Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 4: Museum of Love

Lara

Althea membuatku sedikit kesal karena dia membuatku harus terjebak dengan pria yang ku temui waktu itu. Rasanya begitu canggung ketika menatap kedua matanya dan dia sepertinya tidak ingin melepaskanku. Dia menggenggam pergelangan tanganku yang terasa sedikit menyakitkan. Genggamannya terlalu kuat, dia berbicara sesuatu yang tidak seharusnya. Lagipula, aku sama sekali tidak berniat untuk menemuinya atau bahkan melanjutkan hubungan dengannya. Dia pria yang aneh, mengapa dia tetiba mendekat dan berbicara seolah-olah dia sudah mengenalku dekat. Aneh sekali!

Membayangkan hal itu rasanya membuatku sedikit merasa jijik. Namun, jika melihat wajah tampannya, dia sedikit membuatku terpana. Suaranya terdengar sangat indah, masih teringat jelas di pikiranku terutama ketika mobil melaju di jalanan yang sepi. Suaranya menggema di telingaku, wajahnya membayangi pikiranku dan masih terbayang malam dimana kami melakukan seks. Dia benar-benar sangat memuaskan aku, berbeda dari pria lain yang pernah ku tiduri. Aku jarang sekali pergi ke club, kecuali untuk menemukan pria untuk ditiduri.

Zach sedikit berbeda, dia tidak aggresive pada beberapa poin. Aku sangat menyukai ritme gerakannya yang beruntun. Dia sangat mengerti bagaimana memuaskan wanita. Dia tidak mengulangi gerakan yang sama, dia aktif berganti gaya untuk menemukan sensasi lain. Sepertinya dia mencoba untuk membaca kemauan tubuhku, dimana yang dapat dia rangsang agar aku cukup terpuaskan. Malam itu cukup indah, aku tak ingin berakhir seperti seharusnya. Namun, aku tidak terbiasa untuk mengenal pria setelah malam pertama di hotel. Mereka hanyalah pemuas kebutuhanku saja.

Aku sangat sibuk dengan pekerjaanku sebagai seorang pengacara yang hampir membuatku tidak bisa bernapas lega karena banyak kasus yang harus ku tangani. Jarang sekali aku pergi ke club, tidak seperti Althea yang dapat mengatur ulang jadwalnya mengganti hari lain untuk rapat karena dia adalah salah seorang CEO pada perusahaan Stevenson. Dia dapat pergi ke pesta kapan saja, dimana saja yang membuat pekerjaannya sedikit berantakan. Tak jarang dia dimarahi Hank, kakak lelaki tertua di keluarga kami. Hank sebagai pemimpin perusahaan yang sudah menggantikan peran Papa dua tahun yang lalu. Meskipun tak lama, dia dapat menangani dengan baik seluruh permasalahan yang ada.

Sama seperti Althea, pekerjaan lain Stevenson bukan urusanku. Aku tak pernah peduli dengan hal itu, jika mereka melakukan perdagangan illegal. Tugasku adalah cukup melindungi hal itu dari hukum, aku memiliki peran penting dalam pekerjaan mereka meskipun sebenarnya aku tak begitu peduli. Pekerjaan sangat padat, hanya sesekali aku datang ke club untuk menemukan pria yang dapat melakukan seks denganku. Wajar saja jika aku membutuhkan hal itu karena aku merupakan wanita dewasa. Aku berhak untuk mendapatkan itu, lagipula aku atau mereka melakukan hal itu karena sama-sama suka. Sama seperti malamku dengan Zach.

Hanya saja, aku tak menyangka berakhir dengan seorang anak dari Carl Foster, seorang pria kaya raya dengan skandal yang pernah membuat nama baiknya tercoreng. Dia berselingkuh dengan sepupunya sendiri, meskipun begitu mereka sudah menikah dan memiliki 3 orang anak. Ku dengar waktu itu salah satu anaknya meninggal tanpa alasan yang jelas. Ada yang menduga bahwa anaknya dibunuh, ada juga yang mengatakan bahwa anaknya meninggal karena bunuh diri. Keluarga Foster menerapkan aturan yang ketat, sama seperti keluargaku hanya saja Stevenson masih normal karena kami tak begitu memaksa anggota keluarga untuk melakukan sesuatu yang mereka tidak bisa atau tidak suka.

Pesta semalam menyisakan sedikit kenangan ketika Zach menangkapku di pelukannya. Aku dapat merasakan detak jantungku begitu cepat sama seperti ketika aku mendesir atas gerakan-gerakannya yang lihai. Aku terkejut sekaligus merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tak dapat ku namakan apa itu. Aku benar-benar hilang ketika menatap kedua matanya yang indah. Sesaat aku terjatuh di pelukannya, aku ingin terjatuh lagi akan tetapi, semua orang menatap kami waktu itu sehingga, dia dengan cepat melepaskan aku dan pergi mengangkat telponnya. Meskipun begitu, dia tetap kembali untuk mengajakku berbicara.

Dia benar-benar menjemputku hari ini di kantor. Untunglah tidak ada yang mengenalinya karena dia mengenakan kaca mata hitam. Aku tak menyangka dia memiliki keberanian untuk menjemputku di tengah-tengah masa istirahatku. Aku sudah meminta asisten pribadiku, Mary untuk membatalkan seluruh jadwalku hari ini sebab aku tak bisa menolak undangan Zach untuk melihat karya-karyanya. Ku dengar dia menyembunyikan sesuatu di dalam museum misteriusnya. Mengundangku ke tempat itu bahkan dia menjemputku secara pribadi itu menunjukkan bahwa aku adalah tamu khusus dari sekian orang yang dapat memasuki museum pribadinya.

Aku memang akan menolaknya, jelas aku tak mau berkencan dengan pria yang baru ku kenal. Bahkan aku tak memiliki nomernya. Aku dah Zach adalah dua orang asing yang tak sengaja bertemu di club, memiliki ketertarikan untuk seks akan tetapi, aku tak yakin untuk berkomitmen lagi. Hubungan terakhirku dengan Piers menyisakan luka yang tak dapat aku lupakan. Kenangan bersama Piers seringkali membayangi pikiranku untuk tidak menjalin hubungan atau berkomitmen dengan siapapun. Terutama lagi akupun tidak dipaksa untuk menikah sama seperti Althea yang dipaksa untuk menikah dengan Liam sebab keduanya sudah tunangan.

"Apakah kau menyukai tempatnya?" Zach menggandengku masuk ke dalam aula dimana semua lukisan terpajang dengan rapi dan estetika penempatan dan ruangan yang sangat indah. "Iya, ruangan ini menakjubkan." Aku tersenyum tipis mengagumi keindahan bangunan, ornamen dan seluruh lukisan yang terpasang di setiap sisi dindingnya.

"Kau menyukai koleksiku? Aku membeli semua lukisan klasik ini di tempat yang berbeda. Semuanya mengartikan bahwa sebuah cinta abadi walau bagaimanapun semesta mencoba untuk memisahkan." katanya menunjukkan salah satu lukisan berbentuk dua tangan yang saling bergandengan akan tetapi, raga mereka seolah terpisah, seperti patah. Ada hal yang unik dari lukisan itu. Maknanya terdengar begitu dalam.

Dia mengajakku mengitari menyusuri seluruh sisi ruangan ini untuk melihat semua karya yang dia sudah koleksi selama beberapa tahun ini. Dia menyukai koleksi ini karena suatu hal, samar-samar dia mengatakan bahwa dia pernah jatuh cinta atau memang dia telah berhubungan dengan wanita lain. Aku menangkap kalimatnya seolah mengatakan dia mengoleksi semua ini untuk mengisi kekosongan hatinya atas kehilangan seseorang. Mungkin saja dia melakukan ini karena telah kehilangan adiknya, Yasmin? Entahlah, dia bercerita banyak hal tentang lukisan-lukisannya yang masih terlihat normal di ruang utama.

"Kau sepertinya sangat mencintai hal itu, Zach." kataku sembari menatap salah satu lukisan wanita yang begitu anggun, dress bak seorang putri kerajaan membalut tubuh wanita itu. Dia terlukis dengan membaca buku, di sampingnya terdapat tumpukan buku di atas meja dan secangkir teh.

"Ya, dan itu adalah karya yang paling indah." Aku berbalik menatap matanya yang penuh dengan kekaguman, "Kau pasti menamai lukisan ini, siapakah gerangan wanita ini? Sepertinya dia yang paling agung sebab ukuran lukisannya lebih besar daripada lukisan lainnya dan dia menghadap tepat ke arah pintu." Aku mengangkat alisku penasaran.

"Jika kau mau, aku bisa memasang lukisanmu jauh lebih besar daripada ini di ruangan pribadiku, Lara." Dia tersenyum menyeringai menatapku.

"Secret, it's a secret." Aku menyipitkan mataku tak mengerti, "Secret? Rahasia?" ucapku.

"Bukan, memang itu nama dari lukisan ini. Dia misterius, tanpa nama, tanpa sebuah tujuan yang jelas akan tetapi, keindahannya jelas memiliki tujuan."

"Ya, tujuan untuk dicintai sebab hal indah cepat membuat orang jatuh hati, benar begitu bukan?" Dia mengangguk menyetujui kalimatku.

"Aku akan menunjukkan ruangan lain, ikuti aku." Dia menggandeng tanganku, kami berjalan berdampingan seolah pasangan baru, astaga! Apa yang aku pikirkan. Aku seharusnya tidak berpikir begitu sebab dia adalah musuh keluargaku. Jelas mana mungkin aku dapat bersama dengannya lebih lama. Aku sudah meminta Kevin untuk tidak menjemputku dengan alasan aku sedang bertemu klien penting yang tidak dapat diganggu privasinya. Biasanya Kevin selalu menemani kemanapun aku pergi.

Zach tidak melepaskan tanganku, dia memencet tombol kata sandi untuk membuka pintunya. Sepertinya ini ruangan khusus yang sangat aman, ketika pintunya terbuka otomatis, salah seorang pengawalnya membukakan pintu untuk kami. Dia menggandengku masuk, ruangan ini memiliki ornamen yang lebih mewah. Langit-langitnya terdapat patung keemasan, tergambar para dewa-dewi yunani. Sepanjang sisi berlapis warna keemasan yang mengkilap dengan lemari kaca dengan kunci sistem yang terlihat rumit. Aku pernah melihat hal yang sama di tempat pameran berlian. Isi dari lemari-lemari itu hanyalah kotak-kotak panjang berwarna coklat tua, terbuat dari kayu. Ukurannya sama, panjang dan lebar serasi. Di letakkan di setiap sisi dengan rapi. Tidak ada lukisan di sepanjang lemari-lemari yang ada.

Terdapat sebuah sofa untuk duduk lengkap dengan meja dan buah yang tertata rapi. Ruangan ini sangat lengkap, di samping ruangan ini terdapat kamar untuk tidur, sekilas dia menunjukkan beberapa furniture yang ada di dalam ruangan ini. Aku melihat sebuah lukisan abstrak yang sulit untuk dimaknai akan tetapi, seluruh warnanya mewakili kegelapan. Aku melihat ada sesuatu di balik lukisan itu, perasaan dan naluriku mengatakan demikian. Namun, aku tak bisa bertanya karena Zach mengajakku untuk duduk menikmati sajian musik klasik yang telah datang ke dalam ruangan. Beberapa pelayan menyajikan makan siang yang tertata rapi di meja balkon. Zach mengajakku ke balkon untuk menikmati hidangan yang telah dia sediakan.

"Aku sangat menyukai minuman ini, aromanya sangat mengharumkan." ucapnya sembari menuangkan anggur merah ke dalam gelasku. Dia menyukai minuman teh yang terbuat dari bunga. Aromanya memang menyejukkan dan begitu harum namun, aku tidak terbiasa meminum teh.

"Terima kasih untuk sajiannya hari ini. Aku menyukai makanannya." ucapku setelah menyelesaikan semua hidangan yang disajikan di atas piringku.

"Suka saja atau tidak suka?" tanyanya kepadaku. Suaranya kali ini terdengar sedikit mengerikan, bulu kudukku bahkan hampir berdiri ketika mendengar pertanyaannya yang begitu dingin. Aku merasakan sesuatu yang berbeda mendengar suaranya yang terdengar sedikit berbeda dari sebelumnya.

"Aku menyukainya, semua hidangan di sini enak." jawabku tenang. Aku harus tetap tenang untuk mengikuti seluruh permainannya. Aku masih bertanya-tanya mengapa aku diminta datang ke tempat ini? Salah satu tempat pribadi miliknya. Dia tak pernah mengizinkan orang lain masuk tanpa izinnya. Sudah pasti tempat ini merupakan tempat penting penuh dengan rahasia.

"Senang mendengar kau menyukai hidangannya, aku tidak akan memarahi para chef karena kau menyukainya." Dia tersenyum lantas beranjak dari kursinya, mengulurkan tangannya untuk mengajakku pergi.

Dia membawaku ke ruangan lain di sebelah dining room, sebuah kamar tidur. Siang-siang begini dia sudah ingin melakukan seks? Aku sejenak terpaku melihat nuansa kamarnya yang begitu mewah, tidak begitu banyak interior. Hanya terdapat beberapa lukisan yang arahnya hampir sama, searah. Lukisan-lukisan itu menggambarkan sebuah kesedihan, kegelapan serta kematian yang mendalam. Aku dapat memaknainya sekilas ketika melihat lukisan dengan nuansa kesedihan dan kegelapan.

"Aku akan lebih senang jika kau sesaat mau singgah di ruangan pribadiku ini. Aku menciptakan kamar ini khusus untuk seseorang dan itu adalah kau, Lara." Aku terpaku mendengar pernyataannya.

"Aku tidak tau kau sudah berusaha untuk semua ini akan tetapi, aku masih ada janji dengan klien lain." ucapku beralasan, aku sangat tak bergairah jika harus melakukan seks di siang hari. Dia sepertinya sudah tidak dapat menahan nafsunya untuk melakukan hubungan seksual denganku.

"Kau tidak perlu berbohong untuk menolak, Nona Lara Lea Stevenson." Dia menuruntkan risleting dressku dengan gentle, dia berbisik di telingaku dengan lembut, "Kau sudah membatalkan semua jadwalmu demi mengetahui rahasiaku, seharusnya kau tidak kembali sebelum mendapatkan apa yang kau mau, bukan?" bisiknya sembari melepaskan dress ku. Dia melemparkan dress itu di atas lantai.

Sekarang tinggal bra dan lacy thong yang masih melekat di dalam diriku. Aku tak percaya dia dapat menebak pikiranku persis seperti seorang cenayang. Aku diam saja mengikuti arah lidahnya yang terus menjelajah dari leher belakang kemudian menurun ke punggung sampai ke pantatku. Dia memasukkan tangannya ke dalam celana dalamku, tubuhnya semakin mendekat. Salah satu tangannya meremas payudara kiriku yang masih tertutup dengan bra. Aku mengerang pelan karena ritme gerakan tangannya yang naik turun. Dapat ku rasakan di bawah sana salah satu jarinya masuk ke dalam kewanitaanku. Aku semakin mengerang ketika merasakan lidahnya menjelajah mengitari leherku, membasahinya dengan air liurnya serta menggigitnya yang membuatku sedikit terangsang.

"Zach, kau memang sangat nafsu." protesku ketika dia mengeluarkan tangannya dari dalam celana dalamku.

"Aku sudah tidak dapat menahannya lagi jadi, kau sebaiknya menurut atau aku akan menghukummu." Aku tersenyum menyeringai ketika dia mulai mengangkat tubuhku. Aku dapat merasakan batangnya yang sudah mengeras di dalam celananya.

"Kita tidak akan bermain seperti di film Fifty Shades of Grey itu kan?" tanyaku sebab dia membawa penutup mata sutra berwarna merah.

"Bisa saja jika kau sampai membangkang."

"Tidak, aku tidak mau. Kau tau aku punya hak untuk menolak." protesku ketika dia mendekat dengan kain sutranya.

"Tidak. Kau tidak punya hak untuk mengatakan tidak ketika sudah masuk ke dalam tempat ini, Lara Lea. Kau akan mengikuti permainanku sampai akhir." Akupun pasrah ketika dia mengikatkan penutup mata yang menutupi kedua mataku. Samar-samar terlihat dirinya yang mulai melucuti seluruh pakaiannya bahkan celananya akan tetapi, terdapat telpon yang membuatnya harus mengangkat telpon itu dalam keadaan telanjang sebab dia baru saja akan memulai permainannya.

"Tidak ada yang boleh masuk ke tempat ini, Can. Aku tidak ingin meski itu ibuku!" teriaknya memarahi salah seorang pengawalnya. Ibunya? Bahkan tak boleh masuk sedangkan, aku? Aku bertelanjang di atas ranjangnya sekarang.

To be continued...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel