Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Pahlawan

Tidak ada cara lain yang bisa Bara lakukan selain meminta bantuan lagi kepada istrinya. Padahal dirinya ingin berusaha untuk mencari bantuan sendiri tetapi pada kenyataannya usaha yang dilakukan itu selalu saja gagal memang dirinya tidak pantas untuk menjadi seorang kepala rumah tangga karena tidak butuh untuk mencari bantuan dan lagi-lagi hanya bisa mengandalkan istrinya untuk memenuhi kebutuhannya itu.

Dengan berat hati ia membuka ponselnya kemudian menelepon sosok yang sedang berlibur di Bali bersama dengan keluarganya.

(Hallo, Kamu nelpon aku ada apa sih? Kamu lupa ya kalau aku lagi liburan sama keluarga Jadi kamu jangan ganggu dong!)

"Maafkan aku Alea. Terpaksa aku harus mengganggu waktu liburan kamu dengan keluarga Karena ada sesuatu hal yang ingin aku sampaikan kepadamu,"

(Katakan saja dengan jelas jangan terlalu berbelit Aku tidak suka lelaki yang terlalu banyak bicara dan tidak langsung to the poin kamu pikir urusanku cuma kamu aja? Cepat katakan jangan sampai buat mood aku berubah ya gara-gara ulah kamu itu!)

"Aku memerlukan bantuanmu lagi. Ibuku sedang sekarat di rumah sakit dan memerlukan uang 500 juta untuk biaya operasinya. Jika sampai aku tidak melakukan operasi itu maka nyawa ibu yang akan melayang. Aku rela melakukan apapun yang kamu inginkan bahkan sampai bekerja hingga pagi pun aku juga akan melakukannya, yang penting aku bisa mendapatkan uang 500 juta itu sekarang juga,"

Terdengar suara laan nafas berasal dari seberang sana. Ini bukan pertama kalinya tetapi selama menjadi suaminya Bara selalu saja merepotkan dirinya serta meminta uang yang nominalnya tidak sedikit kepada dirinya. Sedangkan Alea sendiri juga bekerja susah payah untuk memenuhi kebutuhannya sendiri serta menghidupi suaminya dan keluarganya.

(Uang lagi uang lagi, tidak bisakah sehari saja kamu tidak merepotkanku perihal uang? Selalu saja yang menjadi topik pembicaraanmu uang. Sudah berapa banyak uang yang aku keluarkan untuk keluargamu? Bahkan aku rela kerja keras memenuhi kebutuhanku sendiri yang seharusnya kamu tanggung. Masih saja kamu merepotkanku tentang uang? Aku capek Bara!)

Klip.

Bara melempar ponsel miliknya secara kasar kemudian mengusap wajahnya itu penuh dengan frustasi. Tubuhnya terasa lemas dan tidak ada harapan lagi bahkan sang istri pun tidak mau menolongnya dan hal itu ia memaklumi karena selama ini sudah terlalu banyak beliau membantunya.

"Kemana lagi aku harus mendapatkan uang sebanyak itu?" Ucapnya dengan nada sendu.

Bugh.

"Aaarrgghhtt..!! Tolong..!! Lepaskan aku! Tolong..!!"

Bara bangkit dari duduknya kemudian berlari mengejar sosok pemuda yang telah membawa wanita di dalam gendongannya.

"Hey, berhenti..!!"

"Jangan lari..!!"

"Siapa kamu? Berani sekali ikut campur urusan kami. Atau kamu akan mati di tangan kami!" Tegasnya.

"Kalau memang kalian gentle harusnya nggak main fisik sama wanita. Tapi kayaknya memang kalian ini seorang pecundang yang tidak punya harga diri yang hanya berani dengan wanita!"

"Kurang ajar!"

Bugh.

Bugh.

Bugh.

6 pemuda itu mengeroyok Bara hingga membuat dirinya lemah dan tidak berdaya di bawah sana. Bekas pukulan di cafe tadi masih membekas pada wajahnya serta membuat beberapa luka lebam di sana namun tidak membuatnya menyerah begitu saja. Pukulan demi pukulan ditambah dan mengenai luka itu tetapi dirinya seakan mati rasa tidak merasakan kesakitan sedikitpun.

Sementara wanita itu terus memperhatikan dirinya serta khawatir terhadap keadaannya. Hingga beberapa detik kemudian wanita itu menerobos di tengah pertengkaran hingga membuat sang empunya jatuh terpental hal itu membuat Bara bergegas untuk menolongnya kemudian membawa kabur wanita itu menjauh dari segerombolan penjahat dan mengamankannya untuk sementara waktu.

"Kamu gak kenapa-kenapa? Maaf kalau kamu terluka," ucap Bara khawatir.

"Seharusnya aku yang meminta maaf kepadamu karena dirikulah kamu jadi seperti ini. Maafkan Aku," ucapan minta itu sembari menangis.

"Aku lelaki tidak akan rela membiarkan wanita terluka begitu saja apalagi dikeroyok oleh para lelaki pecundang yang tidak punya malu,"

"Sekali lagi aku terima kasih-"

Bugh.

"Hey, bangun! Aku mohon bangun! Kamu kenapa?"

"Astaga bagaimana ini?"

Ucapan wanita itu panik kalau melihat Bara yang sudah tergeletak lemah. Lelaki itu pingsan tempat di hadapan wanita itu dan di pinggir jalan tidak ada satu orang pun yang melewati jalanan tersebut.

**

Tempat pukul 00.00 WIB, Bara terbangun dari pingsannya dan heran menatap ke sekeliling ruangan yang nampak berbeda. Ia terbangun dan bergegas untuk turun dari ranjang itu karena mengingat bahwa dirinya harus menemui sang ibu yang sendirian di rumah sakit.

Namun pada saat Baru saja sampai di depan pintu tiba-tiba seorang pemuda datang menghampirinya bersama dengan wanita yang ditolongnya tadi.

"Kamu sudah bangun? Mau ke mana? Keadaan kamu masih kurang baik apakah tidak sebaiknya kamu singgah di sini untuk sementara waktu? Setidaknya sampai besok pagi," ucap wanita itu.

"Apa yang dikatakan Cinde benar, lebih baik kamu di sini saja dulu. Lagian juga aku belum berterima kasih kepadamu karena telah membantu dan menyelamatkan putriku dari segerombolan orang jahat. Rasanya aku berhutang budi kepadamu,"

"Tapi maaf Pak sepertinya saya tidak bisa. Karena Ibu saya sedang sendirian di rumah sakit dan memerlukanku," tolaknya dengan ada khawatir.

"Siapa namamu?"

"Namaku Bara,"

"Panggil saja aku Tio. Aku sangat berterima kasih kepadamu karena telah membantu putriku. Lantas apa yang harus aku lakukan sebagai balasan atas bantuanmu terhadap putriku?"

"Saya menolong Putri Bapak dengan ikhlas. Bapak tidak perlu memikirkan itu. Yang terpenting sekarang putri Bapak Cinde sudah kembali ke dalam pelukan dalam keadaan baik-baik saja,"

Detik itu juga wanita bernama Cinde memberikan sebuah amplop berwarna coklat kepada Bara. Hal itu membuatnya merasa bingung sampai pada akhirnya wanita itu tersenyum ke arahnya.

"Uang rp500 juta untuk biaya pengobatan ibu kamu yang harus mendapatkan penanganan saat ini juga. Aku yakin kamu pasti sangat membutuhkan uang itu bukan? Bukannya aku berniat ingin merendahkanmu tetapi uang sebanyak itu tidak mungkin bisa kamu dapatkan dalam satu malam,"

Bara tertegun mendengar ucapan wanita itu. Bagaimana mungkin wanita itu mengetahui semuanya?

"Aku tidak sengaja mendengarnya pada saat di cafe tadi. Dan aku juga melihat dengan mata dan kepalaku sendiri bahwa kamu dihajar habis-habisan serta dipermalukan di depan umum oleh wanita dan lelaki itu bukan?"

"Kk-kkamu kok tahu?"

"Ya! Aku tidak buta. Dan semua itu hanya kebetulan saja aku melihatnya. Tolong ambil uang itu dan berikan kepada ibumu. Uang 500 juta tidak ada harganya dibandingkan dengan hutang nyawaku terhadap dirimu!"

"Tapi maafkan aku Cinde. Sepertinya aku tidak bisa menerima uang ini. Aku benar-benar tulus membantumu dan aku ikhlas tidak memerlukan imbalan supaya sepeserpun,"

"Jangan munafik Bara! Aku yakin kamu sangat memerlukan uang itu. Ambilah! Aku juga ikhlas,"

"Baiklah kalau memang itu keinginanmu maka aku menganggap saat ini sedang berhutang uang 500 juta kepadamu. Setelah ini aku berjanji akan datang lagi ke tempat ini kemudian mengembalikan uang 500 juta ini,"

"Tapi-"

"Perjanjian sebagai hutang atau Aku tidak akan menerima uang ini sepeserpun?!" Ancam Bara.

"Baiklah terserah apa anggapanmu tentang uang itu. Yang terpenting kamu jangan terburu-buru untuk mengembalikannya. Fokuslah terlebih dahulu untuk perawatan ibu kamu, Dan perlu kamu ingat bahwa aku tidak pernah mengharapkan uang itu untuk kembali!" Tegasnya.

"Terima kasih Cinde!"

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel