Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 5: Afternoon Sex

Zach

Mengundang Lara adalah hal yang aku inginkan sejak malam dimana aku menemukannya. Dia harus berada di ranjang yang sudah ku buat dengan berbagai persiapan. Belum ada yang masuk ke tempat ini sebelumnya sebab aku masih terikat janji tidak akan memasukkan siapapun kecuali dia adalah pengganti seseorang yang sering kali ku panggil si biru sebab dia memiliki mata biru yang indah. Meskipun Lara tidak memiliki hal yang sama, sekilas aku melihatnya mirip dengan si biru.

Lara datang di waktu yang tepat, ku pikir dia akan cocok menjadi pasanganku setelah satu malam indah itu. Aku tak perlu pikir panjang untuk melanjutkan hubungan ini. Aku butuh kejelasan untuk diriku sendiri dan memaksanya menikah denganku nanti sepertinya bukan ide yang buruk. Ada ikatan batin yang seolah mengikat diriku dengannya, tak pasti apa alasannya akan tetapi, aku merasa senang setiap kali bertemu dengannya. Tatapan matanya yang begitu dalam membuatku seketika merasa kembali kepada seseorang. Lara memiliki hal yang berbeda, banyak perbedaan dirinya dengan si biru.

Namun, Lara sudah berada di tempat ini, tempat dimana aku menyimpan seluruh rasa sakit yang ku pendam selama ini. Rasa sakit akan kehilangan seseorang yang sangat ku cintai. Aku tak bisa menggambarkan betapa terlukanya aku ketika kehilangan sosok itu. Sosok yang sedikit ku temukan dalam diri Lara. Ternyata dia pun penyuka lukisan, dia mengoleksi lukisan di rumah pribadinya. Dia sangat mencintai karya-karya itu, aku tak bisa melepaskan pandanganku dari matanya yang kagum sekaligus menyimpan rasa penasaran yang begitu besar terhadap makna dari lukisan-lukisan yang terpajang di setiap sisi dindingku.

Ternyata kita menyukai hal yang sama, sebuah karya yang bernama lukisan.

Kehadirannya mengisi separuh hatiku yang hampa sebab kehilangan. Tak pernah mudah menemukan sosok seperti Lara. Dia melengkapi hal yang hilang, hal itu seolah kembali sedikit demi sedikit ketika dia hadir di dalam hidupku. Aku tak pernah merasa seberuntung ini dapat menemukannya. Sedikit rasa bahagia kembali di dalam hatiku setelah sekian lama. Aku harap kami dapat selalu bersama meskipun bukan sebagai pasangan sebab aku mengurungkan niatku untuk menikahinya karena dia pun punya hak untuk menolak.

Sejenak ku lupakan hal itu karena dia mengatakannya tepat ketika berada di atas ranjang ruangan khusus ini. Dia memang tidak boleh menolak kali ini sebab tidak ada kata tidak ketika sudah masuk ke dalam ruangan ini. Aku yang memiliki peraturan. Namun, ada saja sedikit kekacauan setelah aku menelanjangi seluruh tubuhku. Can menelpon karena ibuku datang berkunjung, dia ini wanita yang sangat sibuk akan tetapi, masih menyempatkan waktu untuk berkunjung. Can tidak menjelaskan alasan mengapa Mama berkunjung sebab setelah ku katakan aku melarang siapapun untuk masuk tanpa izin, mama lantas pergi untuk kembali ke pekerjaannya. Aku tak merasa begitu bersalah sebab dia ditelpon untuk melakukan operasi.

Aku kembali mendekati ranjang dimana Lara sudah merebahkan tubuhnya dengan santai. Kepalanya sesekali menoleh tipis-tipis karena matanya tertutup dengan kain sutra berwarna merah. Aku sangat menyukai wajahnya yang polos akan tetapi, sepertinya seks bukan hal pertama yang pernah dia lakukan. Malam ketika kami berhubungan, sepertinya dia sudah handal dalam bermain. Dia sudah sedikit terlatih dengan ritme gerakan tubuhku, dia dapat menyesuaikan sehingga, kami berdua dapat merasakan kesenangan yang begitu indah.

"Kau kemana saja, kau membuatku menunggu begitu lama," protesnya lirih. Dia akan duduk akan tetapi, aku mendorongnya pelan untuk tiduran saja. Aku meremas kedua payudaranya yang masih tertutup bra-nya. "Ahh!" terdengar rintihan suaranya ketika aku menjelajahkan jariku ke dalam lacy-thongnya. Ku gerakkan jariku naik turun di atas klitorisnya yang membuat dia sedikit bergetar sebab sebelum masuk, ku masukkan jariku ke dalam tetesan lilin untuk memijat area intimnya.

"Apa yang baru saja kau masukkan ke dalam kewanitaanku, Zach?" tanyanya dengan suara yang tercampur desahan. "Jari manisku, sayang." Dia semakin mengerang dengan sedikit mengangkat pinggulnya. "Slowly, please. I felt burn." protesnya, suaranya terdengar merasakan kesakitan dicampur dengan kenikmatan. Aku terus menggerakan jariku masuk dengan tempo cepat sampai dia sangat basah. Aku menarik lacy-thongnya di tengah napasnya yang terengah-engah.

Lilin aroma di sudut ruangan terasa begitu harum, aku sangat menyukai varian aroma buah itu. Aku tersenyum menatap kedua payudara Lara yang masih tertutup dengan bra-nya. Aku memiringkan tubuhnya, melepas pengait bra-nya dan menaruhnya di atas meja nakas di sebelahku. "Kau tau, aku sangat suka melakukan ini." Aku mulai memijatnya dengan minyak khusus aroma bunga lavender. "Ku dengar kau sangat menyukai aroma ini." Aku menekan pinggulnya, "Ahhh!" Aku sangat menyukai suara itu, membuat syarafku sedikit bergetar.

"Lavenderish Oil by Scottish. Aku menyukai aromanya tapi, bukan di area itu." protesnya lirih ketika ku tengkurapkan tubuhnya. "Aku sangat menyukai tempat ini, kenyal sekali." Aku tersenyum tipis memijat kedua bokongnya. Dia mulai berhenti protes ketika aku terus memijatnya pelan, sepertinya dia menikmati setiap sentuhan tanganku.

Setelah memijat seluruh area belakangnya, aku melebarkan kedua pahanya yang memperlihatkan lubang kewanitaanya sudah sedikit bergetar dan basah. Aku sejenak mengulum batangku kemudian memasukkannya ke dalam liang kewanitaanya yang sudah basah. Tak perlu waktu lama untuk memojokkan batangku ke dalam liang kewanitaannya. Aku mengangkat kedua pinggulnya, memegang erat sembari menaikkan tempo gerakanku lebih cepat. Aku terus memompa ke dalam yang membuat kami berkeringat membasahi tubuh. Lara terdengar mendesah begitu keras yang membuatku bergerak semakin cepat ke dalam.

Aku membalikkan tubuhnya, memasukkan batangku lagi dengan cepat. Aku menahan kedua lengannya, mencium bibirnya dengan cepat kemudian, menjelajahkan lidahku ke dalam mulutnya. Dia mendesah pasrah merasakan kenikmatan dengan sedikit rasa sakit sebab kedua lengannya ku cengkram dalam kelemahannya. Aku melepaskan cengkramanku, mengangkat kedua kakinya menjadikannya satu dalam pegangan tangan kiriku. Aku terus masuk ke dalam dengan sensasi batangku yang terjepit di antara lipatan paha yang mengunci kewanitaannya. Aku terus memompa dengan cepat ke dalam. Kedua tangannya meremas erat sprei sampai tertarik karena gerakanku yang begitu cepat.

Aku dapat merasakan pinggulnya bergerak di antara batangku ke dalam, dia mengerang dengan keras yang membuatku semakin bergerak lebih cepat. Dia sedikit bergetar ketika cairan kental putih terasa hangat memenuhi rahimnya. Napasnya terengah-engah, aku melepaskan batangku keluar lalu, menjelajahkan di atas kewanitannya yang sudah sangat basah. Aku tidur di sampingnya.

"Sepertinya kau harus membersihkan diri setelah ini." Aku mendekat ke arah lehernya yang masih tercium wangi, aku menciumnya merasakan desiran napasnya yang semakin menderu. Aku meraba dadanya turun ke atas putingnya yang masih terasa mengeras, "Zach, apa sekali ronde masih belum cukup untukmu? Aku masih harus mengerjakan sesuatu di kantor. Kau menahanku begitu lama di tempat ini!" protesnya. Aku masih memainkan putingnya dengan kedua jariku.

"Sayang, aku sudah mengatakan kau tidak boleh mengatakan tidak, bukan?" bisikku di telingaku. Aku mencium lehernya, menjelajahkan lidahku mengitari lehernya kemudian, sedikit mengecupnya dengan gigitan sebab aku geram dan ingin memakannya saat ini juga.

"Dan di tempat ini aku dapat mengatakan tidak sebab aku bukan pasanganmu!" Lirikan matanya begitu sinis kepadaku. Dia beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi.

Aku melihat dia berjalan, tubuhnya begitu sexy, lemah gemulai menjulang tinggi. Rambutnya berwarna hitam kecoklatan dengan balutan mata hijaunya yang indah. Dia telanjang, tak ada satupun yang menutupi bentuk tubuhnya yang begitu indah. Aku mengikutinya ke dalam kamar mandi. Dia sudah berendam di dalam bathtub yang sudah disiapkan pelayan atas perintahku. Aku menuangkan wine di dalam salah satu gelas lalu, memberikannya. Aku memutar musik romansa gelap secara otomatis melalui suara yang dapat direspon sebab bangunan ini merupakan bangunan modern dengan teknologi lengkap.

"Zach, ini terakhir kalinya. Aku tidak terbiasa melanjutkan hubungan dengan pria setelah meniduri mereka. Kau harus tau bahwa aku menjadikan mereka sebagai pemuas nafsuku saja, tidak lebih dari itu." Dia meminum anggur merahnya dengan pelan.

"Kalau begitu jadikan aku pemuas nafsumu setiap hari, Lara." ucapku.

"Aku tidak bercanda, aku serius. Aku tertarik dengan undanganmu hanya karena sebatas karena aku memang menyukai lukisan, suatu hal yang dilarang oleh keluargaku sebab kau tau keluarga kita hanya menyebutnya sebagai hobi bukan pekerjaan utama." Aku tediam mendengarkan kalimatnya.

"Aku harap kau tidak menyesal karena telah mengundangku kemari. Pertemuan kita adalah sebuah kebetulan, aku harap kita tidak bertemu lagi sebab aku ingin fokus dengan hidupku dan aku yakin kau pun demikian."

"Bagaimana jika fokus tujuan hidupku adalah kamu, Lara Lea Stevenson?" Dia menoleh menatapku tajam, "Bagaimana jika malam itu adalah malam dimana aku jatuh cinta kepadamu? Apakah kau akan menolakku begini? Pertemuan kita bukan sebuah kebetulan. Aku yakin semesta telah merencanakan semua ini untuk kita. Bagaimana mungkin pertemuan kita hanya sebuah kebetulan?" Aku menunduk di samping bathtubnya.

Dia meneguk anggur merahnya, "Aku tidak tau. Apapun itu, aku tidak ingin melanjutkan hubungan ini. Hari ini sudah cukup, kau harus mengucapkan selamat tinggal kepadaku. Aku tidak punya alasan untuk terus berhubungan denganmu." tegasnya.

"Tapi-"

"Zach, kau tau tidak akan ada orang yang jatuh cinta hanya karena cinta satu malam. Itu semua adalah kebohongan. Aku tidak tau alasan mengapa kau melakukan hal ini kepadaku. Anggap saja bahwa hari ini kau terlampau nafsu ingin meniduriku." ucapnya memotong kalimatku.

"Bagaimana jika aku benar-benar mencintaimu dan jatuh cinta kepadamu, Lara?" Dia menaruh gelasnya kembali ke atas meja. Dia keluar dari bathtub dan menuju shower di sampingnya. "Bisa kita bicara itu nanti, aku tidak tau apakah aku bisa mencerna kalimatmu atau tidak. Bersamamu berada di ranjang membuatku sedikit lapar sebab ritme gerakanmu yang begitu cepat." ucapnya sembari membersihkah dirinya di bawah rintik air dari shower.

Aku mengangguk, "Baiklah, jika itu yang kau mau." ucapku.

Aku membersihkan diri setelah dia membalut tubuhnya dengan handuk. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk mandi. Aku melihat dia membalut wajahnya dengan kosmetik kecantikan, semacam make-up entahlah aku tidak tau barang-barang milik wanita. Aku hanya tau sekedar pil kontrasepsi yang berfungsi mencegah kehamilan. Jika Lara pernah berhubungan sebelumnya, aku yakin dia menelan pil sejenis untuk mencegah dia hamil. Aku harap dia hamil olehku karena aku ingin menikahinya. Sekarang, menaklukkan hatinya adalah tujuan utamaku.

"Mengapa kau hanya melamun menatapku, apa kau juga ingin memakai make-up sepertiku?" tanyanya sinis. "Tidak, aku hanya ingin bersiap sebab ayahku baru saja menelpon untuk rapat. Aku harap kita bisa bertemu lain hari, Lara. Sebab aku tak bisa melepaskanmu begitu saja, kau terlalu indah untuk dilepaskan. Aku sudah menemukanmu mana mungkin aku akan melepaskan sesuatu yang berharga di dalam hidupku." Dia terpaku mendengar kalimatku.

"Zach, kita bisa bertemu sebagai teman meskipun kau tau ya keluarga kita sedikit bermusuhan. Sebetulnya aku tidak begitu peduli hal itu akan tetapi, seseorang mati karena Foster. Aku tidak tau siapa yang sudah membunuhnya namun, aku tidak pernah membenci siapapun tanpa bukti yang valid bahwa Foster adalah pembunuhnya."

Aku menyipitkan mataku, "Siapa dia?" tanyaku penasaran. Dia menghela napas panjang, "Bukan siapa-siapa, hanya rekan kerjaku. Aku minta maaf jika ada dari kalimatku yang menyinggung dirimu, aku sama sekali tidak bermaksud untuk-"

"Tidak, tidak ada yang menyinggung Lara. Kau tau benar dunia keluarga kita seperti apa, bukan? Penuh dengan aktivitas illegal yang dilarang oleh peraturan. Pertumpahan darah seolah menjadi hal biasa ketika kita bermusuhan bukan?"

Dia mengangguk, "Ya, kau benar. Tapi, aku tidak menyukai hal itu. Mereka berhak untuk hidup meskipun mereka bersalah. Hukum memiliki ketentuan yang mengatur dengan batasan, kita tidak bisa mengadili mereka seenaknya sebab hukum telah memberikan batasan bahwa ialah yang dapat memberikan hukuman."

"Aku akan pergi setelah ini, aku akan bertemu dengan klien untuk membahas permasalahan yang dia hadapi. Kau sepertinya akan sendirian di tempat ini." Dia beranjak dari meja riasnya untuk memakai dress yang sudah dia siapkan. Sepertinya tasnya yang tak begitu besar muat banyak barang.

"Kau membawa dress di dalam tasmu?" Dia tertawa kecil, "Tidak, Kevin yang membawanya di mobil. Salah seorang pelayanmu yang menyiapkannya termasuk peralatan kosmetik yang aku kenakan. Tas seperti ini mana muat banyak barang." Dia menunjukkan ukuran tasnya yang membuat kita berdua tertawa.

"Lara, lain kali aku akan bertemu denganmu. Kita akan membicarakan hal itu lagi. Aku tidak ingin kita hanya bertemu sebagai teman." Dia melepaskan tanganku yang memegangi kedua pinggulnya.

"Aku tidak bisa, Zach. Aku sudah mengatakannya kepadamu, aku tidak ingin kau berharap banyak dariku. Itulah mengapa aku tidak ingin-" Telponnya berdering sehingga, dia berhenti menjelaskan alasan mengapa dia tidak mau melanjutkan hubungan ini.

"Aku harus segera pergi, asisten pribadiku baru saja menelpon bahwa klienku sudah menungguku. Maaf, jika pertemuan kali ini singkat." Dia mengambali tasnya lalu, bergegas pergi.

Aku masih tidak mengerti dengan Lara. Dia menolak untuk melanjutkan? Bukankah dia sudah tidak memiliki kekasih? Bukankah selama ini dia sendirian? Dia selalu datang di acara-acara sendirian. Kemaren saja dia datang dengan Althea. Lalu, mengapa dia menolaknya? Apakah benar dia ikut bersamaku di ranjang hanya untuk memuaskan hasrat nafsunya? Sepertinya itu bukan alasan satu-satunya.

"Can!" teriakku memanggil pengawal pribadiku. "Cari tau semua hal tentang Lara Lea Stevenson. Semua hal tentang dia, media sosial, pekerjaan, teman-teman maupun relasi, riwayat pendidikan, kekasih. Apapun itu, semua hal. Jangan sampai ada yang terlewat!" Can mengangguk paham.

To be continued...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel