
Ringkasan
Foster S-2 Lara Lea Stevenson tak menyangka akan berakhir dalam satu ranjang bersama anak dari musuh ayahnya, Zach Foster. Meskipun malam itu adalah malam terindah untuk Lara karena dia selalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai seorang pengacara yang jarang punya waktu untuk bermain di club. Dia menghilang, membuat Zach terobsesi dengannya dan mencarinya. Namun, siapa sangka kebetulan mempertemukan mereka dalam sebuah pertemuan yang menuntun keduanya untuk menikah. Zach tak pernah menyukai siapapun setelah patah hatinya terhadap seorang wanita. Dia berakhir bersama seorang wanita di ranjang yang membuatnya terobsesi untuk mencarinya. Bertemu kembali dalam sebuah kebetulan untuk suatu urusan tertentu adalah sebuah keberuntungan karena Zach dapat memiliki Lara sepenuhnya dengan menikahinya. Namun, siapa sangka setelah pernikahan itu masa lalunya kembali dengan sesuatu yang membuatnya terseret menjalin hubungan perselingkuhan. 18+ for explicit content
Chapter 1: One-Night Stand
Zach
Aku tak pernah meminta untuk lahir di keluarga Foster yang selalu meminta para pewarisnya untuk segera menikah. Seharusnya aku menikah di usiaku yang menginjak 24 tahun tepat ketika aku telah menyelesaikan studi master bisnis di Adelaide. Sayangnya, gadis yang ku cintai harus pergi meninggalkanku karena alasan pekerjaan. Dia tak pernah kembali, tak pernah memberi kabar maupun kepastian tentang hubungan ini. Aku menganggap hubungan ini telah selesai meski membutuhkan waktu yang lama untuk benar-benar menghapus rasa cinta di hati ini.
Sekarang, aku sudah berusia 27 tahun. Sudah 3 tahun dia pergi meninggalkan aku tanpa kembali. Aku sudah tak menghiraukan hal itu lagi sebab dia lenyap ditelan bumi dan waktu sehingga, aku dapat melupakannya dengan mudah. Satu-satunya hal yang dapat ku lakukan sekarang adalah menerima wanita siapa saja yang akan dijodohkan denganku. Gadis yang ku cintai tidak akan pernah kembali karena terakhir kali sebelum dia pergi, dia mengatakan hanya akan fokus dengan pekerjaannya.
Jika dia melakukan hal itu, akupun melakukan hal yang sama dengan bekerja sebagai budak ayahku. Dia hanya akan menyerahkan kepimpinan perusahaan ketika dia sudah pensiun. Usianya masih belum begitu tua untuk pensiun, dia masih terlihat muda, berwibawa dan sangat bijak. Hanya saja dia jarang menyempatkan waktu untuk anak-anaknya. Dia adalah tipe seorang ayah yang tak suka jika terlalu lama berhubungan dengan anak-anaknya. Dia selalu meminta aku dan Louis untuk sesekali memeriksa pelabuhan.
Malam ini pekerjaan di pelabuhan terlihat ramai, mereka terlihat sibuk mengangkut barang-barang ke dalam kapal. Aku mendekat ke arah salah seorang pekerja yang mengangkat sebuah kotak dengan darah berceceran di atas jalanan.
"Kacau sekali, bagaimana itu bisa terjadi!" kataku, Louis dan para pengawal mengikuti langkahku. Aku meminta mereka untuk mengganti kotaknya dengan kotak yang baru dan tidak bocor. "Sepertinya ini sengaja di bocorkan, lihatlah lubangnya." ucap Louis ketika semua organ sudah dipindahkan ke kotak lain.
"Ya, kau benar. Kau harus menemukan orangnya, aku yakin Stevenson sengaja mengirimkan ini." ucapku.
"Baiklah, aku akan memeriksa di sekitar truck." Louis menghampiri truk yang ada di sebelah selatan untuk mengetahui siapa yang penyetirnya. "SIALAN!!" teriak Louis. Aku melihat dia sekilas berlari lalu, menuju mobilnya dan melesat cepat. Aku meminta Hans untuk mengawasi barang yang akan segera diangkut ke kapal. Sementara, aku dan Tom mengemudi untuk mengejar Louis yang sudah jauh. Untungnya, dia memberikan titik lokasi dimana dia berada sehingga, aku dapat mengejarnya.
Dia sampai di sebuah tempat dimana dia berhasil menghadang truknya meskipun mobilnya hampir tertabrak. Dia menodongkan pistol terhadap supir truk karena dia merasa supir itu perlu untuk diinterogasi.
"Keluarlah!" perintah Louis, si supir pun ikut dengan tangannya yang diangkat agar dia tak ditembak. "Louis, bawa saja dia ke tempat biasanya. Apakah ada orang lain di dalam truknya?" Tom menggelengkan kepala setelah memeriksa isi truknya.
"Baiklah, aku tidak akan menahanmu di sini lebih lama." kataku.
"Kau akan mendapatkan banyak masalah jika sampai berani menahanku, Zach Foster!" Aku tertawa kecil mendengar ucapannya, "Aku sama sekali tidak peduli, kau yang akan mendapatkan masalah jika tidak menurut dengan ucapan adikku!" Aku melepaskan kerah bajunya, membiarkan Louis membawanya masuk ke dalam mobilnya bersama dengan Tom yang menyetir.
Aku sendirian di tempat ini, seringkali aku melewati jalanan ini berdua. Sekilas aku mengingat tentang bagaimana kami menyempatkan waktu bersama. Dia pergi begitu saja, dia tak pernah kembali lagi setelah itu. Entah pekerjaan macam apa yang membuatnya benar-benar harus selesai denganku. Dia sama sekali tak menghubungiku sejak kepergiannya, dia lenyap seolah telah pergi meninggalkan dunia ini. Sekarang, mungkin saja dia sudah memiliki kehidupan yang baru. Dulu aku membutuhkan waktu yang cukup lama untuk benar-benar melupakannya. Aku berhasil walaupun seringkali melihat tempat dimana kami pernah berada sedikit menyakiti hati kecilku.
Jelas aku tak ingin patah hati atau ditinggalkan begitu saja disaat kedua orangtuaku menuntut agar aku cepat menikah dan memberikan mereka keturunan. Mencari sosok pengganti pun tak secepat itu, bahkan setelah 3 tahun berlalu aku sama sekali belum menemukan penggantinya. Menurutku, semua wanita di club sama saja, aku hanya menggunakan mereka sebagai media untuk membuang spermaku yang tidak berguna. Andai saja aku sudah menikah, mungkin aku sudah memiliki 2 anak sekarang.
Berlarut-larut mengingat seorang gadis yang pernah ku cintai membuatku lupa akan pekerjaanku. Hans tidak menelpon yang berarti seluruh proses di pelabuhan berjalan baik. Kami menjalankan bisnis ini sejak kakek buyutku yang memulai untuk membangun perusahaannya yang menjadi besar seperti sekarang. Kami memiliki cabang perusahaan dari berbagai cabang mulai dari produksi, distribusi bahkan property. Kami menanam modal pada perusahaan sendiri sehingga, perusahaan dapat berkembang dengan pesat. Perkembangan itu tentu harus didukung dengan inovasi dan kretivitas yang memerlukan uang dari hasil penjualan obat-obatan terlarang yang sudah berlangsung sejak lama.
Kami menjalankan bisnis ini dengan hati-hati karena akhir-akhir ini ada polisi yang mengawasi pergerakanku setiap malam. Aku mengenal beberapa dari polisi dan aku harap mereka tidak terus-terusan berkeliaran di pelabuhan karena dapat membahayakan pekerjaanku. Aku sudah susah payah menyingkirkan orang-orang yang berani menjadi mata-mata. Mereka semua lenyap bahkan salah satu dari orang yang dikirim Stevenson adalah anaknya sendiri. Aku tak bertanggung jawab untuk itu, mereka terlalu berani mengirim salah satu anaknya untuk mencari kematiannya sendiri.
Masalah dengan Stevenson adalah masalah sederhana, masalah yang sebenarnya tidak terlalu menciptakan ketegangan akan tetapi, sejak kematian Piers mereka menjadi sangat sensitive terhadap Foster. Mereka mengira Foster yang membunuhnya, namun perkiraan mereka tentu benar karena siapapun yang mencoba menggali informasi lalu, menyebarkan informasi itu. Sebelum mereka menyebarkannya mereka sudah pasti akan lenyap di tanganku. Aku sangat mencintai darah yang mengalir dari tubuh para manusia pendosa itu.
Aku menyusul Louis di dalam sebuah gudang yang lokasinya lumayan jauh dari tempat dimana aku berdiri sekarang. Sesaat kemudian, Hans mengabari bahwa semuanya baik-baik saja dan dia akan menyusulku bersama Louis.
"Apa yang dia katakan, Louis?" tanyaku kepada Louis yang masih berdiri dengan keringat mengucur di tubuhnya. "Dia tidak mengetahui apapun, dia meminta untuk memeriksa ke tempatnya dan menemukan apakah ada yang salah?"
"Tidak ada yang salah, aku sudah memeriksanya kemaren. Semua kotaknya tersusun dengan baik, rapi dan tidak ada kerusakan sedikitpun. Tidak ada kotak tambahan kecuali di pelabuhan." kataku karena aku kemaren sudah memeriksa semuanya.
"Aku tidak tau, Tuan Foster. Tugasku hanyalah mengantar semua barang itu ke tempatnya." jawabnya terdengar pasrah.
"Jadi, katakan siapa yang sudah melubangi kotaknya?" tanyaku sekali lagi.
"Aku sama sekali tidak tau, Tuan. Aku tidak mengerti siapa yang sudah melakukan semua itu!" Aku menampar wajahnya berkali. Louis mengambil sebuah alat setrum yang digunakan untuk mengintimidasinya agar dia menjawab semua pertanyaanku dengan jujur.
Louis menggunakan alatnya yang membuat dia bergetar karena tersetrum. Dia mengulangi hal yang sama setiap kali menghindari pertanyaannya. Dia masih tak menjawab sampai akhirnya tubuhnya terasa sangat lemas untuk menjawabnya. Dia memberikan satu clue bahwa orang yang telah melubangi kotaknya bekerja di tempat yang sama dimana dia bekerja. Dia memberikan inisial nama sekaligus dengan ciri-ciri bentuk wajahnya karena dia mengaku tak mengingat semua hal itu. Aku dan Louis menerima seluruh kriteria itu, kami akan mencarinya besok sementara, pria ini jelas menjadi santapan empuk untuk Castiel.
Aku merasa lelah malam ini, aku tak bisa tidur jadi, aku memutuskan pergi ke club sementara, Louis memilih untuk pulang istirahat atau Mama akan mengomel karena Louis terlambat pulang. Aku datang ke bar terdekat yang cukup mewah di area dekat dengan hutan. Meskipun dekat dengan hutam, bar ini cukup ramai pengunjung dan memiliki bangunan hotel di sebelahnya. Milik Foster tentu saja, keduanya memang milik Foster. Aku sengaja membangun tempat ini di hutan agar lebih private dan dekat dengan alam.
Aku memesan dua botol whiskey untuk di minum. Aku agak jenuh dengan pekerjaan yang sama akhir-akhir ini walaupun sering beradrenalin ketika menangkap para tikus yang dikirim kepada kami. Aku tetap merasa bosan selalu sendiri dan tidak memiliki tempat untuk pulang. Aku menikmati musiknya sesaat setelah itu ada seorang gadis yang sedang tertawa terbahak-bahak dengan salah seorang bartender. Keduanya terlihat begitu akrab tergambar dari senyum lepas si gadis yang terlihat menikmati percakapan dengan bartender seolah bukan pertama kali mereka bertemu.
Aku menunggu waktu yang tepat sampai akhirnya kami berdansa di tengah-tengah orang yang sedang menikmati musik setelah minum. Aku mencoba mendekatinya yang terlena dengan alunan musik. Aku menariknya dalam keadaan setengah mabuk ke tempat yang lebih tenang, jauh dari musik. Gadis ini masih setengah mabuk, tawanya terdengar menggila di telingaku. Aku menggendongnya menuju ke hotel di samping bar. Dia terus tertawa mengatakan bahwa dia sudah muak menjadi seorang pengacara. Astaga? Dia seorang pengacara, mengerikan sekali jika sampai dia melaporkanku karena pelecehan.
"Berhenti menatapku begitu, Tuan. Aku tidak sedang mabuk, aku hanya sedang merasa geli karena tanganmu yang terus memegangiku erat." Dia tertawa kecil.
"Aku akan membawamu untuk bermain di atas ranjangku dengan brutal, nona muda!" ucapku tak sabar mencicipinya. "Oh benarkah? Apa yang akan kau lakukan untuk membuatku menggeliat gila menginginkanmu?" tanyanya yang semakin membuat syaraf-syarafku tergetar. Aku sudah terangsang ketika menggendongnya untuk yang pertama kali.
"Mengapa kau bertanya? Aku akan membuatmu lebih dari itu." Aku membelai wajahnya yang indah dengan senyum tipis yang terlukis di wajahnya. Sepertinya dia memang tidak mabuk karena bereaksi seperti orang pada umumnya.
"Payah! Kau bergerak lambat sekali. Ngomong-ngomong, aku harus pergi sekarang. Aku tidak punya banyak waktu untuk tidur di tempat ini. Aku sering datang kemari jadi, aku agak sedikit bosan melihat interiornya yang begitu-gitu saja." Komentarnya sembari melihat ke langit-langit. Desain arsitektur klasik dengan lukisan sejarah, aku menyukainya. Aku meminta anonim untuk melukis semua ini.
"Aku juga tidak punya waktu untuk membicarakan mengenai lukisan itu, Nona muda." Aku berbisik ke telinganya, menjelajahkan tanganku dengan cepat menangkap kewanitannya yang sudah bergetar-getar. Aku dapat merasakan dia pun sama terangsangnya denganku.
"Jika kau bisa maka, buat aku seperti apa yang sudah kau ucapkan barusan." Dia berbalik badan, menatapku dengan senyum yang memabukkan.
Aku mulai menciumnya, menjelajahkan lidahnya ke dalam, memutar-mutarnya dengan cepat. Terdengar kecupan yang begitu menggugah sampai ke telinga. Aku terus memegangi pinggulnya erat tanpa henti dengan lidahku yang masih berada di dalam mulutnya. Beradu dengan bibirnya yang begitu indah. Aku menurunkan risleting dressnya dengan gentle, sesekali ku pijat punggungnya yang membuat dia merasa sedikit rileks. Sepertinya dia kelelahan bekerja kemudian, ku kecup lehernya yang menyisakan jejak kemerahan. Aku menyukai itu, jika dia kabur besok ku rasa akan mudah menemukannya.
Aku melepaskan dressnya yang kini tersisa bra dan lacy thong warna navy yang masih melekat di tubuhnya. Dia perlahan melepaskan jas serta kemeja yang ku kenakan dengan cepat. Dia melihat sesaat dada bidangku yang atletis. Dia tersenyum tipis, menujukkan kagum terhadap dada bidang yang berada tepat di depan matanya. Dia menjilatnya, menjelajahkan lidahnya di atas dada bidangku tanpa ku sangka. Rasanya cukup menyenangkan, aku semakin sedikit bergetar dan semakin terangsan. Ku lepas bra yang melekat menutupi payudaranya dengan gentle.
Pelan ku remas kedua payudaranya yang sudah berada di depan mata sementara, dia menarik risletingku, menurunkan celanaku yang kini hanya tersisa celana dalam. Aku terus meremas kedua payudara dengan tempo sedang. Aku memasukkan salah satu jariku ke dalam lacy-thongnya. Jariku dapat merasakan betapa klitorisnya sedikit membasah karena payudaranya yang terus ku remas-remas. Aku menggerakan jariku ke atas, ke bawah pada klitorisnya yang membuat kakinya sedikit bergetar. Aku terus melakukannya sampai dia benar-benar basah keseluruhan.
Aku mendorongnya sampai ke atas ranjang, ku turunkan lacy-thongnya sehingga kini dia telanjang tanpa ada sehelai kain yang menghalangi tubuhnya. Aku memasukkan dua jariku ke dalam kewanitaannya secara perlahan naik ke tempo sedang lalu, cepat yang membuat dia menggeliat, mengerang bahkan sampai basah. Aku dapat merasakan kewanitaannya berdetak sama seperti jantungku berdetak ketika mengeluarkan batangku dari tempatnya. Ku lucuti seluruh celana yang menghalangi batangku. Kini kami berdua bertelanjang bulan, aku sejenak mengulum batangku yang sudah mengeras.
Aku melebarkan kedua pahanya, mengangkatnya menaruhnya di atas kedua pundakku. Ku tusukkan batangku masuk ke dalam dengan cepat, "Ahhhhhhh" Terdengar dia mengerang sedikit kesakitan. Namun, sepertinya ini bukan pertama kali dia melakukan seks. Dia seperti sudah pernah melakukan hal ini sebelumnya. Namun, aku tak peduli. Aku terus memasukkan batangku masuk keluar dengan tempo cepat. Aku terus menggerakkan pinggulku, sesekali mencium bibirnya dengan cepat. Ketika ku lepaskan bibirku dari bibirnya, dia mendesah lebih keras. Suaranya memenuhi telingaku yang membuat aku bergerah lebih cepat sampai menyentuh ujung rahimnya.
"Ahhhhh-" Terdengar suara desahannya ketika aku terus masuk lebih dalam. Aku menahan kedua tangannya begitu erat agar dia tidak terlalu banyak bergerak. Aku membalikkan badannya, masuk dari belakang yang membuat dia mengerang lagi karena hampir berada di puncak.
"Ahh-ahhhhhh" Aku masuk dari belakang ketika dia tengkurap, aku dapat merasakan hal yang menyenangkan ketika duduk di atas pantatnya yang tak terasa lembuk karena berisi.
To be continued...
