Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 6: Another Coincidence

Lara

Aku tidak perlu menjelaskan banyak hal kepada Zach mengenai perasaanku sebenarnya. Alasan mengapa aku menolak untuk bertemu dengan dirinya lagi. Untunglah, telpon dari ibuku sedikit menginterupsi, sebenarnya dia tak meminta aku datang dengan cepat hanya saja aku ingin cepat-cepat pergi dari Zach sebab dia bertanya macam-macam. Dia mengungkapkan perasaannya seolah-olah dia benar-benar jatuh cinta kepadaku. Aku tak bisa menilainya, kita baru bertemu tiga kali sejak malam itu. Aku rasanya tidak percaya ada cinta satu malam setelah kejadian hari itu.

Entahlah, aku rasanya tak ingin berhubungan atau bahkan mencoba untuk berhubungan. Aku tak pernah siap untuk mencoba sekali lagi setelah kegagalan waktu itu. Apa yang aku katakan kepada Zach adalah sebuah kebenaran bahwa lelaki bagiku hanyalah sebagai pemuas nafsuku semata. Selama berbulan-bulan aku bekerja tanpa henti, tanpa libur, waktuku hanya untuk para klien, rapat hampir setiap saat. Jarang tidur sebab harus menganalisis setiap kasus yang diselaraskan dengan peraturan yang ada. Jarang sarapan karena harus pergi ke tempat kerja lebih awal.

Pekerjaan sebagai pengacara sebenarnya tak begitu berat bagiku, aku menyukainya. Terlebih aku sangat menyukai kesibukan yang membantuku untuk melupakan hal-hal yang tidak perlu ku ingat. Walaupun untuk melupakan hal-hal yang sudah berlalu cukup sulit bagiku, aku tetap merasa sedikit tenang dengan kesibukanku sebagai seorang pengacara. Terkadang, aku merasa bosan sehingga, pergi ke club untuk mendengarkan musik, minum bir dan liqour bersama sahabatku, Rena atau bersama dengan Althea merupakan salah satu hiburan yang menghilangkan sedikit rasa bosanku. Tak jarang juga aku pergi menonton film sendirian di bioskop.

Aku tak ingin pergi sendirian jika boleh jujur, setiap tempat yang ku datangi seolah terdapat bayangannya bersamaku. Aku tak ingin mengingat hal itu, jujur saja. Itulah alasan mengapa aku lebih suka menyempatkan waktu di club untuk mabuk dan menikmati musik di antara lautan manusia yang sedang berpesta. Sebab, keraiaman membuat hatiku tenang karena tidak ada di dia di antara lautan keramaian itu. Menemukan Zach merupakan sebuah kebetulan, aku bahkan tak tau ternyata dia adalah pewaris utama Foster Group. Dia adalah anak dari musuh ayahku, Foster dan Stevenson sudah lama bermusuhan sebab beberapa hal.

Dan entah bagaimana semesta mempertemukan kita kembali melalui kapal dimana kami menghadiri undangan yang sama. Aku masih mengingat dengan jelas ketika dia menangkap tubuhku, aku merasakan detak jantungku berdegup kencang berada di pelukannya. Kita sempat berbicara singkat ketika aku sedang bosan karena Althea sibuk dengan teman-temannya. Walaupun pembicaraan kami tak berakhir baik namun, aku masih mengingat tatapan matanya kepadaku seperti menggambarkan sesuatu.

Semua ucapan manisnya hari ini masih menggema di telingaku namun, sungguh aku tak akan siap untuk membicarakan hubungan apalagi pernikahan. Tak pernah terpikir di benakku saat ini tentang pernikahan, aku hanya berpikir bagaimana karirku agar lebih baik, bagaimana cara memperbaiki diriku yang begitu hancur ini. Aku masih membutuhkan banyak waktu untuk berbicara dengan diriku lebih dalam untuk memutuskan bagaimana melanjutkan hidup yang baik. Sebab, siap tak siap ketika Althea telah menikah kedua orangtuaku akan memaksaku untuk mencari pasangan dan menikah pula. Mereka tidak akan membiarkan aku tenang sendirian. Jadi, aku harus lebih cepat menyempatkan waktu dengan diriku sendiri tanpa melibatkan laki-laki di dalamnya. Aku harus fokus mengejar waktu yang rasanya sudah hampir mendekat.

Rasanya sangat menakutkan, sungguh. Aku meneteskan air mataku sepanjang perjalanan menuju ke tempat makan dimana klienku sudah menunggu. Aku tak bisa mengingat semua kenangan itu sendirian, terlalu banyak hal yang telah ku lewati bersamanya. Bahkan aku tak akan pernah mampu untuk menghapusnya satu per satu. Bahkan aku tak akan mampu untuk menghapus satu kenangan sebab dimanapun aku berada, dulu dia pernah ada di tempat itu bersamaku.

"Nona, apakah anda baik-baik saja? Jika anda butuh waktu, aku bisa berhenti sejenak." Ku rasa tangisanku terdengar begitu nyaring hingga Kevin pun menanyakan bagaimana keadaanku. Hati dan diriku telah hancur sejak saat itu. Sungguh, rasanya nyeri sekali di dalam hati ini, aku sampai kesulitan untuk bernapas.

"Berhentilah, aku ingin menghirup udara segar." Kevin segera menepi setelah ku perintahkan, dia membuka pintu mobilnya. Aku keluar untuk mengusap air mataku, aku berteriak memanggil namanya, mengutuknya mengapa kenangannya begitu indah bahkan sulit untuk dilupakan. Aku menangis sampai tersungkur di atas rerumputan. Kevin mencoba menolongku akan tetapi, aku menghentikannya. Aku tak bisa jika harus melupakan sepenuhnya apalagi menggantikannya dengan orang lain yang baru saja ku kenal. Hal itu seolah tidak adil, sebab dia aku tak siap berhubungan dengan siapapun. Bahkan untuk mencoba berhubungan lagi.

Setiap kali mengingatnya, hatiku rasanya sakit sekali. Aku bahkan tak bisa bernapas, kenangan itu hampir ada di semua tempat. Sama seperti Zach, dia penggemar lukisan bahkan dia pernah melukisku. Dia menempatkan lukisan itu di tengah-tengah di antara lukisannya yang lain. Dia menamai lukisanku dengan nama cure. Sebab aku yang selalu menenangkan rasa sakit dan lelah di dalam dirinya. Aku yang selalu ada untuknya, entah bagaimana dia bisa pergi begitu saja. Entah bagaimana kita bisa berakhir seperti ini, entah bagaimana semua itu terjadi.

Dan pada akhirnya dia benar-benar pergi, selamanya. Tanpa meninggalkan sebuah pesan, terakhir kali dia mengatakan bahwa jika kita bertemu lagi maka, kita akan bertemu di tempat lain. Pelaminan, adalah maksud dari tempat itu.

"Nona, anda sudah cukup banyak menangis. Aku menelpon Nona Althea untuk menjemput anda. Aku tidak bisa melihat anda begini."

"Lara, kau kenapa? Siapa yang menyakitimu? Mengapa kau menangis begini?" Althea datang seketika Kevin mengatakan itu. Dia memelukku erat, aku masih menangis tersedu-sedu. Rasanya sungguh begitu menyakitkan, "Sudah hampir 4 tahun ini, Althea. Dia-"

"Sudahlah, apa yang dapat kau lakukan? Kau tidak akan dapat merubah takdir. Dia sudah meninggal. Apa yang membuatmu seperti ini? Kau pasti ketakutana bukan? Mama pasti akan marah melihatmu berada di luar dan menangis seperti ini. Kau tau sekarang hampir hujan. Kita pulang? Carly sudah membatalkan pertemuannya dengan klienmu. Aku ingin kau istirahat sejenak." Aku beranjak berdiri, dia menggandeng erat tanganku. Dia membawaku ke mobilnya. Dia menepuk pundakku, menenangkan aku yang masih sedikit menangis.

"Rasanya baru seperti kemaren, Althea. Aku melihat dia pergi meninggalkan aku tanpa sebuah pesan. Dia mengingkari janjinya, kan?"

"Lara, kau benar-benar belum selesai dengannya, kan? Dia dan kau sudah putus seminggu sebelum dia mati. Sebaiknya, kau melupakan itu. Kau harus selesai agar dia tak menganggu kehidupanmu sekarang. Aku tau kau sibuk hanya karena kau ingin melupakannya, kan?"

Aku mengangguk, "Aku tidak pernah bisa selesai dengan semuanya."

"Kau bahkan tak pernah mencoba untuk mencari penggantinya." ucapnya lirih.

"Bisa kita tidak membicarakan itu sekarang?" Aku menatapnya tajam.

"Baiklah, aku tidak akan membicarakan hal itu sekarang. Kau harus tenang, minggu depan keluarga kita diundang untuk makan malam. Aku tidak tau siapa tuan rumah yang menjamu akan tetapi, kita semua harus datang." Aku mengernyitkan dahiku heran mendengar kalimatnya.

"Memangnya siapa mereka?" tanyaku penasaran.

Althea mengangkat kedua pundak dan tangannya, "Entahlah, Papa tidak mengatakan siapa mereka sebenarnya. Dia hanya mengatakan kita diundang, itu saja. Sudahlah, jangan menangis. Semua itu tidak akan merubah apapun, Lara." Dia mengusap air mataku yang masih sedikit menetes membahasi pipiku.

Dia mengajakku ke sebuah tempat untuk makan malam. Dia membicarakan hal lain yang tidak berkaitan dengan cinta sebab itu dapat memicuku. Dia membicarakan tentang istri Hank yang kini sedang hamil anak keduanya serta dirinya yang masih jadi pelampiasan amarah Hank. Namun, ku akui Althea adalah satu-satunya tangan kanan Hank yang membantu Hank dalam banyak hal. Hank tidak bisa bekerja sendirian tanpa bantuan Althea, dia akan kewalahan apalagi dia sudah memiliki anak satu dan akan segera memiliki anak kedua.

Seperti biasa, aku menyempatkan waktu untuk bekerja. Hari ini aku datang ke pelabuhan bersama dengan Hank. Aku tidak menyangka dia akan mengajakku untuk memeriksa pelabuhan di tengah malam begini.

"Kau tau, aku tidak ingin Althea datang karena ada yang mengincar nyawanya. Dia sempat terluka kemaren, aku sering memarahinya karena dia keras kepala. Aku tidak pernah setuju dia berhubungan dengan Liam Carson. Tapi, lelaki itu pilihannya." Aku dan Hank berjalan berdampingan memperhatikan pekerjaan orang-orang yang berjalan kesana-kemari untuk mengangkut barang.

"Jadi, kau lebih suka aku yang dikorbankan daripada Althea, hmm?"

Dia tertawa kecil sembari mengelus rambutku, "Bukan begitu, kau akan tau nanti alasan mengapa aku mengajakmu ke tempat ini."

"Aku akan sangat berterima kasih jika kau mau bekerja sama." tuturnya lagi.

"Aku akan membantu dalam hal legal. Kau tau, kau datang pada ahlinya." Dia tersenyum menyeringai, "Ya, pekerjaanmu setidaknya meringankan beban Mama. Dia sedikit stress karena banyak bekerja dan kau datang untuk menggantikannya mengambil alih kepemimpinan di Justice and Care Law Firm."

Aku rasa ada maksud tersembunyi dari ucapan Hank, dia mengatakan seolah-olah ada yang harus aku bantu melainkan bukan terkait hal legal. Aku tidak mendengar Stevenson mengalami kesulitan? Perusahaan bahkan berkembang pesat, mereka membangun sektor produksi baru di bidang kosmetik. Tapi, apapun itu aku harap Hank tidak berharap banyak dariku karena aku hanya dapat membantu dari sisi legal sebab itulah fungsiku di dalam keluarga ini. Orangtuaku memaksaku untuk masuk hukum agar dapat membantu mereka. Jelas mereka tak ingin membayar orang lain untuk masalah legal.

Minggu ini aku sangat sering menemani Hank memeriksa kapal. Dia bahkan menjelaskan prosedur yang aku sudah tau hanya saja aku memang tak pernah ikut campur kecuali jika hal-hal itu berkaitan dengan pengadilan maupun kriminal. Hal-hal yang tidak menyangkut dengan hukum tidak aku perdulikan. Aku lebih banyak menyempatkan waktu menganalisis kasus para klienku daripada mempelajari perdagangan illegal milik Stevenson.

Aku sangat malas sekali ketika harus hadir untuk makan malam di restoran mewah tepatnya hotel Aldern. Aku akan merasa cepat bosan ketika menghadiri acara formal karena mereka semua terlihat begitu serius ketika membahas sesuatu. Nyatanya, tidak semua anggota keluarga Stevenson diundang dalam acara ini. Hanya aku dan Papa saja. Aku tak ingin mempertanyakan mengapa hanya aku dan dia yang datang sebab dia baru saja selesai bertengkar dengan Mama yang baru saja pulang dari kantor sementara, dia sudah bersiap sangat rapi denganku. Aku merasa sedikit gugup, seperti akan ada sesuatu yang terjadi dalam acara makan malam kali ini.

Tempatnya terlihat sepi, hanya aku dan ayahku lalu, ada beberapa orang yang menunggu di meja tengah. Aku pikir ayahku akan menuju ke meja lain akan tetapi, dia menuju ke meja tengah dimana Zach duduk dengan seorang pria paruh baya seusia ayahku, ku pikir dia adalah ayahnya Zach? Entahlah, namun mengapa mereka ada di sini? Apakah mereka yang mengundang kami? Pikiranku penuh dengan pertanyaan yang tak dapat ku ungkapkan secara langsung.

Aku duduk di samping ayahku, mejanya berbentuk lingkaran yang hanya menyediakan 4 kursi. Itu artinya makan malam ini hanya untuk kita? Astaga! aku tidak habis pikir. Mereka menyewa ruangan ini hanya untuk 4 orang??? Jika acara makan malam ini untuk banyak orang sudah pasti mejanya tidak berbentuk lingkaran.

"Aku sudah menyetujui proposal yang dikirim Hank tempo hari. Aku tidak ingin berlama-lama sebab kerja sama kita sudah jelas. Aku akan membantu kau dan kau juga harus menyerahkan putrimu untuk dinikahkan dengan Zach sebab dia harus menikah. Kami butuh seorang keturunan, kau tau aku tidak suka jika ada masalah terkait darah daging. Sampai sekarang Zach masih belum menemukan wanita untuk dinikahi."

Aku menelan ludahku berharap ini semua hanyalah sebuah mimpi. Aku begitu terkejut mendengar hal itu sementara, Zach diam saja seolah dia sudah mengetahui semua ini. Dan ayahku, dia mengangguk?

"Apa maksudnya semua ini? Aku tidak ingin dijodohkan dengan siapapun!" Aku mencoba membendung air mataku sebab aku tak pernah siap untuk menjalin hubungan, hubungan jangka pendek saja aku tak siap apalagi jangka panjang. Dadaku rasanya sesak sekali, aku hampir tak bisa bernapas mendengar semua ini. Ya Tuhan, ku mohon ini semua hanya mimpi saja, batinku terus berkecamuk berdoa bahwa semua ini tak nyata.

"Kau tidak bisa menolak kali ini, Lara. Kau adalah satu-satunya yang belum terikat dengan siapapun. Aku membutuhkan semua ini untuk menyelamatkan perusahaan kita, kita membutuhkan banyak dana untuk pembangunan sektor baru. Kau tau bahwa uang kita dicuri oleh seseorang!" Dia justru memarahiku untuk hal yang tidak ku tau.

"Pernikahan akan dilaksanakan dua minggu lagi,"

"Tidak! Aku tidak mau. Aku bahkan tidak mengenal Zach, mana mungkin aku menikah dengan orang yang tidak ku kenal." tegasku, aku mencoba mengatur napasku agar tak terasa sesak.

"Katakan berapa lama kau butuh waktu untuk mengenal putraku, Nona Stevenson? Aku berkenan memberi kalian waktu untuk saling mengenal asalkan kalian dipastikan menikah setelah selesai dalam sesi perkenalan." Dia mengangkat alisnya, dia mengucapkannya seolah semua itu sangat mudah untuk dijalankan.

"Satu bulan terdengar cukup hanya untuk saling mengenal. Aku tidak butuh waktu lama untuk mengenal satu orang." ucap Zach mengusulkan. Satu bulan? Aku bahkan tidak tau dalam satu bulan dia akan bersikap seperti apa kepadaku.

"Dalam dua minggu sebelum pernikahan kau bisa mengenalnya, Lara. Waktunya akan terlalu lama jika kau terus menunda." ucap Papa.

"Tapi-"

"Sudah cukup. Aku tidak ingin mendengar alasanmu!" tegasnya. Dia beranjak berdiri tanpa menyantap hidangannya.

To be continued...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel