
Ringkasan
Zhang Yixing harus terpisah bertahun-tahun lamanya dengan gadis yang dia cintai bernama Laura, paman Zhang Yixing dia yang menyebabkan mereka berdua menjadi yatim—piatu di saat yang bersamaan. Selama bertahun-tahun Zhang Yixing mengalami lupa ingatan, namun bayangan Laura tidak pernah pudar. Hingga suatu hari munculah seorang gadis yang mirip dengan seseorang dari ingatan Zhang Yixing namun dengan nama dan asal yang berbeda. Apakah itu Laura? Atau malah gadis yang lain?
Konspirasi
Di suatu pagi yang cerah, keluarga Laurin sedang menyantap sarapan pagi mereka.
"Laura, hari ini pergilah bersama dengan Zhang Yixing ke taman bunga lotus yang baru saja dibuka oleh ayah Yixing pagi ini," pinta Ayah Laura sambil menyesap kopi paginya.
"Tentu saja Ayah, aku akan pergi kemanapun itu asal bersama dengan kak Yixing, aku tidak akan pernah menolak," sahut Laura dengan penuh semangat menghabiskan sarapannya.
Beberapa saat kemudian setelah Laura menyelesaikan sarapan paginya, dia segera kembali ke kamarnya dan bersiap untuk bertemu dengan Zhang Yixing, sedang ayah dan ibu Laura masih duduk berdua di ruang makan dan asyik berbincang.
Tak lama kemudian terdengar suara keributan dari luar, disusul dengan masuknya pengawal setia mereka Rey, dengan tergesa-gesa.
"Tuan, Nyonya ... Tolong segera tinggalkan tempat ini dan selamatkan diri kalian," pinta Rey dengan tergesa-gesa wajahnya terlihat panik.
"Apa yang terjadi? Mengapa kau begitu panik?" tanya Laurin.
"Tuan, di depan, ada beberapa orang yang memaksa masuk dan membunuh orang kita begitu saja. Kami tidak mampu menahannya lebih lama lagi, saya mohon segeralah pergi dan menunggu hingga keadaan membaik," lanjut Rey.
"Lalu bagaimana denganmu?" tanya Laurin pada Rey.
"Saya akan menahan mereka, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk melawan mereka." Terang Rey dengan mata berapi-api.
Laurin mematung sejenak mendengarnya.
"Tuan, sudah tidak ada waktu lagi. Mohon segeralah untuk pergi."
Beberapa saat kemudian ayah dan ibu Laura segera masuk dan naik ke lantai atas menemui Laura, bermaksud untuk menyusul Laura dan membawanya pergi. Namun terlambat, mereka sudah masuk dan langsung dihadang oleh Rey. Pertarungan tidak terhindarkan lagi, mereka berjumlah 10 orang dengan kemampuan yang bisa dikatakan terlatih dan sangat profesional. Dengan mengerahkan segenap kemampuannya Rey hanya mampu mengalahkan empat orang dari mereka, karena bagaimanapun Rey kalah dalam jumlah membuatnya tidak bisa menahan mereka semua.
Laurin dan istrinya yang pergi untuk menjemput Laura di kamarnya pun juga tidak bisa menghindar lagi. Namun beruntung mereka tidak sempat untuk melihat Laura, ibu Laura melihat kesempatan ini dan langsung menyembunyikan Laura di dalam lemari pakaian dan hendak segera menguncinya.
"Ibu, katakan apa yang terjadi?" tanya Laura panik melihat wajah ibunya yang pucat dan mengeluarkan keringat dingin.
"Laura ibu ... Anak manis, kebanggaan ayah dan ibu ... Kamu adalah satu-satunya surga dunia bagi kami, ingat ya sayang ... Ayah dan ibu sangat mencintaimu, kami akan selalu menjagamu meskipun kami tidak lagi berada disampingmu. Dan ingat kamu harus hidup bahagia dan panjang umur, ayah dan ibu menyayangimu," ucap ibu Laura, dia berusaha mengungkapkan rasa cintanya pada putri semata wayangnya itu. Karena bisa jadi ini adalah hari terakhir mereka.
Laura tidak tahu apa yang harus dia katakan, air matanya mulai menetes dengan derasnya. Setelah pelukan dan kecupan terakhir. Ibu Laura segera menutup pintu lemari pakaian itu dan menguncinya, namun Laura masih bisa melihat ibunya dari sela lubang kunci.
Laura mengusap air matanya dan melihat ibunya duduk di depan meja riasnya, terlihat sesekali dia terkejut karena suara teriakan dari luar kamar itu yang mungkin saja suara itu berasal dari jeritan ayah Laura.
Beberapa saat kemudian seorang pria dengan sebilah pedang samurai ditangannya yang masih meneteskan tetesan darah segar itu masuk kedalam kamar Laura dan menemukan ibu Laura yang sedang duduk di depan meja rias. Tanpa basa-basi pria itu mulai menebas tubuh ibu Laura.
Laura yang saat itu masih sangat belia, merekam dengan jelas bagaimana pedang ibu menembus tubuh ibunya. Tubuhnya serasa dihempaskan seketika dia langsung terkulai lemas, mual dan kepalanya pusing.
Beberapa saat kemudian Laura mendengar suara Rey, Rey mulai menghajar pria yang melukai ibunya dan beberapa saat kemudian Rey berhasil melumpuhkan pria itu. Namun terlambat karena nyonya besarnya sudah tidak bisa ditolong.
Darah berceceran dimana-mana, Laura melihat keputusasaan Rey saat melihat nyonyanya terkapar bersimbah darah.
"Astaga ... Apa yang sebenarnya terjadi, maafkan saya nyonya saya tidak bisa menyelamatkan anda, saya tidak berguna," ucap Rey sambil berlutut dan menangis sejadi-jadinya.
Rey, terluka di bagian perutnya namun dia masih bisa bertahan. Di tengah penyesalannya karena tidak bisa melindungi tuannya tiba tiba pandangan Rey tertuju pada lemari tempat Laura bersembunyi. Dari lubang kecil itu mata Laura dan Rey bertemu.
Perlahan Rey mendekati lemari itu dan memanggil nama Laura lirih sambil menahan nyeri pada luka tusukan perutnya.
"Nona muda ... Nona muda ... Apakah itu benar anda?" tanyanya lirih, suara Rey terdengar oleh Laura.
Perlahan Rey membuka pintu lemari Laura dan menemukan Laura yang duduk bersimpuh ketakutan. Perlahan Rey tersenyum setelah melihat Laura.
"Nona muda ..." panggil Rey, matanya terlihat berbinar seakan-akan dia melihat harapan jika semuanya belum berakhir di sini.
Rey tersenyum meringis sambil mengulurkan tangannya pada Laura yang terlihat pucat itu.
"Nona muda, keluarlah ... Kita harus segera pergi dan menyelamatkan diri dari sini," ucap Rey sambil mulai menarik tangan Laura lembut.
Laura yang baru saja mengalami hal buruk tidak mau keluar begitu saja. Dia masih ketakutan dan tatapannya masih tertuju pada sang ibu yang bersimbah darah.
Rey menyadari ke mana arah tatapan Nona kecilnya itu.
"Maaf Nona, saya melupakan sesuatu," ucap seraya Rey mengambil sebuah selimut dan menutupi jasad nyonya besarnya itu, sambil melakukan penghormatan terakhirnya.
"Nona muda saya tahu ini memang sulit untuk Anda, tapi bagaimanapun caranya kita harus keluar dari rumah ini, tolong tatap saya dan jangan palingkan pandangan Anda. Anda hanya perlu melihat pinta Rey sambil terus membujuk nona mudanya itu.
Laura akhirnya menyambut tangan Rey dengan ragu-ragu namun dia tahu jika Rey adalah orang kepercayaan ayahnya, kini Laura sudah keluar dari lemari pakaian itu sambil terus menatap wajah Rey tanpa memalingkan pandangannya sedikit—pun. Akhirnya Laura sudah berada di hadapan Rey.
"Dengar Nona muda, sebelum mereka kembali datang dan menemukan kita dengan membawa pasukan lebih banyak lagi, kita harus segera pergi dari sini."
"Tetap seperti ini, jangan palingkan pandangan Anda," ucap Rey mengulanginya untuk kesekian kalinya.
"Tunggu ..." ucap gadis kecil itu lirih.
"Ada apa lagi Nona? Kita akan kehabisan waktu." Tegas Rey mulai kehilangan kesabaran karena takut mereka tidak memiliki waktu untuk pergi dari rumah itu.
"Ijinkan aku membawa foto ayah dan ibu," pinta Laura dengan nada suara gemetar.
Tanpa banyak bicara lagi, Rey segera mengambil tas dan memasukkan foto, album kenangan, beberapa pakaian, boneka dan syal kesayangan nona mudanya itu. Karena bagaimanapun Laura adalah gadis kecil yang tidak bisa begitu saja hidup layaknya orang dewasa.
"Ada lagi yang ingin anda bawa Nona muda?" tanya Rey.
Laura menggelengkan kepalanya, beberapa saat kemudian Rey, merasa jika mereka sudah hampir kehabisan waktu jadi dia memilih untuk menggendong nona mudanya itu sambil menahan luka perutnya yang mungkin akan semakin melebar.
Mereka keluar dari rumah itu melewati pintu rahasia yang hanya diketahui oleh Laurin dan Rey. Beberapa saat kemudian mereka sampai di luar rumah. Rey sudah tidak mampu lagi menahan sakit lukanya lebih lama lagi.
