untuk tidak pernah meninggalkanku," pinta Laura.

"Aku berjanji, sekalipun aku kehilanganmu ... Aku akan menemukan di mana pun kamu bersembunyi dariku," lanjut Zhang Yixing yang terikut sedih. Laura tersenyum lebar mendengar ucapan  Yixing yang mampu menenangkannya.

Beberapa saat kemudian Nyonya Zhang mendatangi mereka dan diikuti oleh Rey dengan panik. Ibu Yixing langsung memeluk anaknya sambil menitihkan air matanya.

"Nona muda mari kita pergi sekarang, tempat ini sudah dikepung dan tidak aman lagi," pinta Rey dengan wajah pucat.

"Lalu bagaimana dengan kak Yixing?" tanya Laura.

"Bibi dan Zhang Yixing akan pergi ke Thailand, rumah nenek Yixing. Maaf Laura kami tidak bisa membawamu bersama kami," ucap Ibu Yixing.

Laura hanya bisa menundukkan kepalanya sedih.

"Jangan bersedih, ini hanya sementara kita akan segera berjumpa kembali, segera ... Aku berjanji," ucap Yixing.

"Maaf Nona muda, kita harus segera pergi saya takut kita akan kehabisan waktu," ajak Rey sambil kembali menggendong Laura.

"Kak Yixing!" seru Laura sambil mengulurkan tangannya, Yixing melambaikan tangannya dengan bibir yang dengan lirih berucap.

"Pergilah, aku baik-baik saja. Jangan khawatirkan diriku," ucap Yixing yang saat itu tidak tahu seberapa genting keadaannya.

Beberapa saat kemudian...

"Ibu, apa kita akan segera pergi ke rumah nenek?" tanya Yixing yang melihat kecemasan diwajah ibunya.

"Nak, sekarang yang penting kita harus segera pergi keluar dari rumah ini dulu, baru nanti kita pikirkan kemana kita akan pergi," ucap Ibu Yixing sambil mengambil beberapa perhiasan dan uang untuk mereka bertahan hidup diluar sana.

Beberapa saat kemudian, nyonya Zhang segera menarik tangan putranya untuk pergi keluar menuju gerbang utama rumah mereka. Namun sayangnya terdengar suara beberapa orang menggebrak gerbang utama rumah mereka dengan kasar. Yixing yang pada dasarnya berhati lembut dan hangat sangat ketakutan mendengar suara yang berasal dari luar itu, pria kecil itu bersembunyi dibelakang Ibunya.

Ibu Yixing tahu jika mereka sudah terlambat untuk pergi, dia tak mampu lagi menahan air matanya dan tangannya mulai gemetar hebat, dadanya terasa sesak. Dalam pikirannya jika dia memang harus mati itu mungkin sudah tidak begitu menyakitkan, namun bagaimana dengan putranya yang masih sangat muda dan polos ini harus berakhir dengan begitu mengenaskan, Ibu Yixing merinding hanya dengan membayangkannya saja.

Nyonya Zhang menatap anaknya dengan sendu.

"Hiks... hiks... hikss... Apa yang seharusnya ibu katakan padamu Nak?" tanya Ibu Yixing sambil menggenggam tangan anaknya erat.

"Ibu, tabahkanlah hatimu, aku yakin semuanya akan baik-baik saja, seperti yang selalu ibu katakan padaku," ucap Yixing tenang.

Ibu Yixing tersenyum.

"Nak, dengar... Ayah dan ibu sangat bangga memiliki putra seperti dirimu, ayah dan ibu akan selalu mencintaimu dimanapun kami berada," ucap Ibu Yixing dan kemudian memeluk Yixing dengan erat-erat.

Tiba-tiba tatapan ibu Yixing tertuju pada semak semak yang berada di antara bunga-bunga yang berada di halaman depan rumahnya.

"Nak bisakah ibu meminta sesuatu padamu?" tanya ibu Yixing, Yixing mengangguk tanpa mampu menatap mata Ibunya lagi.

"Kamu lihat semak-semak diantara bunga-bunga itu?" lanjut ibu Yixing.

Yixing hanya menganggukkan kepalanya.

"Nak bersembunyilah di sana, pastikan kamu benar-benar bersembunyi, jangan sampai orang lain bisa melihat mu, dan pastikan kamu tidak mengeluarkan suara apapun," pinta ibu Yixing.

"Dan dengar, setelah orang-orang itu pergi... larilah selagi kau bisa lari dan pergi dari sini," titah ibu Yixing meyakinkan anaknya.

Yixing kembali mengiyakan perkataan ibunya meskipun sesungguhnya Yixing tidak mengerti apa yang diminta oleh ibunya.

"Sudah, sekarang bersembunyilah," pinta ibu Yixing setelah memberikan kecupan terakhir pada anak semata wayangnya itu.

Beberapa saat kemudian ibu Yixing melihat pintu utama hampir terbuka, beberapa pelayan di rumah berlari mendatangi nyonya Zhang.

"Nyonya besar mereka benar-benar mengepung kita, apa yang harus kita lakukan?" tanya mereka ketakutan.

"Terimakasih atas kesetiaan kalian selama ini pada keluargaku, atas nama suamiku aku ucapkan terimakasih sekaligus meminta maaf karena tidak bisa menyelamatkan kalian semua," ucap nyonya Zhang sambil memperhatikan anaknya yang terlihat menyatu dengan semak-semak diantara bunga-bunga itu.

"Setidaknya ibu masih bisa melihatmu baik-baik saja sampai disaat-saat terakhir seperti ini," batin ibu Yixing

Beberapa saat kemudian pintu utama sudah terbuka dan sekitar 20 orang pria dengan tubuh tegap dan bermasker itu langsung memberondong tembakan kepada orang-orang yang mereka temui, nyonya Zhang langsung berjongkok dan memegangi kepalanya dengan kedua tangannya, setelah memastikan jika semua orang sudah mati para pengawal Larry langsung menghentikan tembakannya.

Mereka menemukan istri Zhang Fei yang ketakutan setengah mati dengan tubuh yang gemetaran hebat.

"Apa kabar Kak?" sapa Larry dengan wajah tanpa penyesalan sedikitpun.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel