Amulet Budha
Seperti seorang gelandangan yang tidak memiliki arah serta tujuan. Tidak ada lagi harapan untuk mendapatkan uang 500 juta setelah semua usaha yang ia lakukan, namun entah mengapa tiba-tiba kaki itu membawanya ke sebuah kuno yang berada di tepi danau dengan pemandangan yang sangat luar biasa. Gubuk kecil itu merupakan milik kakek dan neneknya dulu, bahkan ia sempat tinggal disana. Ia mengingat dulu, setiap orang tuanya bertengkar selalu mendatangi mereka untuk menenangkan diri, sampai akhirnya mereka berpisah dan ia sudah sibuk menghidupi ibunya sampai tidak pernah mendatangi neneknya yang hidup sendiri disini.
Bara sangat bodoh, berharap meminta bantuan uang kepada nenek tua yang hidup sebatang kara disini. Namun tidak ada cara lain, ia hanya penuh harap ada keajaiban melalui sang nenek.
Ia tersenyum manis melihat seorang nenek berjalan membungkuk sembari menggendong kayu bakar. Ia bergegas mengambil alih gendongannya, dan sang nenek yang awalnya bingung itu kini menangis sambil memeluknya.
"Bara, kamu kemana saja nak? Bagaimana dengan kehidupanmu sekarang? Nenek selalu mengkhawatirkan keadaanmu, sebab setelah menikah kamu sudah tidak mendatangi nenek lagi," ucapnya dengan nada bergetar.
"Hidup Bara hancur setelah perceraian ayah dan ibu, aku kesulitan dalam menjalani hidup nek. Untuk makan saja aku menumpang hidup dengan keluarga Edwels," tukasnya sembari menangis lemah.
"Bagaimana keadaan ibumu?"
Tangis itu kembali pecah, dan semakin sakit dibuatnya. Nenek turut menangis melihat cucunya yang histeris pula, hal itu membuat nenek semakin mengeratkan pelukannya terhadap Bara.
"Ibu sekarang terbaring lemah di rumah sakit memerlukan pertolongan, dan aku gagal mencari bantuan uang untuk operasi nek. Tidak ada satu orang pun yang mau meminjamkan uang kepadaku," ucapnya mengadu sembari menangis.
"Ayahmu?"
"Dia seorang pengecut yang tidak berani kepada istrinya! Bahkan aku tidak sudi berlutut di depannya hanya untuk mendapatkan pinjaman uang," celetuknya lagi.
"Maafkan nenek yang tidak bisa membantumu Bara, kamu tahu sendiri bahwa disini nenek hidup sebatangkara, tidak memiliki uang sepeser pun, sampaikan permintaan maaf nenek kepada ibumu," pintanya.
"Aku mengerti nek, do'akan saja semoga aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu segera nek. Karena aku yakin pasti ada orang baik di luar sana yang mau menolongku," ucapnya sembari mengusap air mata.
Ia berada di gubuk tua itu sekitar dua puluh menit lamanya, namun mampu membuat otaknya sedikit fresh dari sebelumnya. Kini semangatnya mulai tumbuh untuk mencari bantuan lagi. Sampai akhirnya sang nenek kembali, dan itu ia akan berpamitan.
"Bara kembali cari bantuan dulu nek. Sudah lama Bara berada di luar, takutnya malam segera tiba dan Bara masih belum mendapatkan bantuan," ucapnya sembari mencium punggung tangan neneknya.
"Bara tunggu!"
"Ada apa nek?"
"Ambil barang ini siapa tahu berguna untuk menambah kekuatan ibumu. Karena nenek yakin bahwa barang milik kakekmu itu pasti memiliki energi, sebab hampir semua barang beliau pasti ada energi didalamnya entah bagaimana cara menggunakannya," ucapnya.
Bara mengernyitkan dahinya menatap sebuah kalung hitam yang disimpan didalam sebuah kain merah. Ia tersenyum ketir mendengar ucapan neneknya.
"Ini hanya barang antik nek, zaman sekarang mana mungkin bisa membuat keajaiban? Aku hanya percaya dengan dewa. Tetapi aku akan menyimpannya untukku sendiri," ucapnya tidak percaya.
"Baiklah, kamu jaga diri baik-baik. Ingat pesan nenek, sejahat apapun orang lain kepadamu jangan sampai kamu membalas perbuatannya kecuali kamu menolong orang yang berada dalam kesulitan!"
"Baik nek,"
Bara berjalan penuh dengan semangat untuk mencari bantuan lagi. Sampai ia berhenti di depan sebuah cafe mewah dengan pengunjung hampir sepenuhnya orang berada. Seluruh pasang mata menatapnya dengan sinis, banyak juga yang meremehkan penampilannya yang kusut dan hanya dia yang mengenakan pakaian jelek.
"Ngapain gembel disini?"
"Bram, lihat ada gembel disini," ucap salah satu dari sekelompok pria yang tengah menikmati minuman di bangkunya.
Seketika lelaki bernama Bram langsung menghampirinya dan menatap sinis kearahnya.
"Aku ingin mencari Mona,"
"Untuk apa kamu mencari Mona? Dia sekarang kekasihku, dan kamu tidak berhak mencarinya!" Ucap tegas Bram sembari menatap kearah Bara dengan sinis.
"Bukan urusanmu! Aku ada keperluan penting dengannya! Jangan khawatir, dia tidak akan terluka bersamaku!" Tegas Bara.
Sampai tidak lama kemudian seorang wanita cantik berpakaian sexy datang menghampiri mereka dan terkejut melihat kehadiran Bara dengan pakaian lusuh di cafenya.
"Bara, apa yang sedang kamu lakukan disini?"
"Mona, aku ingin berbicara penting denganmu. Kita bisa bicara di luar sebentar kan?"
Seketika wanita itu menatap ke arah kekasihnya namun lelaki itu nampak tidak mengizinkan. Sampai pada akhirnya Mona yang menyadari akan perubahan raut wajah kekasihnya itu pun tidak berani untuk membantah dan meminta Bara untuk berbicara di sini saja.
"Sepertinya kita bisa berbicara di sini, tidak masalah jika orang lain melihatnya ataupun mendengar. Katakan saja kepadaku apa yang membuatmu sampai datang ke kafe ini? Dalam keadaan yang berantakan,"ucapnya sembari menatap penampilan yang acak-acakan.
"Aku ingin meminjam uang rp500 juta kepadamu. Besok kalau istriku sudah kembali dari liburan maka aku akan mengembalikan seluruh uang itu tanpa tersisa sepeser pun!"
"Hahaha..!! Pinjam uang? Kamu bikin 500 juta itu nominal yang kecil? Aku tidak akan membiarkan orang lain meminta uang secara percuma kepada kekasihku yang mana aku tahu sendiri dia bekerja keras untuk mendapatkan uang itu!"
"Sementara dirimu? Seorang lelaki gelandangan yang tidak memiliki usaha untuk mendapatkan uang? Makannya kerja biar kamu punya uang!" Bentak Bram tidak terima.
"Mona aku mohon, ini untuk yang terakhir kalinya. Aku meminjam bukan meminta. Ibuku sedang sekarat di rumah sakit tidak ada satu orang pun yang mau menolongku, dan hanya dirimu yang menjadi harapanku satu-satunya untuk saat ini Mona!"
"Tidak bisa! Aku tidak mengizinkannya!"
"Mona.."
Bugh.
Bugh.
Lelaki itu menghajar Bram sampai membuat Bara jatuh tersungkur ke lantai dengan tubuh yang penuh dengan darah. Kini 5 kelompok lelaki pasukan dari kekasih Mona juga ikut menyerang dirinya sampai membuat tubuhnya babak belur lemah dan tidak berdaya.
"Sampai kamu menangis darah pun aku tidak akan membiarkan kekasihku untuk merelakan uangnya untuk dirimu!"
"Seorang pecundang sepertimu tidak layak untuk dibantu. Wajar saja jika mereka tidak mau menolong karena melihat dirimu yang tidak mau berusaha. Seharusnya sebagai seorang lelaki melakukan apapun untuk mendapatkan uang itu dengan cara bekerja bukan mengemis seperti ini!"
"Dasar pecundang!"
Bugh.
Bugh.
Bugh.
"Bara, maafkan aku tidak bisa membantu. Dan semua yang dikatakan Bram itu benar. Lebih baik kamu pergi dari kafe ini sekarang juga daripada nanti kamu lebih terluka lagi,"
"Mona untuk kali ini saja aku mohon bantu aku!"
"Kalau kamu ingin mendapatkan pinjaman uang rp500 juta, jilat kakiku sekarang juga!" Pinta Bram dengan tegas dan dingin.
"Lakukan sekarang juga pecundang!"
Bersambung...
